Keluhan dan sumpah serapah terdengar. Namaku berkali-kali disebut dengan cara yang tidak menyenangkan hati. Berlarut-larut aku tercekat dengan rasa pedih, menahan tusukan dari ribuan kata lautan manusia. Sesak, rasanya aku ingin teriak meminta pertolongan, tetapi gapaian tanganku sulit menggapai. Aku perlahan-lahan mengatur nafasku yang tidak karuan, perlahan-lahan, mencoba berangsur membaik.
Decihan dan kesal masih terasa bising di telinga. Aku berusaha bertahan dengan rasa tak acuh. Aku mencoba abai. Hanya saja hatiku terlalu lembut dan rasa was-was mulai menggerogotiku. Apakah aku sebegitu tidak menyenangkannya untuk orang banyak? Apa kamu juga tidak menyukaiku?
Rasa tidak suka akan diriku mulai muncul. Kata-kata jelek mulai menggerogoti dari dalam diriku. Harusnya aku bisa menjadi pribadi yang menyenangkan, bukannya tidak menyenangkan seperti bisikan-bisikan mereka. Aku mulai menutup kupingku.
Sayup-sayup suara dua orang yang bercengkerama menyapa indera pendengaranku. Kusingkirkan tanganku sejenak dari telingaku. Tipis-tipis kucoba menangkap percakapan yang jauh itu.
“Terlalu pagi untuk menekuk wajah.”
“Baru saja kita memasuki awal minggu, jangan menggangguku.”
“Jangan judes begitu dong, coba mana senyum manisnya.”
“Diam atau aku tusuk dengan pulpenku?”
“Hahahaha gemesin banget sih.”