Penghujung Desember adalah hari-hari yang ditunggu. Liburan panjang sampai tahun baru tiba. Rata-rata murid SMP Insan Utama memilih rebahan dengan android di rumah. Puas pastinya, ketika mencuri waktu dari pengawasan orang tuanya, tanpa dicurigai. Apalagi ketika ada kesempatan berkenalan atau menyapa lawan jenis yang sudah diincarnya. Walaupun hanya sekadar ngobrol di media sosial dengan doi. Senangnya minta ampun.
Selain bebas bermain HP itu, orang tua dengan senang hati pula mengajak jalan-jalan. Vero juga mengalami hal yang demikian. Keluarga mengajak jalan-jalan dan liburan ke rumah nenek, luar kota. Ujung destinasi dari perjalanan silaturahmi itu, mampir juga ke rumah Aqila. Ayah Vero bersahabat dengan Ayah Aqila sejak SMA, sampai serasa saudara. Ibunya juga, bersahabat dengan Ibu Aqila sejak kuliah. Sudah sejak kecil, Vero dan Aqila bersahabat. Sekolah Dasar yang sama, dan kini di SMP yang sama.
Tidak ada yang tahu, Vero dan Aqila memiliki ikatan yang lebih jauh lagi. Tak terlihat, karena hubungan sekadar terikat dalam hati. Perjanjian keduanya, ingin lulus dengan jumlah hafalan yang sama adalah suatu yang tak mudah digapai. Hingga liburan ini Vero masih 26 Juz, sedang Aqila satu juz didepannya. Tidak perlu jadi pengamat ulung, sudah terlihat Aqila mengendurkan kecepatan hafalan, sedang sahabatnya itu mengencangkan hafalannya.
Selama ini, Vero mengurangi waktu tidur. Ia gunakan pagi buta untuk menghafal. Sisanya untuk memanjatkan doa agar bisa menyamai level Aqila. Ia yakin tidak ada yang mustahil.
* * *
"Jeng, aku jadi mampir kerumahmu lho Jeng. Ini sekeluarga, sama Vero dan Adik Gibran." Kata Ibu Vero melalui telepon. Biasa disapa jeng Erna Rastuti.
"Wah senangnya, kedatangan tamu. Ini sekarang lagi dimana?"
"Ini kami perjalanan pulang dari rumah neneknya anak-anak. Paling mampir rumah dulu Jeng, bersih diri sama dandan-dandan dulu. Ini kita nyampai rumah jam lima pagi, perkiraan. Berarti ke rumah Jeng Sari agak siangan. Jam delapan ya."
"Oh iya, gak masalah Jeng. Eh gak usah masak lho di rumah, sarapan di sini saja," Ibu Aqila menutup lubang bicara telepon rumah karena mau sedikit teriak mengumumkan, "Ayah, Aqila! Kita jadi kedatangan tamu hari ini, jam delapan. Keluarganya Jeng Erna Rastuti."
"Jeng Sari, gak usah repot-repot ya. Kita cuma main kok." Ibu Vero mencoba menolak sarapan dengan sopan.
"Oh enggak, ya kayak biasanya lah. Masak makan-makan merepotkan. Iya sudah. Ditunggu ya Jeng. Hati-hati di jalan, Assalamualaikum." Ibu Aqila menutup telepon. Melangkah cepat sambil jinjing kaki, tanda ia sedang girang. Ketemu sahabat rempong kuliah. Aqila pun tak kalah girang di kamarnya. Tidak ada yang tahu bagaimana kebahagiaan kedua remaja ini. Rindu itu muncul. Tak ada obrolan di sosial media, memang itulah prinsip keduanya.
Rindu di hati Vero tiba-tiba, pagi itu seperti tanah kering menantikan hujan. Menunggu subur kembali. Hatinya sebentar lagi basah setelah bertemu air hujannya. Karena itu, ia memakai baju terbaiknya. Berdandan rapi, lengkap dengan sepatu barunya. Baju kekinian. Berbeda dengan Vero yang terbiasa berpeci, berbusana muslim. Rambutnya hitam klimis rapi. Wajahnya mulus bersih, sengaja memakai sabun muka andalan supaya tampak cerah. Tak lupa ia memasukkan pencuci muka dan minyak rambutnya di dalam tas. Wangi tubuhnya semerbak, seakan sebotol parfum dibuat mandi. Sebetulnya rumah Aqila tidak terlalu jauh, masih terhitung beda satu kecamatan. Cuma karena dibuat destinasi wisata pamungkas, jadinya rumah Aqila yang terakhir dituju saat liburan.
