Waktu terus bergulir maju, malam dan siang silih berganti. Aku Karim—yang dari kemarin tidak sabar menunggu tibanya waktu bisa bertemu dengannya di pagi hari, setelah kami sah sebagai sepasang suami-istri, nantinya. Ya, menikahi Sofia van Oranje-Nassau van amsberg, seorang Tuan Putri Kerajaan Belanda yang anggun nan pemberani, yang dengan keberaniannya itu dia telah banyak memberikan perubahan besar padaku, teman-teman, dan masyarakat RIS ke arah yang lebih baik. Berkat keberanian yang Allah telah tanamkan pada dirinya pula, aku bisa berada di sini bersama dengan keluarga dan teman-temanku lagi dan selamat dari fitnah yang pernah menimpaku.
Satu hal yang hingga saat ini masih belum aku pahami adalah alasan kenapa dia jatuh cinta padaku dan tidak berubah hingga saat ini. Iya, cinta memang buta, tapi aku rasa salah satu sifat alami manusia adalah selalu penasaran dan ingin mengetahui alasan di balik terjadinya, segala sesuatu yang telah dan sedang terjadi pada dirinya. Yah, sudahlah. Mungkin ada baiknya aku menanyakan itu nanti setelah Ijab Qabul selesai.
Untuk mencegah terkena serangan musuh yang mengincar, kami mengikuti saran siasat yang pelayannya Sofia berikan. Pelayan Sofia yang bernama Kak Tantri Annie Dekker menyarankan siasat berikut untuk menjaga kami tetap aman selama melaksanakan Ijab Qabul. Pertama, kami memberitahu Yang Mulia Raja Belanda jadwal palsu hari pelaksanaan Ijab Qabul dan hari Walimahan, beserta lokasi palsu pelaksanaannya.
Alasan kami memberitahu beliau jadwal palsu dan lokasi palsu tersebut, karena sudah tentu Yang mulia Raja Belanda akan mengerahkan pasukan pengawalnya untuk menjaga keamanan lokasi tempat Ijab Qabul dan Walimahan diadakan.
Kami khawatir bahwa di antara pengawal Yang Mulia Raja Belanda ada yang menjadi mata-mata dan memberitahu musuh mengenai hari dan lokasi diadakannya pelaksanaan acara tersebut dan karena alasan itulah kami memberitahu beliau jadwal palsu beserta lokasinya. Hal ini untuk mengumpan musuh kami keluar dari sarangnya dan mencari tahu siapa saja orang-orang di sekitar kami yang menjadi musuh di dalam selimut.
Selain itu, kehadiran para pengawal Yang Mulia Raja Belanda yang mengawal lokasi palsu pada saat hari palsu pelaksanaan Ijab Qabul dan Walimahan tersebut tentu akan menarik perhatian banyak orang dan akan memudahkan musuh kami untuk mengidentifikasi acara apa yang sedang terjadi di lokasi tersebut sehingga memudahkannya untuk melakukan penyerangan ke lokasi tersebut.
Untuk membuat acara Ijab Qabul dan Walimahan palsu terlihat nyata, keluarganya Sofia telah menyewa beberapa orang aktor yang bersedia dibayar mahal dan bersedia mengorbankan kan nyawa mereka untuk memerankan diriku dan Sofia. Ada juga yang memerankan keluarga kami berdua, teman-teman, orang-orang terdekat yang akan turut kami undang dalam acara tersebut.
Para aktor yang berperan menggantikan kami pada acara Ijab Qabul dan Walimahan palsu tersebut memiliki ciri fisik yang sama dan untuk rupa mereka, keluarga kami telah meminta pembuat kostum handal untuk membuatkan topeng hyper realistic mask. Topeng tersebut bentuknya sangat menyerupai wajah asli kami sehingga musuh takkan menyadari bahwa orang-orang yang mengadakan acara Ijab Qabul dan Walimahan pada saat hari palsu tersebut adalah aktor yang bertugas menggantikan kami.
Untuk hari asli dilaksanakannya Ijab Qabul kami, acara tersebut dilaksanakan pada jam 1 dini hari, hari ini. Ya, melaksanakan Ijab Qabul pada jam 1 dini hari memang terdengar gila, tapi jika itu dapat menjaga keluargaku dan keluarganya Sofia dari berbagai kejahatan yang musuh rencanakan, maka itu harus dilakukan.
Jarum jam telah menunjukkan bahwa sekarang sudah masuk pukul satu kurang lima belas menit dini hari. Aku telah siap memakai baju mempelai pengantin pria. Pakaian pengantin yang dikenakan terdiri dari ikat kepala adat Cirebon yang bernama Blangkon dengan motif batik Taman Telaga Teratai, Beskap berwarna putih, kain Jarik diikat di pinggang yang menutup sampai mata kaki, celana panjang berwarna putih, untuk alas kakinya aku tidak mengenakan alas kaki apapun.
