Antara Darah Dan Hati 2: Dream Reality Seri 4

Fahlevi Anggara Fajrin
Chapter #5

Chapter 1 Bagian 4 Euer Wille ist mein Befehl, Eure Majestät

Aku Tantri, pada akhirnya dipecat dari kepolisian. Hakim Pengadilan Internal Kepolisian yang memeriksa berkas kasus atas laporan yang mereka terima mengenai pernyataan yang ku katakan saat diwawancarai oleh media massa terkait penyiksaan yang aku alami di Rumah Sakit Kepolisian—mengenai aku dan teman-teman berusaha memindahkan Lodewijk dari Rumah Sakit Kepolisian saat dia koma. Sang Hakim akhirnya memutuskan bahwa aku telah memberikan pernyataan palsu pada publik dan hal tersebut masuk ke dalam kategori membuat kebohongan yang melanggar kode etik kepolisian.

Alasan lain aku dipecat adalah Pengadilan Internal Kepolisian menyatakan bahwa investigasi mandiri yang kulakukan untuk menyelamatkan Riri dan menyebabkan apartemennya meledak—merupakan penyalahgunaan wewenang, karena seharusnya aku tidak menggunakan wewenang yang dimiliki sebagai seorang polisi selama diskors.

Aku sudah mengajukan banding pada Pengadilan Internal Kepolisian, supaya tidak dipecat. Akan tetapi hasilnya tetap sama. Apakah ini pertanda bahwa sudah saatnya untuk mencari seorang pria yang bersedia menerimaku sebagai pendamping hidupnya? Yah, kalau itu memang sudah saatnya, aku tidak keberatan. Hanya saja—entah kenapa setiap kali membayangkan sosok suami yang aku inginkan, orang itu lagi yang selalu muncul di benakku.

Tak kusangka badut bodoh itu bisa membuat pemikiran aneh seperti itu. Aku rasa tidak mungkin bisa bersanding dengannya. Aku adalah seseorang yang kaku dan dia adalah seseorang yang bebas. Jika aku berakhir bersama, mungkin akan selalu bertikai. Lagipula menurutku, Riri lebih cocok untuk bersanding dengannya.

Alasanku mengatakan bahwa Riri lebih cocok adalah, saat ia tinggal di rumahku dalam kurun waktu sebulan—selama dia mencari apartemen baru, aku memerhatikan sifatnya yang cenderung periang dan lebih santai ketimbang diriku. Itu bukan sesuatu yang buruk, tapi karena itulah aku merasa badut bodoh itu lebih cocok bersanding bersama Riri ketimbang diriku. Tapi, walau berusaha untuk merelakan badut bodoh itu, entah kenapa dadaku terasa sedikit sesak.

Aku tahu, seharusnya bisa menahan diri dari memikirkan itu. Tapi bagaimanapun juga, setiap kali ada pemberitahuan pesan masuk di layar smartphone, ada kalanya aku berharap yang mengirimkan pesan itu adalah dia—badut bodoh yang berhasil mengaduk perasaanku. Kesal rasanya, sekalipun berusaha menyingkirkan perasaan ini—tetap ada tak menghilang.

Ah, sudahlah! Kalau masih belum mendapat pekerjaan ganti, aku harus segera mencoba mencari pasangan hidup. Mungkin ada baiknya mulai bertanya pada teman-teman laki-lakiku, apakah ada di antara mereka atau teman-temannya yang sedang mencari pasangan hidup.

Aku yang duduk di sofa ruang tamu, menyalakan layar smartphone. Saat layar memperlihatkan tampilan interface-nya, aku melihat ada pemberitahuan pesan masuk di WA. Segera membuka pesan masuk tersebut yang berasal dari Mevrouw Sofia yang baru saja kembali ke sini sekitar dua minggu lalu. Aku membuka pesan yang ia kirimkan dan membacanya.

"Assalamu’alaikum Kak Tantri, permisi. Maaf kalau saya ganggu, apa kabar Kak? Saya harap kakak dalam keadaan sehat dan aman dari segala marabahaya, ancaman, malapetaka, bencana, penyakit, kemiskinan atau hal-hal buruk lainnya yang bisa membahayakan kakak. InsyaaAllaah, aamiiin.

Ngomong-ngomong, Kak. Saya ngehubungin Kakak karena mau nawarin buat jadi pengawal pribadi saya. Saya tau Kakak lagi diskors dan saya gak tau apa selama Kakak diskors—Kakak punya penghasilan atau enggak? Saya juga enggak tau apa Kakak udah diberhentikan dari pekerjaan atau enggak? Tapi kalau Kakak butuh pekerjaan, saya harap Kakak mau nerima pekerjaan yang saya tawarkan ke Kakak.

Saya udah rekomendasiin nama Kakak ke kedua orang tua dan juga ke Yang Mulia Raja Belanda buat jadi pengawal pribadi saya. Mengenai jumlah gaji yang Kakak terima bisa kita negosiasiin di rumah saya.

Lihat selengkapnya