Ah! Mimpi itu lagi. Kenapa harus dia yang muncul di dalam mimpiku? Ya Allah, kenapa harus Sofia? Aku tahu dia berusaha mendekatiku, tetapi kenapa? Terlebih, kenapa pula aku bermimpi bahwa Muhamed mati di tangan Vinno? Sudahlah, sebaiknya aku pergi ke toilet dan mengambil air wudu. Oh, iya, Muhamed bilang dia ingin salat Tahajud, sebaiknya kubangunkan saja dia.
Aku menggoyang-goyangkan tubuhnya kemudian menepuk-nepuk pipi, bahu, lengan, dan punggungnya.
“Oi, Med, Med, Muhamed, bangun, Broeder.”
“Hm ... hm ... jam berapa sekarang?”
“Dua pagi.”
“Hm … iya ...” dia menguap sambil beranjak bangun dari kasurnya, mengusap-usap kedua matanya.
Aku pergi meninggalkannya menuju toilet, mengambil air wudu, lalu kembali ke kamarku melaksanakan salat Tahajud, bergantian dengan Muhamed.
Selesai mengerjakan salat Tahajud, aku mengajukan satu pertanyaan kepadanya. Aku penasaran, apakah dia juga memimpikanku? Ada penelitian yang mengatakan, jika seseorang memimpikan orang lain, orang yang bermimpi juga akan muncul di dalam mimpi orang yang diimpikan.
“Hei, Muhamed, aku mau nanya.” Tanyaku pada Muhamed. Dia adalah sepupuku, rupa wajah dan tinggi badan kami sama persis. Perbedaan kami hanya terdapat pada warna kulit dan mata kami. Ia berkulit putih, rambut dan matanya berwarna coklat, sedangkan warna kulitku coklat dan mataku berwarna hitam,
“Hm?” Ia menoleh ke tempat aku berdiri.
“Kamu mimpi apa semalem?”
“Enggak inget bener, tapi aku mimpi kalau aku lagi berantem di lorong labirin, berantem sama Vinno, lucu.” ujarnya sembari memutar badannya menghadap penuh diriku.
“Kamu benci sama Vinno?”
“Enggak, sih, sebenernya biasa aja.”
“Lantas, kenapa bisa dapet mimpi kayak gitu?” tanyaku penasaran.
“Ya, enggak tau, namanya juga mimpi. Kenapa kamu nanya?”
“Aku dapet mimpi aneh.” ujarku pelan, perasaan merinding tiba-tiba menjalari tubuhku.