Kami semua sudah berada di ruang sidang dengan keadaan siap secara mental dan barang bukti yang kami kumpulkan.
Hakim ketua masuk ke dalam. Seluruh hadirin sidang dipersilakan berdiri, membaca doa, kemudian duduk. Hakim pun membuka sesi sidang.
Hakim ketua bernama Erlangga Surya. Hakim anggota terdiri dari Yudhistira Wibawa, dan seorang Belanda bernama Hubert Jansen. Sementara itu, jaksa penuntut adalah kembaran dari temanku, Ludwig Engels. Temanku tidak ingin menghadapi saudaranya sendiri karena alasan pribadi, tetapi dia bersedia membantu jika memerlukan saran atau pencarian informasi seputar bagaimana cara menghadapi sidang yang akan kami laksanakan. Hakim ketua membuka agenda sidang hari ini.
“Agenda persidangan hari ini adalah pemeriksaan alat bukti. Selamat pagi, Saudara Terdakwa, apakah Saudara dalam keadaan sehat jasmani maupun rohani hari ini?” tanyanya kepada Karim.
“Iya, Yang Mulia.”
“Saudara Penuntut Umum, apakah Saudara sudah siap dengan alat bukti Saudara di dalam persidangan ini?”
“Saya telah siap dengan alat bukti saksi saya, Majelis. Di sini, saya akan menghadirkan dua belas orang saksi beserta beberapa alat bukti berupa video dan catatan medis hasil pemeriksaan fisik kedua pihak yang bersangkutan. Saya akan mengajukan saksi pertama, yaitu, Heer Vinno Deaderik de Graeff.”
“Saudara Terdakwa, silakan menempatkan diri di samping penasihat hukum Saudara.”
Karim mengikuti perintah ketua hakim pelaksana tanpa mengatakan sepatah kata pun dengan kepala yang tegak menghadap depan.
“Saudara Penuntut Umum, silakan menghadirkan saksi Heer Vinno de Graeff ke dalam ruang persidangan.”
“Heer Vinno, jika Anda berkenan?”
Dia berdiri dari kursinya, berjalan ke tengah ruang sidang dengan congkaknya.
“Dank u, meneer, en goede middag. Apakah Anda sehat hari ini?”
“Ya, seperti biasa.”
“Apakah Saudara bersedia memberikan kesaksian di atas sumpah atas dakwaan yang dijatuhkan pada terdakwa Karim Dawala Sokolovich?”
“Ya, Yang Mulia, saya bersedia.”
Ketua Hakim kemudian membacakan identitas Vinno lalu menyumpahnya, disaksikan oleh mereka yang hadir di sidang ini.
“Apakah Saudara mengenal terdakwa?”
“Iya, Yang Mulia.”
“Apakah Saudara memiliki hubungan kekerabatan, pertemanan, atau sejenisnya kepada terdakwa?”
“Hanya kenalan di kampus.”
“Apakah Saudara mengenal penuntut umum?”
“Tidak, Yang Mulia.”
“Apakah Saudara mengenal penasihat hukum?”
“Tidak.”
“Apakah Saudara mengenal kami, para hakim dan panitera, yang ada di sini?”
“Tidak.”
Segala prosesi yang isinya hanya untuk formalitas ini menyebalkan, padahal aku tahu ada kemungkinan kalau sejak awal sidang ini sudah dicurangi. Aku memperhatikan wajah hakim pendamping bernama Hubert beserta wajah Ludwig yang tersenyum sinis kepada kami berdua dan Karim.
“Saudara Saksi, silakan ke depan melihat bukti berupa video ini.”
Vinno maju ke depan dan melihat rekaman videonya.
“Apakah benar pemeran yang ada di dalam video ini adalah Anda?”
“Iya, benar, Yang Mulia.”
Seluruh hadirin sidang kaget dengan jawaban yang diutarakan oleh Vinno, tidak terkecuali aku. Orang ini gila. Permainan apa yang akan dia lakukan?