Antara Darah Dan Hati 2: Dream Reality Seri 4

Fahlevi Anggara Fajrin
Chapter #13

Chapter 3 Bagian 2 Tibanya Era Baru

Aku Karim, masih terbaring di rumah sakit dan belum diperbolehkan pulang, karena dokter mengatakan bahwa ada beberapa bagian tulang dada dan rusuk yang hancur akibat aku dipukuli habis-habisan dengan baton oleh beberapa personel Pasukan Schutterij pada demonstrasi di depan Gedung Regionaal Volksraad[1] Kota Sucilangkung sekitar satu bulan lalu.

Aku memang tidak dapat merasakan rasa sakit, tapi kalau aku tidak dioperasi, serpihan tulang yang ada di dalam tubuh dapat membuatku mengalami luka dan pendarahan di bagian dalam, sehingga aku pun harus dioperasi. Operasi yang harus dijalani akan berlangsung pada esok hari, hari di mana era baru pada akhirnya tiba.

Aku kira Muhamed, Pak Lodewijk, dan massa demonstran yang melakukan unjuk rasa di depan Gedung Algemene Volksraad[2] Kota Jakarta akan mengalami kegagalan lagi. Namun Allah menunjukkan kuasa-Nya dan memberikan kami semua kemenangan atas usaha melawan kezaliman dan penindasan yang dilakukan oleh orang-orang yang melakukan berbagai kerusakan, kejahatan, dan penindasan selama memerintah dan menguasai negeri ini.

Memang benar walaupun kami telah berhasil menumbangkan rezim pemerintahan partai Neo-NSB. Namun, tidak terdapat jaminan bahwa rezim pemerintahan berikutnya dapat memerintah negeri ini dengan arif, adil, dan bijak. Akan tetapi, setidaknya masih terdapat harapan bahwa kami semua akan aman dari tindakan semena-mena serta penindasan yang pernah dialami, saat rezim pemerintahan Partai Neo-NSB berkuasa di RIS dan hal itu adalah sesuatu yang patut disyukuri.

Waktu terus berjalan hingga siang hari tiba. Sebelum operasi, aku dan kedua orang tuaku diberitahu oleh dokter yang akan melakukan operasi menyuruhku agar berpuasa sampai waktu operasi esok hari. Yah, walau aku merasa sedikit khawatir, akan tetapi rasa khawatir segera hilang saat mengingat bahwa ini bukan pertama kalinya aku dirawat di rumah sakit dan sejauh ini Allah masih menjaga raga dan jiwaku.

Besoknya, saat waktu yang ditentukan—aku segera dibawa ke ruang operasi. Baju yang kukenakan diganti oleh beberapa perawat dengan baju berwarna putih yang panjang bagian bawahnya sampai menutupi kedua mata kakiku. Kemudian aku disuntik dengan obat bius hingga setelah beberapa menit berlalu, pandangan kedua mata tampak buram dan kelopak mataku perlahan tertutup.

Saat siuman dari tidur akibat efek obat bius, pandanganku masih sedikit buram. Tapi aku dapat melihat bahwa di sampingku ada ibu yang sedang tertidur di sofa, sedangkan Muhamed duduk di bangku yang terletak tepat di sebelah kasurku. Ia tampak sedang mengutak-atik smartphone-nya.

Lihat selengkapnya