"Halo guys, inilah kisah Argi sebelum menjadi pembawa acara." Sapa Faren, bercanda. Membuka acara lebih dulu ketimbang Argi. Kamera juga tertuju kepadanya.
Argi mengikuti permainan ganti peran itu. "Begini teman-teman." Katanya menghadap kamera. "Kami menghadirkan bintang tamu yang ingin merasakan jadi host, okelah. Kami kasih. Berdasarkan komentar teman-teman di video sebelumnya, agar episode Antara Kamu dan Guru BK diperpanjang, maka tim kami menyetujuinya. Tapi harus penuji janjinya ya karena syaratnya mudah. Ajak teman-temanmu yang lain untuk berlangganan, tonton dan klik tombol jempol untuk menyukai. Dan episode kali ini sesuai permintaan teman-teman, ingin tahu pengalaman host dengan guru BK. Untuk itu, Faren saya undang agar menceritakan kisah saya."
"Kisah yang mana nih?" Faren langsung menyahut. "Soal telat dan terpaksa aku bohong buat alasan agar kamu gak dihukum?"
Argi menyeringai, sambil menggelengkan kepalanya. "Wah, langsung buka aib nih, Faren. Waduh. Salah undang narasumber kayaknya." Keduanya saling tertawa. "Sebetulnya, yang ingin saya tahu sudut pandangnya Faren ketika akhirnya saya pindah ke ekskul jurnalis."
Faren bersedia. Memulai ceritanya dari Kayuhan sepeda dan keluhan Argi di pagi hari. Di persimpangan jalan, keduanya berpisah.
* * *
Argi menuju sekolah bersama Faren. Setumpuk pikiran pagi hari sedang merundungnya. Pada umumnya, barang siapa yang bersepeda pagi-pagi, akan terasa segar pikiran. Sebab udaranya masih sejuk. Polusi udara belum mengeruhkan udara jalanan. Kayuhan yang biasanya menyenangkan suasana hati, tidaklah demikian yang dirasakannya. Malah Argi heran dengan sikap Faren yang santai saja. Tidak serumit pemikirannya dalam menghadapi persoalan hidup.
Pasalnya, sebelum berangkat menuju sekolah, Argi bertengkar dengan ibunya. Sering memang adu mulut, tak hanya pagi ini. Itulah kenapa akhir-akhir ini ia tak betah di rumah. Inginnya jadi santri pondokan. Daripada pergi pagi pulang senja seperti Faren dan dirinya sekarang. Belum lagi tuntutan mengikuti bimbingan olimpiade matematika, bagi anggota ekskul sains. Pulangnya bahkan bisa lampaui senja, pastinya.
Kadang saat pulang, senja yang tak terganggu hujan dan bertebaran awan bersemburat jingga, tapi Argi abai akan keindahan senja. Tidak dengan Faren, sahabatnya yang terkagum-kagum indahnya. Berangkat sekolah Faren mengayuh dengan rona wajah segar, sedang pulangnya pun mengistirahatkan pikirannya dengan menikmati senja.
* * *
Pagi itu, pikiran Argi mengingat-ingat bagaimana Faren selalu berangkat dan pulang dengan wajah yang riang. Sehingga dicobanya menikmati hal yang sama pagi itu. Dihirupnya udara pagi yang lumayan dingin. Sensasi segar melegakan pernapasan baginya, hanya sesaat. Perasaan gusar dan kesal mengeringkan dadanya. Sambil mengayuh, Argi bertanya kepada Faren.
"Kamu gak bosan apa, pergi pagi pulang petang?"
"Hah, bosan? Kenapa harus bosan? Kan, ada pilihan lain selain bosan. Senang misalnya. Seharusnya kita bersyukur, seharian tidak di rumah terus." Faren menyeringai. Optimistiknya muncul.
"Aku masih ada les privat kalau malam. Habis itu tidur. Mana bisa syukur," Keluh Argi.
"Percuma mengeluh, jika keinginanmu mondok tidak dipenuhi orang tua. Kan kalau kamu mondok, gak berteman aku lagi?" Faren mengatakannya dengan nada bercanda.