Aku Karim, akhirnya mendapat restu ibu dan diizinkan beliau untuk menikah dengan Sofia. Aku tidak pernah menyangka Allah menakdirkanku sebagai seseorang yang mejadi perantara datangnya hidayah-Nya pada seorang Putri Kerajaan Belanda, walaupun aku bukan seorang ulama.
Sejujurnya, andaikan Sofia tidak ditakdirkan untuk menjadi pasangan hidupku, aku tidak peduli. Tapi entah kenapa dan bagaimana, aku sampai pada tahap ini. Tahap dimana aku dan dia sebentar lagi akan menjadi sepasang suami-istri, setelah melaksanakan Ijab Qabul.
Satu hal yang kerap aku khawatirkan adalah, Sofia malu memiliki suami sepertiku. Aku ini hanyalah seorang mahasiswa lulusan Fakultas Desain untuk tingkat S1 dan lulusan jurusan Hukum Bisnis untuk tingkat S2. Memang aku sudah memiliki banyak uang dan usaha berupa studio animasi kecil yang cukup sering diminta oleh perusahaan besar mengerjakan suatu proyek, serta perusahaan penerbitan kecil. Tapi jika dibanding dengan Hare Hoogheid Sofia, jelas beliau lebih kaya dari diriku.
Aku rasa, cinta itu memang buta. Saat cinta telah datang dan menempati hati seseorang, maka pandangan mata seseorang yang ditempati oleh rasa yang bernama cinta takkan dapat melihat kekurangan yang terdapat pada sosok orang yang telah berhasil mendatangkan rasa cinta itu. Jika aku berpikir mengenai segala kekurangan yang dimiliki, terkadang itu membuatku merasakan ketakutan yang amat besar, karena aku takut kekurangan yang dimiliki akan membuatku menyakitinya dan aku tidak ingin hal itu terjadi. Sofia sudah cukup menderita akibat ulah mantan tunangannya dan aku sangat tidak ingin menjadi orang kedua yang menyebabkan hati, jiwa, dan raganya tersakiti.