Senja, Fajar, dan Mega

Yeni Rahmawati
Chapter #1

#1 SENJA MAHARANI

Angin berembus pelan menerpa wajahku yang kini tengah duduk di danau, tempat kesukaanku. Sudah pukul 5 sore hari. Matahari samar-samar menampakkan sinarnya, namun aku masih enggan beranjak dari tempat dudukku.

Kutatap danau didepanku yang airnya jernih. Mendadak lidahku kelu. Aku kembali mengenang masa lalu. Masa lalu yang membuat hatiku pilu.

Sungguh, aku sudah benar-benar berubah. Jauh dari kata yang dulu. Bukan berubah menjadi yang lebih baik. Bukan. Tapi berubah menjadi yang lebih buruk. Aku semakin tersesat. Kehilangan arah dan petunjuk. Kebahagian seolah direnggut paksa dari dalam hidupku. Aku hancur. Aku rusak. Aku remuk. Bahkan untuk sekadar mengeluarkan air matapun aku tak bisa. Ya, hatiku sudah bener-benar beku sekarang.

Tak pernah ada seseorang yang mengerti benar akan diriku. Di sekolah, aku bahkan tidak akrab dengan siapapun. Aku tidak suka bergaul, terlebih lagi bersosialisasi. Aku terlalu misterius untuk mereka kenali. Lagi pula, siapa yang mau berteman dengan orang sepertiku? Gadis pemabuk, perokok, brandalan, pembuat onar, tukang bolos, sering kena drop out dari sekolah, dan masih banyak lagi masalah yang selalu ku buat dalam kehidupan ini.

Entahlah, apa gunanya teman di hidupku? Mereka datang dan pergi. Tidak ada yang spesial dari yang namanya teman. Atau apa namanya itu? Sahabat sejati? Shit!! Omong kosong!! Sahabat sejati itu tak pernah ada. Yang ada hanya orang-orang yang mementingkan diri sendiri. Memanfaatkan orang lain, demi kepentingannya. Setidaknya, itu menurut pendapatku.

Aku melirik jam di tangan kiriku. Segera, ku hapus air mata yang mengalir di kedua pipiku, lalu beranjak pergi meninggalkan danau. 

Aku sampai dirumahku saat mendengar suara adu mulut kedua orang tuaku. Ya, aku bukanlah seorang gadis manja yang mendapat kebahagiaan dan kasih sayang oleh orang tua pada umumnya. Meski kedua orang tuaku kaya raya, tapi mereka tidak pernah memperhatikanku. Mereka sibuk dengan dunianya masing-masing.

"Pokoknya aku gak mau tahu lagi, aku minta cerai. Titik. Aku udah gak sanggup hidup kayak gini terus!"

"Bilang aja kamu mau nikah sama selingkuhan kamu itu kan? Hah?"

"Aku? Selingkuh? Omong kosong! Jangan memutar balikkan fakta!"

"Fakta jika kau yang berselingkuh?"

"Kau yang berselingkuh baj*ngan! Aku bahkan memergokimu sedang tidur bersama wanita j*lang itu!"

Plakk!!

Satu tamparan mendarat tepat di pipi kiri mamaku. Mama lantas memegang pipinya yang terkena tamparan tadi dengan mata berkaca-kaca.

Sudah kesekian kalinya, aku melihat orang tuaku seperti ini. Mama selalu saja menuduh papa berselingkuh. Tuduhan? Entah itu hanya tuduhan atau papa memang melakukannya aku tak tahu. Yang aku tahu hanyalah mereka yang egois. Mementingkan diri sendiri dan selalu sibuk dengan alasan pekerjaan.

Aku memilih berjalan melewati mereka begitu saja. Tanpa menyapa atau bahkan melirik mereka. Katakanlah jika aku ini anak yang tidak memiliki adab. Tapi, apa gunanya menyapa mereka? Bahkan mereka tidak pernah memperhatikanku. Aku ragu, apa mereka masih pantas disebut sebagai orang tuaku?

"Kenapa baru pulang?" Perkataan ayahku yang bernama Yuda itu sontak menghentikan langkah kakiku. Aku berbalik menatapnya dengan raut wajah dipenuhi emosi.

"Bukan urusan Anda!" jawabku sambil menatapnya tajam.

"Oh, bagus sekali! Jadi begitu cara bicara dengan orang tua?"

Aku tidak mempedulikan celotehannya dan memilih meneruskan langkahku menuju kamar. 

Lihat selengkapnya