Antara Kamu dan Guru BK

Mustofa P
Chapter #7

Masa Lalu Bima: Alasan Benci Ibunya

Selasa, 06 Oktober. Bima blak-blakan menceritakan dirinya yang dulu. Beringas, pemarah, pendendam. Tapi tak nampak ia mudah tersulut. Nada-nada dari pertanyaan Argi saat podcast yang terkadang sensitif, tak membuatnya tersinggung. Kata-kata yang jujur mengalir begitu saja, larut dalam cerita tentang dirinya sendiri. Argi sekadar mendengarkan bagaimana pengalaman Bima di dunia hipnotis.

Kala itu, Vero dan Ilham menemaninya di ruang BK. Vero menjelaskan duduk perkara. Meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan kedua temannya itu. Bima kemudian meminta maaf kepada sang guru.

"Tolong, Pak. Bantu saya jadi anak yang baik." Pintanya, dengan nada putus asa. Kemungkinan besar rasa putus asa itu karena gagal menjamin keamanan teman-teman yang terciduk razia. Sisanya karena merasa dalam jiwanya ada sifat pendendam, terutama kepada orang yang lebih dewasa darinya. Melawan kepada guru dan ibunda.

"Seperti yang Pak Zaifan ketahui, susah sekali Bima berbuat baik terutama terhadap ibunya. Ingin sekali untuk membentak dan berlaku menyakiti baik dari lisan maupun tindakan. Tidak ada satu guru pun yang mempan nasihatnya. Betul-betul keras hatinya."

Pak Zaifan berbicara tenang, "Apa akhir-akhir ini Bima sering bermimpi hal yang sama?"

Bima mengangguk. "Hanya dia kali. Tadi malam yang kedua kalinya."

Dengan pikiran melayang menuju ingatan dalam mimpi, perbincangan sedang digiring. Sugesti Pak Zaifan mulai berproses. Tempo bicaranya diperlambat.

"Kamu akan menemukan jawaban dari kebingungan batin, beberapa menit kedepan. Apa Bima setuju, kita bersama-sama cari solusi?" Ujar sang guru. Bima hanya mengangguk pelan.

"Kamu tipe perencana yang luar biasa, Bim." Pujian sang guru melangit. Jarang ada yang memuji begitu. "Dan, kali ini kita rencanakan pribadi yang baru bersama."

Mendengar itu, Bima kian melunak. Mau tak mau ia setuju, sugesti sang guru. "Hiduplah dengan meninggalkan masa lalu. Dimulai beberapa menit kedepan."

Bima memejamkan mata. Mencoba mengiyakan, mengambil napas dan berusaha memaafkan ibunya meski berat hati. Bima rasa sudah saatnya melupakan masa lalu, dan mengosongkan hati dari rasa sakit dan dendam. Ingin ia mengisi dengan pribadi baik di masa depan. Dirinya telah siap menyongsongnya.

* * *

Lihat selengkapnya