Suara bising mesin produksi yang memekakkan telinga bercampur dengan riuh rendah obrolan para pekerja menciptakan simfoni industrial yang menghentak setiap harinya. Di tengah hiruk pikuk Pabrik Makanan yang tak pernah benar-benar istirahat itu, seorang pemuda tampak bersandar lesu di tembok yang bergetar halus. Di sela jari-jarinya terselip sebatang rokok yang asapnya hanya sesekali ia hisap, lebih sebagai penenang saraf daripada candu yang mendarah daging.
Dialah Diki, pemuda desa yang setiap pagi harus menempuh perjalanan berliku demi mencari rezeki di kota yang tak pernah tidur ini. Sejak bergabung dengan pabrik ini, Diki dikenal sebagai sosok yang pendiam namun menyimpan sisi konyol yang seringkali mencairkan suasana di antara rekan kerjanya. Namun, di balik фасаnya yang kadang jenaka, tersimpan sebuah luka lama yang seringkali menyeretnya ke dalam lamunan panjang.
"Hei, Bro! Ada apa melamun terus? Nanti kesambet mesin lho!" Suara Doni, rekan kerjanya yang sedang bersusah payah membersihkan noda oli di salah satu mesin, membuyarkan lamunan Diki.
Diki tersentak kecil, menarik kembali rokoknya dari bibir dan menjawab singkat, "Ngantuk, Don."
Doni menghentikan pekerjaannya sejenak, menatap Diki dengan tatapan prihatin. "Kalau ada masalah, cerita saja sama aku. Jangan dipendam sendiri, nggak baik."
Diki menggeleng pelan, menghela napas samar. "Nggak, Don. Biar kurasakan sendiri saja. Ini urusan pribadi."