Antara Kamu dan Guru BK

Mustofa P
Chapter #15

Perasaan dan Pengalaman Argi Usai Pindah Ekskul

"Teman-teman, hari ini narasumber tiba-tiba berhalangan hadir. Tapi sudah terlanjur berjanji, untuk hari ini aku akan menceritakan tentang sosok yang membantu saya pindah ekskul. Jadi selain Faren ada alumni seperti Kak Vero dan satu alumni lagi yakni mbak Amanda. Nah, yang sedang diundang kali ini mbak Amanda, tapi dia bisanya besok datangnya. Sesuai permintaan teman-teman jurnalis, saya harus mengoceh sendiri di depan kamera, dengan kursi kosong di depan. Oke, tidak apa-apa, aku wawancarai diri sendiri. By the way, terimakasih atas kunjungan teman-teman di kanal ini. Sekarang viewers episode pertama mencapai sejuta. Berkat kepercayaan teman-teman, episode 'Antara Kamu dan Guru BK' berkembang menjadi lebih dari lima episode."

"Baiklah, langsung saja saya ceritakan bagaimana peran Mbak Amanda dalam peralihan saya si anak sains, menuju anak jurnalis."

***

"Itu kan kayak katanya orang MLM? Itu lho, Multi Level Marketing. Jika keras pada hidup, maka hidup melunak pada kita." Dugaan Faren setelah mendengar kata-kata dari Argi. Mereka sedang duduk di kursi kantin. Sambil menikmati minuman dan camilan. 

"Pokoknya gitu deh. Yang aku tahu, kata-kata mas Vero itu menghujam disini," Argi menunjuk jantung. "Se-alim dia, dia bilang banyak maksiat karena cinta. Menghafal quran karena tergerak orang yang dicintainya. Tapi kalau dia lemah, hidup yang akan keras kepadanya."

Suasana kantin hiruk pikuk pembeli lainnya. Sembari menyeruput, kembali menikmati minuman ringan dan camilan, tak lama Faren teringat sesuatu. "Oh iya, kamu jadi hengkang dari kelompok sains yang aku pimpin, kan? Jadi masuk ekskul jurnalis?"

"Iya, Ren. Aku bersyukur orangtuaku membolehkan aku untuk masuk jurnalis."

"Hebat benar pak Zaifan bisa meyakinkan keluargamu."

"Mungkin sudah saatnya aku menunjukkan prestasiku di tempat yang kumau."

"Iya, aku dan Kak Vero tim lamamu ini dukung terus. Dukung tim sains yang kupimpin ya, Gi. Ada anak baru penggantimu. Kabarnya anak pindahan dari Gontor. Oh iya, ada lomba cipta puisi. Jika kamu ingin sukses. Aku dapat pengumuman lewat japri. Dapat dari Amanda. Bagi anggota jurnalis, diharapkan pernah menang atau sekadar mengikuti lomba literasi. Boleh pidato, puisi, cerpen bahkan novel."

"Aku tak punya satu pun prestasi."

"Maka wujudkan prestasimu. Memangnya kamu tidak lihat, ada lomba puisi di mading? Cipta puisi bertema tentang harapan? Coba minta bantuan Pak Zaifan. Pak Zaifan kan pernah menang lomba cipta puisi nasional tahun lalu. Lomba kali ini tingkat kabupaten, kamu bisa juara."

"Oh gitu ya, Ren. Gimana bilangnya? Memang kamu sudah pernah minta tolong ke pak Zaifan?"

"Begini dah," Faren menyeruput minuman teh di gelas plastik itu. "Coba minta tolong mbak Amanda, belajar cara bikin puisi yang menarik. Mbak Amanda jenius soal sastra."

* * *

Seakan Faren baru saja menekan dan menyalakan tombol lampu di otaknya. Argi tercerahkan. Faren dan Argi segera mengakhiri makan-makannya menuju ke kelas.

Sepanjang pelajaran, Argi melamun akan prestasinya. Pikirannya mengembara ke ruang BK. Merayu pak Zaifan agar bersedia mengajarinya, melatih cipta puisi. Puisi yang tak main-main. Semisal sang guru menolaknya, masih ada satu siswi yang dimintai tolong.

Lihat selengkapnya