Namaku Bram. Lengkapnya Bramantyo Nugroho. Umur empat puluh tahun. Pekerjaan sebagai Regional Sales Manager untuk wilayah Jawa Timur dan sekitarnya pada sebuah perusahaan multinasional yang bergerak di bidang farmasi. Status bujangan, dalam artian belum pernah menikah dan tidak punya niat untuk menikah. Meskipun status masih bujangan, tapi aku sudah cukup berpengalaman kalau soal hubungan dengan perempuan.
Ah, pasti kalian bingung kenapa aku langsung menyinggung soal berhubungan dengan perempuan. Bukan untuk gagah-gagahan. Karena aku bisa menduga, begitu tahu kebiasaan dan kesenanganku main perempuan, kalian pasti akan menghujatku habis-habisan, atau memaki-maki dengan sepenuh hati. Walaupun semua orang juga tahu, di luar sana, banyak sekali laki-laki yang menjalani kebiasaan serupa. Hanya saja kita tidak saling tahu atau kenal saja.
Kalau sejak awal aku sengaja menyebutkan kebiasaanku yang mungkin dianggap kurang ajar, bukannya tanpa alasan. Semua kisah ini berawal dari sana. Sebuah titik awal yang membawaku terhanyut dalam lelakon hidup yang tak pernah kuduga; sangat mengejutkan dan mengoyak rasa nyaman.
Baiklah, akan kulanjutkan perkenalan yang sempat terhenti tadi.
Kebiasaan main perempuan sudah mulai kulakukan ketika berumur sekitar duapuluhan, saat masih duduk di semester lima fakultas ekonomi di sebuah universitas swasta yang cukup terkenal di Surabaya. Sebenarnya, aku juga tidak ingat pasti kapan hari, tanggal, dan bulannya. Aku bahkan tidak bisa mengingat nama maupun wajah perempuan yang pertama kali mengenalkanku pada kenikmatan ragawi, yang disebut banyak orang sebagai surga dunia.
Dalam hal mengingat perempuan, aku memang sangat payah. Karena tak satu pun dari sekian banyak perempuan yang pernah bersamaku, tak bisa kuingat dengan jelas wajahnya, apalagi namanya. Terlalu banyak perempuan. Aku sendiri juga tidak begitu peduli pada nama-nama mereka.
Untuk apa mengingat sebuah nama?
Toh, aku menjalin hubungan yang rata-rata singkat. Paling lama satu sampai tiga bulan. Aku tak mau repot mengingat satu per satu nama mereka. Yang penting buatku adalah servis yang sesuai dengan harga yang harus kubayar. Seperti hukum jual beli dalam sebuah perdagangan, antara produsen dan konsumen harus sama-sama mendapat keuntungan. Juga kepuasan. Ini bisa juga dibilang semacam hubungan simbiosis mutulialisme, hubungan yang saling menguntungkan. Mereka butuh uang dan aku butuh kenikmatan.
Di zaman yang disebut-sebut sudah masuk akhir zaman ini, kurasa banyak laki-laki yang mengambil sikap sama sepertiku. Baik yang terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi.
Terserah.
Bukankah setiap manusia berhak memilih jalan hidupnya masing-masing?
Menurutku, di dunia ini, perempuan adalah wujud keindahan dan kenikmatan surgawi. Dan aku hanyalah seorang laki-laki yang tidak mau melewatkan semua keindahan dan kenikmatan itu berlalu di depan mata tanpa arti.
Itu saja.