Antara Darah Dan Hati 2 Seri 1

Fahlevi Anggara Fajrin
Chapter #6

Chapter 1 Bagian 5 "Belanda Merah Putih"

Aku berjalan kembali ke rak buku untuk mencari sejarah seni rupa Barat. Ah, ini dia, ketemu! Renaissance and Renascences in Western Art.

Aku mengambil buku itu lalu membawanya kembali ke meja tempat Ilya berada. Saat aku datang, Ilya sedang menonton tayangan berita live mengenai demonstrasi hari ini menggunakan earphone-nya. Aku melihat polisi berbaris membuat barikade, sedangkan perwakilan lembaga masyarakat dan mahasiswa sedang berdemo di depan Gedung Regionaal Volksraad[1] Kota Sucilangkung.

Aku menepuk pundaknya. “Ini, Ilya, udah dapet bukunya.”

“Alhamdulillah, kamu balik. Aku sempat ngira kamu nyasar tadi.”

“Haha, lucu.”

Pffft, ya udah, ayo mulai!”

Aku dan Ilya duduk bersebelahan kemudian mulai mencari kata kunci atau kalimat penting dari setiap bab yang ada di buku. Kami memasukkannya ke dalam isi presentasi dan mencatat apa-apa saja yang penting ke dalam aplikasi Word atau notes kami.

Beberapa saat kemudian, aku melihat displai jam di laptop Ilya. Rupanya sudah setengah jam kami berada di sini dan waktu salat Zuhur sudah tiba.

“Ilya, udah Zuhur, aku mau salat dulu.”

“Yah, aku juga mau bilang barusan.”

“Ya udah, aku yang jaga barang, kamu salat, gantian.”

Spasiba.[2]

Nema na čemu.[3]

Ilya beranjak dari kursinya, lalu berjalan menuju pintu keluar perpustakaan.

*****

Aku menghabiskan waktu untuk terus mencari bahan, membolak-balikkan halaman buku, ketika tiba-tiba aku melihat banyak mahasiswa yang berjalan sambil membawa spanduk dan atribut demo lainnya melewati jendela perpustakaan.

Aku mendengar sedikit mengenai apa yang sedang terjadi melalui penjelasan loud speaker yang mereka gunakan untuk berorasi. Seseorang yang berorasi adalah mahasiswa dari bangsa Belanda. Ah, ya, dia, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa kampus ini. Alhamdulillah, dia seorang Muslim. Namanya Adrian, Adrian van Dijk. Namanya memang bukan nama seorang Muslim. Kendatipun begitu, dia juga menjabat sebagai Ketua Unit Kegiatan Mahasiswa Majelis Ta’lim. Asal kalian tahu, suara bacaan Al-Qur’annya bagus.

“Yah, Teman-Teman, kita cuma mau aksi damai, enggak rusuh, eh, malah dihalangin sama pihak keamanan kampus!”

“Huuu! Huuu! Huuu!” Sahutan mereka terdengar sampai ke dalam, menyita perhatian orang-orang yang ada di dalam perpustakaan.

“Kita cuma mau nuntut hak kita. Betul enggak, Teman-Teman?”

“Betul!”

“Siapa di sini yang orang Belanda?” tanyanya lalu banyak di antara kerumunan itu yang mengacungkan tangan.

“Nih, aku mau tanya, siapa di sini yang walau Belanda, tetapi hatinya Merah Putih?”

Mereka masih mengacungkan tangan mereka.

“Siapa di sini yang Belanda dan enggak sudi kalau Republik Indonesia Serikat tercinta kita, kedaulatannya dirampas sama Nederland?”

Semuanya masih mengacungkan tangannya.

“Siapa di sini yang Belanda, tetapi menganggap kalau pribumi itu sodara-sodaranya juga dan enggak mau hak mereka diambil sama Nederland?”

Semuanya mengacungkan tangan mereka.

“Siapa yang enggak setuju sama kebijakan Perdana Menteri Willem van Huizen yang fasis dan rasis itu?”

Lihat selengkapnya