Antara Rasa

Keefe R.D
Chapter #1

Bab 1. Kematian Malang

Bisikan angin pelan di antara celah ruang udara bergemuruh bersama kicauan burung-burung parkit kecil yang ikut menyaksikan hari malang yang tak pernah terduga itu.

Di sisi yang lain, seorang laki-laki jangkung berkulit putih itu masih terus berdiri di belakang mobil-mobil yang terparkir parallel di sebrang restoran. Ia termenung beberapa saat sambil menatap pada keramaian orang-orang yang mulai berkumpul di tengah jalanan aspal. Matanya mulai bergerak mengamati satu per satu pejalan kaki yang saling berteriak ricuh sendiri.

Saking herannya mengapa semua orang tampak begitu mendadak heboh, akhirnya ia mulai ikut berjalan mendekati mereka di sana. Beberapa di antara orang-orang itu masih terus membungkuk memandangi tubuh kurus seseorang yang terbaring tak bergerak bagai mayat di tengah jalanan.

Ia masih terus berusaha menerobos di antara celah para pengintip di situ. Ia ingin segera melihat wajah dari sang korban yang malang itu.

Saat ia mencoba ikut mengintip, tiba-tiba saja ia merasakan hawa dingin melintas pada tengkuk lehernya. Entah mengapa, namun ada rasa yang membuatnya ingin mual.

Sang korban yang malang itu tampaknya mengalami cedera parah pada bagian kepalanya. Bau darah segar tercium pekat di udara. Matanya lalu menatap pada sisa cairan lekat berwarna merah tua bercucuran di atas jalanan aspal.

Beberapa orang di sekitarnya saling berceletuk sendiri sambil menyaksikan sang korban masih berbaring malang di sana.

“Kasihan ya, masih muda loh padahal anak ini,” ucap seorang ibu-ibu paruh baya.

Dan temannya ikut menyahut rumpi, “Kalau si Tampan ini masih hidup, sudah pasti bakal aku jadikan dia menantuku.”

Namun suasana semakin meneganggkan saat beberapa anggota petugas kepolisian datang membubarkan mereka semua. Dan pada saat itulah, rasanya ia mulai keringat dingin sendiri. Entah mengapa, namun firasatnya mengatakan ada yang tidak beres dari kejadian ini.

Ia kembali fokus menatap pada ujung sepatu pantofel hitam milik sang korban, lalu berlahan, matanya menjelajah pada celana denim jeans yang tampak familier itu.

Lalu dengan pelan, ia bergumam heran, “Kok ada yang aneh yah? Ada apaan sih?”

Semakin matanya bergerilya memandang pada bagian baju yang dikenakan oleh korban, rasanya kini ia mulai lupa bagaimana cara untuk bernafas. Rasa sesak menghantamnya.

Lalu dengan berhati-hati, ia mengintip sejenak pada blazer hitam dan kaos putih yang membalut tubuhnya itu. Lalu ia kembali menatap pada baju korban yang ternyata sama persis dengan yang sedang dipakainya.

Lantas ia menatap nanar pada tubuh korban yang tak bergerak itu sedari tadi dan kembali bergumam, “Enggak mungkin. Ini enggak mungkin terjadi…”

Dan benar saja seperti firasat buruknya yang sudah terngiang sejak awal, saat orang-orang itu mulai memberi tempat bagi beberapa polisi untuk memeriksa tubuh korban, seketika itu juga matanya langsung melotot kaget mendapati sosok dirinya sendiri yang ternyata terbaring di situ.

Lihat selengkapnya