Ruang kepala sekolah berada di dalam gedung kampus putri. Jika kesana, dari pintu gerbang maka lurus saja. Ruang pertama sebelah kiri adalah ruang kepala sekolah. Setelah masuk ruangan, ada kursi disediakan untuk tamu. Sofa panjang disana saling berhadapan kiri-kanan, terpisah meja. Dua Sofa kecil ada di dua sisi lebar meja itu. Siang itu, rapat kecil digelar.
Sebagai pembuka, Bu Happy memulai diskusi. Panjang lebar ia memaparkan, sampai kepada, "Begitulah masalah di sekolah kita yang semakin menjamur. Kami selaku guru BK izin meminta bantuan atas pelimpahan kasus-kasus tersebut. Saran saya, janganlah hanya guru BK saja yang mengemban amanah, hingga seakan timpang sebelah. Disisi lain BK berupaya mengangkat potensi murid, sisi lainnya terbebani permasalahan anak. Seakan yang lain ingin menghindari agar tak terlibat. Namun banyak yang mendekte kesalahan BK jika memang kami melakukan kekeliruan. Guru BK adalah teman bagi murid. Visi sekolah demikian. Bukan seperti polisi yang suka menginterogasi kriminal."
"Citra kami sebagai sahabat siswa mulai meredup." Tukas pak Zaifan yang duduk di sebelah Bu Happy, sedang sofa panjang itu dibiarkan kosong bagian tengahnya. Posisinya berseberangan dengan tiga wakil kepala sekolah. Kepala sekolah berada di antara kedua sofa panjang, duduk di sofa kecil yang menghadap kearah pintu masuk.
"Semua guru sudah mengetahui desas-desus itu. Menjamurnya virus merah jambu. Kita setuju, menanggapi argumentasi Bu Happy ini bahwa sekolah kita yang mana kesiswaan, guru BK dan wali kelas atau semua jajaran guru, seakan tidak peduli dengan percintaan muridnya. Padahal sekolah disini mahal, kata wali murid. Sekolah disini dengan harapan kita memiliki perhatian lebih kepada siswanya. Memberikan mereka bimbingan yang tepat. Sedangkan efek jera, setahu saya hanya satu siswa yang diturunkan jabatannya karena pacaran padahal kesiswaan dan kurikulum tahu, lebih banyak siswa yang terlibat."
***
Argi mulai meraba-raba kejadian yang telah lalu. Ternyata dapat diketahui dari rekaan Bima soal guru-guru kewalahan, menandakan Bima tahu bahwa ini akan terjadi. "Begini Kak. Mendengar rekaan kakak bagaimana guru kewalahan menuntaskan kasus pacaran, berarti kakak tahu apa yang sedang terjadi?"
"Entah aku merasa, guru-guru membahasnya kurang lebih demikian kayaknya. Sekolah risau citranya tercoreng segala macam. Semula aman-aman saja, orang tua berbondong-bondong sekolahin anaknya disitu. Berharap hasilnya bagus, orientasi hidupnya tidak melulu soal cinta, agar lebih kreatif dan pokoknya segala macam harapan orang tua yang kita ketahui. Tahu-tahu, dengar isu muridnya mementingkan pacaran ketimbang eksplor bakat minatnya. Ingat gak sih kasus ketua jurnalis waktu itu? Dicopot jabatannya gara-gara ketahuan ayahnya saat mereka boncengan."