Aqila tak kalah persiapan. Ia pun memakai baju terbaiknya, baju yang belum pernah Vero lihat. Kerudung besar menutup badan hingga perut bagian atas. Ia tidak bersolek saja sudah cantik. Hanya sedikit bedak memoles mukanya, supaya terlihat segar. Bedak yang senada kulit wajahnya. Pandai pula memberi rona merah pada pipi. Alisnya sudah rapi, hanya ditebali sedikit. Lama sekali Aqila berada di kaca. Sejam kira-kira dia berdiri depan cermin. Senyum-senyum sendiri. Lama sekali, dibuangnya waktu demi merias dan mematut diri. Ah, memang pecinta suka membuang waktu di depan cermin.
Terdengar suara deruman mobil. Ia hafal itu suara mobil keluarga Vero. Baru turun dari mobil, duo ibu-ibu sudah tegur sapa begitu hebohnya.
"Assalamualaikum, Jeng Sari!" "Waalaikumussalam Jeng, duh ya Allah tambah langsing saja nih," dan perbincangan remeh-temeh yang lain. Belum masuk ke ruang tamu, sudah seheboh itu. Apalagi sampai duduk di sofa. Pasti gelak tawa mampir ke penjuru ruangan.
Kalau bapak-bapak menyapa sekadarnya. Dua kakak Aqila, baik yang laki maupun perempuan tidak luput ikut meramaikan kehebohan ibunya. Aqila yang agak canggung, ingin melepas tawanya pula. Ibu Vero lalu peka, akan baju yang dikenakan Aqila.
Ibu Vero berdeham, senyumnya tertuju pada sahabat Vero itu. "Aqila sekarang tambah gede ya, dandanan rapi. Anggun lho, pakai baju ini." Pujinya.
"Terimakasih, Tante." Jawab Aqila singkat, sambil melirik kearah Vero. Vero mengacungkan jempol, tak ada yang lihat selain dirinya. Dalam percakapan itu, Vero berusaha lepas dalam tawa. Sesekali memandang wajah Aqila. Kalau Aqila hendak membalas pandangan, Vero memalingkan mukanya pura-pura ikut nimbrung bercanda dengan yang lain.
"Jeng Erna ayo sarapan dulu. Soalnya sudah disiapkan makanan kesukaan Jeng Erna."
"Iya, Jeng. Aku tahu pasti dimasakin yang spesial."
Ibu Aqila memberikan isyarat dengan senyum, alis terangkat dan putaran bola mata kepada anak-anaknya. Meminta anak-anaknya menyiapkan hidangan dan segera beranjak menuju dapur. "Kita makannya lesehan saya ya Jeng, lebih enak. Nostalgia zaman kuliah dulu."
* * *
Ruang keluarga, tempat karaoke dan nonton TV disulapnya menjadi tempat makan lesehan. Tikar digelar. Ruangan itu menghabiskan dua tikar. Bakul penuh nasi menggunung ditaruhnya oleh anak-anak Jeng Sari di tengah tikar. Sebanyak dua bakul. Lauknya ada ikan. Ikan gurami bakar dibumbui resep keluarga, dipadu dedaunan selada, sayuran kemangi dan lembaran kubis. Ada pula irisan mentimun. Sambal lalapan tertata menggunakan beberapa cobek mini seukuran lepek. Ada dua talam gurami untuk keluarga jeng Erna, dan talam lain untuk keluarga jeng Sari sendiri. Ada pula tempe penyet, tempe goreng krispi dan minumannya disuguhkan jeruk hangat gelas panjang 400 ml. Lalapan begini, enaknya nasi dan lauk pauk dilumat jari. Disediakanlah mangkuk pembersih tangan, tak lupa sendok dan garpu bagi yang tidak suka makan pakai tangan.
"Ini makanannya enak sekali." Seru Ayah Vero.
"Ini masaknya cepat-cepatan lho pak. Ya dibantu tiga anak ini." Sahut Jeng Sari.