Ayahku memakai jas beludru hitam yang tepat pada bagian ujung lengannya terdapat motif sulaman dibuat dari benang berwarna emas, kain kebat motif batik khas Sunda yang dililitkan di pinggang—panjangnya sampai batas atas lutut, sabuk berwarna emas, dan celana panjang adat Sunda berwarna hitam. Penutup kepalanya menggunakan Blangkon.
Untuk Muhamed dan pamanku, mereka memakai setelan jas hitam, kemeja putih, dasi kupu-kupu hitam, celana bahan hitam serta mengenakan kaos kaki putih. Sedangkan ibu dan bibiku memakai jilbab putih dan abaya warna merah, baju yang sama saat menghadiri undangan jamuan makan malam di Istana Het Loo di negeri Belanda sana.
Kami masih menunggu tibanya keluarga Hare Hoogheid Sofia beserta dua orang perwakilan dari Kantor Agama di ruang tamu. Keringat mulai muncul di dahiku dan rasa cemas dan khawatir mulai merasuki sanubari saat jarum jam sudah menunjukkan bahwa sekarang sudah memasuki jam satu lewat lima belas menit. Hingga akhirnya, pada pukul setengah dua dini hari kami mendengar suara bel rumah berbunyi.
Ayahku berdiri dari sofa, membuka pintu dan keluar dari rumah untuk memeriksa siapa yang menekan bel rumah. Setelah beberapa saat berlalu, aku dapat mendengar suara roda pintu gerbang rumah yang sedang bergeser. Kemudian aku melihat Hare Hoogheid Sofia, kedua orang tuanya serta dua orang pria yang mana salah satunya terlihat cukup tua berjalan memasuki rumahku.
Aku dan ibu segera berdiri dari sofa tempat kami duduk, lalu Sofia beserta kedua orang tuanya memberikan gestur salam orang Indonesia kami. Beliau memberikan penjelasannya mengenai alasan kenapa mereka datang terlambat.
"Assalamu’alaikum, Om, Tante, maaf ya kalau kami semua telat dateng. Kami telat karena sebelum sampai ke sini, kami harus mampir dulu ke rumah wali hakim yang bakal jadi wali saya buat Ijab Qabul hari ini, soalnya beliau punya asam urat.—
—Saya juga mohon maaf, kalau saya belum make baju pengantin perempuan, soalnya, saya enggak mau keliatan mencolok selama perjalanan menuju kesini. Selama di mobil pun, orang tua saya sama bapak Pegawai Pencatat Nikah dan wali hakimnya harus pake topeng hyper realistic mask supaya identitas kami tetep aman dari musuh."
"Iya, Tuan Putri Sofia. Enggak apa-apa," ujar ibuku memberikan tanggapannya.
"Kalau begitu, apa saya boleh pakai toilet rumah ini buat ganti baju saya ke baju pengantin?" ujarnya bertanya.
"Tuan Putri Sofia, kamu boleh kok ganti baju di kamar saya, biar lebih nyaman. Mijn Heer [1]Mijn Vrouw[2], bolehkah saya membawa putri Anda untuk bersalin mengganti pakaiannya di kamar saya? Saya ingin putri Anda merasa nyaman mengganti bajunya, karena saya pikir jika ia mengganti baju di toilet rasanya kurang nyaman, karena toilet suasananya lembab dan ada bau tidak sedap yang tertinggal di dalamnya," ujar ibuku pada kedua orang tuanya Sofia.
"Iya, silahkan. Enggak apa-apa," jawab ayahnya Hare Hoogheid Sofia.
Kemudian, ibuku berjalan menghampiri Sofia, memintanya untuk mengikutinya masuk ke dalam kamar tidur kedua orang tuaku.
"Ayo Tuan Putri, mari ikut saya!"
"Dek, boleh aku ikut? Aku mau bantu Yang Mulia Putri Sofia berhias juga," ujar bibiku.
"Ya, boleh. Ayo!" jawab ibu mempersilahkan bibiku untuk membantu Sofia memakai pakaian pengantinnya dan merias dirinya.
Ibuku berjalan menuju tangga ke lantai atas diikuti oleh Sofia yang turut membawa tas ransel yang ia gendong di punggungnya sedari tadi, lalu diikuti oleh bibiku. Setelah mereka sampai di lantai atas, terdengar suara pintu terbuka lalu tertutup. Beberapa menit kemudian, suara pintu terbuka dan tertutup terdengar kembali.
Aku yang sedang duduk di sofa, sedang melayani pembicaraan yang dibawakan oleh Ayah Sofia bersama dengan keluargaku dan pegawai pencatat nikah, serta wali hakimnya yang juga duduk di kursi dan sofa ruang tamu seketika teralihkan perhatiannya. Kami terpesona karena keanggunan yang tampak memancar dari diri Sofia saat ia berjalan menuruni tangga dengan mengenakan pakaian pengantinnya yang berwaran putih lengkap dengan jilbabnya yang berwarna serasi.
Aku yang sedari tadi masih terpana dengan penampilan Sofia segera tersadar dari buaian pesona yang Sofia pancarkan saat aku mendengar suara ibuku yang sedari tadi memanggil.