Antara Darah Dan Hati 2 Seri 1

Fahlevi Anggara Fajrin
Chapter #11

Chapter 2 Bagian 4 "Verdediger"

Sofia memperhatikanku membuat meme sindiran untuk Perdana Menteri Willem van Huizen. Terkadang, dia memberiku ide atau saran tambahan agar sindiranku lebih menusuk.

Meneer, yang itu ganti kalimatnya, masih kurang. Seharusnya, ketika orang Indonesia dan Muslim datang imigrasi ke Belanda, reaksi Willem van Huizen, chuckles, I’m in danger.”

“Ah, ya, itu lebih menusuk.”

Aku sempat mengira kalau orang dari kalangan bangsawan seperti dia tidak mau berteman dengan orang sepertiku yang campuran atau pribumi. Namun, setelah interaksi pertamaku dengannya di kampus, pandanganku berubah terhadapnya. Aku harus meminta maaf kepadanya nanti.

Aku melihat jam di layar laptopku, sudah satu jam sejak demonstrasi berjalan, tetapi Google Maps menunjukkan bahwa jalanan masih diblokade. Satu-satunya cara untuk cepat pulang hanya dengan menggunakan jalan pintas. Sayangnya, aku kehabisan snack untuk aku taburi nanti.

“Sial.”

“Kenapa, Rim?” tanya Muhamed.

Snack anjingnya abis.”

“Aku ada kok.”

“Eh?”

“Iya, aku beli sekitar tengah malam, sekalian beli cemilan buat dimakan pas nugas semalem.”

“Aku juga ada,” timpal Ilya.

“Alhamdulillah. Kalau gitu, kalian udah mau pulang atau masih mau di sini?”

“Aku mau pulang. Di berita, demonya udah mulai ricuh, enggak tau siapa yang provokasi,” jawab Muhamed.

“Paling polisi, kerjaannya schutterij, atau orang bayaran.”

“Ya udah, yuk, pulang aja, ngindarin keributan!” ajak Ilya.

Kami semua merapikan barang-barang, lalu beranjak berdiri, berjalan pergi menuju pintu gerbang kampus sebelum kami melihat ada yang tidak beres di depan gerbang kampus.

Telingaku mendengar suara ledakan senjata api secara berulang. Massa mahasiswa kampus yang memakai baju almamater dan seharusnya berada di depan Gedung Volksraad entah kenapa kembali berkumpul di sini, menghambur masuk ke dalam. Asap mulai bertebaran ke mana-mana. Aku masih berdiri, sedangkan Sofia, Muhamed, dan Ilya merunduk sambil menutupi hidung mereka.

“Karim, nunduk! Tutup hidungmu! Gas air mata!”

Lihat selengkapnya