Aku Sofia, setelah menyelesaikan perkuliahan untuk semester 4 di Istana Het Loo dan orang tuaku merasa bahwa keadaan sudah lebih aman, akhirnya aku diperkenankan untuk kembali ke Republik Indonesia Serikat.
Saat mengumumkan bahwa aku akan segera kembali ke Republik Indonesia Serikat melalui berbagai akun sosial media milikku, kolom komentar di berbagai platform sosial media dibanjiri oleh komentar-komentar penuh dengan rasa suka cita, walaupun ada juga yang menghina serta curiga padaku.
Mereka yang menaruh curiga mengatakan bahwa, aku menjadi muslim hanya untuk menarik simpati mereka sebelum aku dan Yang Mulia Raja Belanda beserta antek-anteknya makin menghancurkan umat Islam yang berada di sini dengan mempelajari kelemahan mereka sama seperti yang telah dilakukan oleh Dr. Snouck Hurgronje yang berpura-pura menjadi seorang muslim untuk masuk ke dalam masyarakat Suku Aceh dan meneliti mereka yang menyebabkan Kesultanan Aceh kalah berperang melawan pasukan kolonial Belanda.
Aku tidak ingin meyakinkan orang-orang itu, karena tidak akan pernah bisa merubah cara mereka berpikir dan pandangan terhadap diriku. Tapi aku tidak ingin menyatakan bahwa cara berpikir mereka salah, karena pada akhirnya—pengalaman mereka di masa lalu lah yang membuat mereka benci padaku dan bangsaku. Aku hanya bisa bersikap baik sebagai seorang muslimah dan berharap bahwa Allah berkehendak untuk melunakkan hati mereka supaya berkenan menerima kehadiranku suatu hari nanti.
Saat sampai di Bandara Internasional Kota Sucilangkung, aku melihat bahwa bandara dipenuhi oleh kerumunan orang-orang yang sedang menyambut kedatanganku dan ingin mendekat, tapi para pengawal yang ditugaskan—menahan kerumunan tersebut. Aku merasa kehadiran pengawal malah membuat sekat antara aku dengan orang-orang ini. Namun, mau bagaimana lagi? Aku tidak tahu apakah sudah aman dari ancaman atau tidak. Jadi aku berjalan mendekati kerumunan bersama kedua pengawal, lalu membungkuk pada mereka sambil merapatkan kedua tangan—memberi gestur salam serta senyuman.