Aku mengambil piring dan peralatan makan lalu menatanya di meja bersama Muhamed. Ibu dan ayahku akan pulang sebentar lagi. Ibu bilang—melalui WhatsApp—kalau mereka sudah membelikan makanan untuk kami, jadi, kami hanya harus menanak nasi. Ah, untuk Muhamed, sebaiknya aku tanya dahulu, apa dia ingin makan nasi atau roti untuk buka puasa hari ini.
Aku menepuk pundak Muhamed yang sedang menuangkan air keran ke dalam gelas, saat ia sedikit menoleh aku bertanya padanya. “Med, kamu mau makan nasi atau roti?”
“Nasi.” Setelah dia mengatakan itu, wajahnya kembali menghadap ke keran air.
“Kenapa? Mau buat nasi goreng lagi?”
“Enggak, cuma lagi bosen aja sama roti.” jawabnya sembari memutar tuas keran untuk mematikan pancuran airnya.
“Oke."
Beras kumasukkan ke dalam wadah rice cooker, kemudian dicuci dan dimasak. Selama menunggu Ibu dan Ayah pulang, aku bermain PS bersama Muhamed, game balapan mobil. Persaingan kami cukup sengit sampai-sampai terkadang kami saling melirik sinis nan licik satu sama lain. Mobil yang kugunakan dalam game sudah hampir mencapai garis finis bersamaan dengan mobil yang Muhamed gunakan sebelum tiba-tiba ...
Deru mesin mobil yang Muhamed gunakan terdengar lebih keras saat dia berhasil mendahului mobilku.
“Hohoho, tidak semudah itu, Ferguso!” sahut Muhamed dengan angkuhnya.
“Bacot kamu, Muhamed!” sahutku.
Muhamed hanya tertawa licik membalas sahutanku.
Di tengah-tengah permainan, kami mendengar suara dari luar.
“Asalaamualaikum,” itu suara Ibu. Aku segera beranjak dan berjalan menuju pintu bersama Muhamed setelah menekan tombol pause di game yang sedang kami mainkan.
“Wa’alaikumussalaam,” jawab kami berdua dari dalam kamar yang berada di lantai atas.
“Tunggu sebentar!” sahutku dari dalam rumah.
Kunci pintu kubuka. Aku mencium tangan kedua orang tuaku, diikuti oleh Muhamed.
“Gimana tadi kuliah? Kena macet?” tanya ibuku.
“Kena, tapi kami sampe tepat waktu, ada jalan pintas. Ibu sama Ayah tadi gimana? Kena macet blokade jalan?” tanyaku.
“Iya, nyampe di bandara tadi belum bisa langsung pulang karena blokade macet parah, baru mereda jam dua siang, itu pun masih macet banget, jadi baru nyampe jam segini. Itu di bagasi mobil ada oleh-oleh buat kalian sama makanan untuk makan malem kita. Tolong bantu dibawa ke dalem, ya,” pinta Ibu.
“Iya, Bu,” jawabku.
“Iya, Bi. Hvala,[1]” jawab Muhamed.