Aku Tantri, kembali di hari persidangan berikutnya yang telah kami tunggu selama dua minggu—begitu terasa sangat lama dan menyiksa. Setelah sidang dinyatakan dibuka oleh Hakim Ketua, Stijn diperkenankan untuk memanggil seseorang untuk memberikan kesaksiannya di kursi saksi yang berada di tengah ruang sidang dan kali ini, Stijn memanggil Heer Pieter de Graeff untuk bersaksi.
Setelah Heer Pieter duduk di kursi saksi dan disumpah, Stijn diberikan izin oleh Hakim Ketua untuk mengajukan pertanyaan kepada Heer Pieter yang wajahnya terlihat lesu dan murung. Mungkinkah ia sengaja memasang wajah tersebut agar kesaksiannya yang menyatakan bahwa ia memiliki riwayat gangguan kejiwaan dapat diterima oleh Majelis Hakim? Ah, entahlah! Aku tidak tahu. Tapi andaikan pada akhirnya Majelis Hakim memutuskan bahwa dia memang adalah seseorang yang memiliki gangguan kejiwaan, aku berharap apa yang Lodewijk perkirakan benar terjadi yaitu, Hakim memberikan keputusan untuk mengurung Heer Pieter di dalam Rumah Sakit Jiwa yang dijaga ketat oleh aparat penegak hukum.
"Saudara Pieter Cornelis de Graeff, pada persidangan yang diadakan dua minggu yang lalu, Anda mengatakan bahwa Anda memiliki gangguan kejiwaan, benar?" ujar Stijn mengajukan pertanyaannya pada Heer Pieter.
"Benar," ujar Heer Pieter memberikan jawabannya.
"Sebelumnya, saya ingin memohon maaf jika saya mungkin akan membuat Anda tersinggung atas pertanyaan saya ini, tapi apa penyakit jiwa yang Anda idap?"
"Penyakit jiwa yang saya idap adalah penyakit kepribadian ganda."
"Apakah Anda memiliki kemampuan dan bisa menjelaskan kepada kami dengan bahasa yang dapat dimengerti oleh semua orang yang ada di sini mengenai penyakit jiwa yang Anda alami?"
Heer Pieter hanya menggelengkan kepalanya yang sedikit tertunduk dengan lemah.
"Baiklah kalau begitu. Saudari Irine, Anda adalah orang yang melakukan diagnosa kesehatan kejiwaan saudara Pieter saat beliau berada dalam masa penahanan di markas polisi. Oleh karena itu, saya ingin meminta kepada Anda untuk memberikan penjelasan kepada kami semua yang berada di ruang sidang ini mengenai penyakit kejiwaan yang di derita oleh saudara Pieter," ujar Stijn bertanya kepada psikiater yang bernama Irine, yang duduk di kursi yang letaknya berada di samping deretan kursi untuk Majelis Hakim.
"Penyakit kejiwaan yang diderita oleh saudara Pieter adalah penyakit yang dikenal dengan nama Disociative Personality Disorder. Itu adalah suatu penyakit kejiwaan di mana sang penderita penyakit kejiwaan tersebut memiliki dua kepribadian yang terpisah yang memiliki ciri-ciri sikap dan sifat yang berbeda.—
—Kepribadian lain yang dimiliki oleh sang penderita muncul, marena sang penderita pernah mengalami suatu kejadian yang sangat buruk dalam hidupnya dan sang penderita tidak percaya bahwa hal tersebut terjadi pada dirinya. Sehingga jiwanya yang sedang bergejolak memunculkan sejenis kesadaran lain untuk meredakan trauma dan gejolak batin yang dialami oleh penderita penyakit kejiwaan ini. Kepribadiannya yang lain ini muncul sebagai bentuk perlindungan terhadap sang penderita penyakit kejiwaan dari hal-hal yang mungkin akan menyakitinya —
—Misalnya sebagai contoh, seorang anak mengalami penganiayaan yang dilakukan oleh orang tuanya yang merupakan orang terdekat. Anak tersebut tidak percaya serta menolak untuk percaya bahwa orang tuanya yang ia sayangi dapat berbuat keji terhadap dirinya, sehingga jiwanya yang sedang bergejolak pada saat ia dianiaya oleh orang tuanya memunculkan kepribadian lain untuk melindungi dirinya dari rasa sakit yang muncul di dalam jiwa tersebut saat kejadian yang serupa terulang.—
—Secara umum, ciri-ciri yang paling sering ditemui pada seseorang yang mengidap penyakit Disociative Personality Disorder adalah, saat kepribadian lain yang terdapat di dalam diri sang penderita penyakit ini muncul dan mengambil alih kendali tubuh sang penderita. Maka sang penderita tidak dapat mengingat kejadian apa saja yang telah terjadi pada dirinya dan lingkungan sekitarnya atau apa saja yang anggota tubuhnya telah perbuat. Istilah kejadian ini dalam bahasa Inggris disebut sebagai losing time.—