ANTHOLOGY

velaaa
Chapter #3

sedikit cerita tentang kita

Sebuah deru langkah yang dibawa mengendap dan sembunyi-sembunyi terdengar kacau di tengah malam yang cukup tenang. Satu persatu langkah mereka bawa ke belakang gedung asrama militer agar tidak tertangkap karena keluar dari bilik kamar pada jam istirahat. Suara berbagai serangga dan angin malam tidak kalah berisik diabnding jantung para Tantama yang sedang menyelinap keluar.

"Hei.. cepatlah sedikit," kata salah satu pemuda yang berbadan paling tinggi dibanding enam orang plainnya, kepalanya menengok ke kanan pula kiri memeriksa situasi.

"Ghazam, apa sudah aman?" sebuah tanda isyarat dengan jari telunjuk dan ibu jara yang disatukan. Deangan terburu pemuda yang bernama Ghazam itu menghampiri para anggota timnya yang telah duduk melingkar.

"Mingggirlah sedikit, Ibrahim," kata Ghazam yang dengan sangat hebohnya menggeser temannya itu.

Ibrahim hanya berdecak karena malas adu mulut dengan Ghazam.

"Sudah baiklah, kita mulai ppembicaaran mengenai maslah yang terjadi selama kita ditugaskan. dimulai dari perundungan senior sampai salah paham antar kepala." Dayyan memulai diskusi yang sudah pasti akan berakhir cukup kacau jika diselesaikan dengan kekerasan.

"Dimulai dari Ibrahim yang melaporkan senior Djaja, atas alasan apa kamu lakukan? padahal itu tidak bersangkutan langsung pada kamu." lanjut Dayyan dan langsung memfokuskan pembahasan langsung pada yang bersangkutan tanpa basa-basi.

"Alasan, karena ini menyangkut mental seseorang, perundungan itu sudah sangat parah dari segi fisik ataupun verbal. Dan juga, seperti yang saya berikan tadi siang, kita ini tim dan sudah seharusnya saling melindungi. Apa dengan diam semuanya akan berjalan lebih baik?" Ibrahim menatap kearah enam orang yang mendengarkan penjelasannya tanpa mengintrupsi termasuk Mahawira yang menatapnya dengan tenang.

"Tidak, yang ada Senior Djaja akan semakin menggila. Pelaku akan terus mengintimidasi korban sampai rasa puasnya terpenuhi. Semakin lama ini didiamkan semakin gila yang akan dilakukan Djaja itu nantinya. Apa kalin tidak sadar, apa kamu tidak sadar Mahawira?"

"Semakin diam, semakin merasa berkuasa si pelaku perundungan. Mereka yang mengatas namakan Senioritas hanya untuk mencoba menvalidasi seberapa berpengaruh mereka. Semakin korban menerima perlakuan mereka semakin besar kepala mereka. Dan semuanya tidak akan berhenti sampai korban akhirnya menyerah."

Ibrahim terdiam sejenak lalu menghadap kearah Mahawira yang masih terdiam dalam bisingnya kepalanya, "Kalau begitu saya akan meminta maaf, karena tanpa seizin kamu telah mencampuri urusan pribadimu Mahawira, tapi sekali lagi saya sebutkan kita ini bergabung sebagai tim dan harus saling menjaga karena disini kita keluarga."

Mahawira mengangkat kepalanya, "Maaf juga karena telah begitu emosional, saya tidak berpikir panjang akan konsekuensi. Dan setelah mendengar penjelasan kamu, kamu benar dan saya akan berterimakasih sekarang."

"Apa ini? Apa ini berarti akhir dari permaslahan?" kata Pemuda dengan tubuh putih dan hidung yang sangat mancung itu, herannya selama pelatihan yang memakan banyak waktu di bawah sinar terik matahari tetap tidak berpengaruh pada kulit lelaki itu.

"Aku kira kita akan melerai perkelahian," lelaki yang benama Haikal itu tertawa kecil.

Lihat selengkapnya