Antara Darah Dan Hati 2: Dream Reality Seri 4

Fahlevi Anggara Fajrin
Chapter #23

Chapter 4 Bagian 6 Menunggu Dalam Ketakutan

Aku Tantri—mobil yang kukendarai pada akhirnya sampai di depan rumah Hare Hoogheid Sofia. Rasa khawatir, takut dan gelisah masih menyelimuti sanubariku, mengikuti layaknya hantu gentayangan. Hawa dingin kota ini turut membuat tubuhku yang sudah menggigil akibat dilanda semua perasaan tersebut—makin menggigil.

Ya, aku bukanlah seseorang yang hatinya selalu dipenuhi dengan keberanian. Ada kalanya merasa takut. Takut, bahwa aku akan gagal dalam menangkal siasat musuh. Pengalaman bersama teman-temanku itulah yang membuat takut. Sebab selama menghadapi musuh, mereka selalu berhasil selangkah lebih maju daripada kami. Bagaimana jika mereka berhasil mengakali siasat kami lagi, dan pada akhirnya semua rencanaku akan berakhir dengan kesia-siaan belaka? Ah, sial!

Aku menarik napas sedalam mungkin, kemudian menghembuskannya perlahan, mengambil smartphone yang tergeletak di kursi penumpang yang berada di sebelah kursi pengemudi. Berusaha menghubungi Ilya melalui aplikasi Telegram, meminta bantuannya untuk memeriksa arus keluar masuk kegiatan yang terjadi pada sistem jaringan internet yang ada dalam smartphone utamaku. Sebab aku khawatir musuh sedang mengintai melalui sambungan jaringan internet yang terhubung pada smartphone utama.

Setelah menghubungi Ilya, aku mengambil remot kontrol dari dalam dashboard mobil dan menekan sebuah tombol yang berfungsi untuk membuka dan menutup pintu gerbang rumah Hare Hoogheid Sofia secara otomatis.

Setelah memarkirkan mobil, akhirnya aku kembali menghirup napas dalam. Pergi menuju kamar, menaruh smartphone utamaku di atas meja kecil, lalu mengambil smartphone cadangan beserta laptop dan beberapa benda penting lainnya yang aku butuhkan dan memasukan semua benda tersebut ke dalam tas ransel.

Setelah memeriksa dengan cermat bahwa semua hal yang diperlukan telah aku masukan ke dalam ransel, dengan cekatan aku segera berjalan keluar dari kamar menuju ruang rahasia bawah tanah dan mengunci diriku di dalamnya. Menyembunyikan diri sendiri, karena khawatir bahwa rumah ini mungkin akan kedatangan tamu tak diundang yang akan memporak-porandakan isinya demi mencari target yang ingin mereka binasakan. Sama seperti yang pernah dialami oleh mendiang ayahku yang mana pintu depan rumah kami diledakkan oleh musuh supaya mereka bisa masuk ke dalam dan membunuh beliau dengan cara yang keji.

Tidak, jika apa yang mendiang ayahku alami terjadi padaku, maka aku harus berusaha agar hal tersebut tidak terjadi. Andaikan apa yang mendiang ayahku alami merupakan sebuah takdir yang harus terjadi juga padaku, maka aku harus mengusahakan agar hal tersebut tidak segera terjadi. Aku harus bisa mengalahkan mereka dalam permainannya. Jika aku harus binasa, maka mereka juga turut binasa bersamaku.

Di dalam ruang bawah tanah, terdapat sebuah meja, kursi, dan komputer yang terhubung dengan berbagai kamera CCTV yang terpasang di rumah ini. Di sini juga terdapat sebuah kasur, lemari kecil berisi persediaan makanan Meal, Ready-to-Eat yang biasa digunakan oleh militer, serta kamar mandi kecil dan area latihan tembak. Ruangan ini memang tidak terlihat senyaman kamarku, tapi setidaknya di dalam ruangan ini tersedia hal-hal yang kubutuhkan untuk bertahan hidup sampai hari palsu perayaan pernikahan Hare Hoogheid Sofia dan Meneer Karim tiba.

Lihat selengkapnya