Antara Kamu dan Guru BK

Mustofa P
Chapter #10

Wira Hampir Putus Sekolah: Guru BK Bagai Malaikat

Sekali dua kali, pak Satpam memaklumi keterlambatan Argi dan Wira. Paling hanya ditanya, "Kenapa terlambat?" Lalu Argi dan Wira mencium tangan pak Satpam. Tanpa menjawab pertanyaan itu. Tentu pak satpam tersentuh sopan santunnya. Setelah tiga kali telat, pak satpam pun meradang. Menegaskan suaranya, agar kapok mereka. Tampaknya, hanya takut sesaat saja adanya. Biasanya pak satpam diam saja, hanya mencatat yang telat. Kali ini mereka dituntun langsung ke ruang kesiswaan. Ketiganya berjalan, menemui pak Harto bagian kesiswaan. Pak satpam bersungut-sungut menggiring mereka seperti polisi menggiring tersangka. Pak Harto menjawab salam, ia memerhatikan siapa yang dibawa pak Satpam.

"Lagi-lagi Wira, Argi." Pak Harto menggeleng, berkeluh kesah. Mengeluhkan kebiasaan baru mereka. Pak satpam mengangguk tanda pamit sopan khasnya. Pak Harto membalas anggukannya. Sembari membenahi posisi kacamata ia bertanya, "Wali kelas sudah menasihatimu belum?

Mereka hanya mengangguk. Keduanya juga tak banyak bicara ketika bertemu wali kelas. Wali kelas sudah seoptimal mungkin menjadi konselor yang mengayomi mereka. Hasilnya nihil. Kurang menggali informasi yang sebetulnya sedang mereka alami.

"Ada apa sih dengan kalian sebenarnya?" Heran sekali pak Harto dengan mereka. Keningnya mengernyit. Gurat-gurat kening tampak sekali, tanda umum untuk yang usianya tak lagi muda. Alisnya hampir menyatu, berusaha menerka kenapa cuma dua siswa ini yang telatnya bersamaan. Padahal ketika ditanya, bukan karena korban bully. Mereka tidak pernah jadi korban perundungan. Pertanyaan pak Harto tanpa jawaban, keduanya bergeming dengan sama-sama menundukkan muka.

"Ya sudah, silakan duduk. Duduk disini dulu!" Perintahnya untuk berdiam diri di ruangannya.

"Kalau begitu, sudah waktunya saya menitipkan kalian berdua ke guru BK. Jika setelah dinasihati pak Zaifan besoknya masih telat juga, bersiaplah orang tua dipanggil, biar sekolah menyampaikan bahwa kalian sengaja melanggar aturan. Tetap masuk, tapi tidak mengikuti pelajaran, plus bersihkan masjid dan tempat umum lainnya, menemani petugas kebersihan."

Bel pelajaran pertama berbunyi. "Aduh, bel pelajaran dimulai. Ada orangnya apa tidak ya?" Gumam pak Harto ketika melihat arlojinya. "Tunggu dulu disini, bapak mau menemui guru BK dahulu."

* * *

"Pak Zaifan, tunggu sebentar pak." Sapa pak Harto dari belakang. Pak Zaifan hendak menutup pintu ruangan. Ia menoleh kebelakang, arah sumber suara. Pak Harto memerhatikan dirinya, sedang membawa map berisikan bahan ajar. Kemudian bertanya basa-basi, "Ada jam mengajar?"

"Iya pak, ini kelas sembilan. Materi tentang pengarahan SMA yang akan dituju. Serta persiapan apa saja yang diperlukan."

Pak Harto memegang pundaknya. Seraya berkata, "Begini pak, saya meminta bantuannya. Minta tolong cari tahu kenapa dua anak di ruangan saya, akhir-akhir ini sering terlambat. Tidak tahu apa alasannya. Apa korban bully atau tidak."

"Siapa pak, kalau boleh tahu?"

"Wira dan Argi." Pak Harto menerangkan apa yang sebelumnya sekolah lakukan. "Pak Maftuh, selaku wali kelas sudah tahu keterlambatan mereka. Bahkan kedua muridnya sudah dikonselingi oleh beliau. Orang tuanya menyerahkan hal ini kepada sekolah."

Pak Zaifan tampak ragu-ragu. Pak Harto mengerti apa yang diragukan. "Tenang, nanti saya yang memintakan izin tidak mengajar kepada kurikulum."

Mendengar hal itu, sang guru BK menyetujui. "Baik. Saya usahakan cari tahu penyebab mereka terlambat. Nanti saya tuliskan laporan tentang alasan terlambatnya mereka. Boleh minta salinan keterlambatan mereka sebelumnya Pak?"

Pak Harto tersenyum lega disertai anggukan, bahwa ada salinan catatan keterlambatan di meja kantornya. Ia kembali ke ruangannya, hendak mengambil salinan catatan kemarin dan menyalin yang baru. "Saya sudah menitipkan kalian kepada guru BK." Ujar pak Harto menyapa keduanya.

Lihat selengkapnya