ANTI AVATAR

Handi Yawan
Chapter #4

Bumi yang Kukenang

Beberapa hari telah lewat dan Kirani telah bertugas di sektornya sebagai supervisor bersama para supervisor lain dan para pekerja.

Kirani dan para insinyur lainnya mampu bekerja di dunia yang baru karena memang mereka telah mendapatkan pelatihan selama pendidikan akademi di bumi.


Saat itu tiba waktunya makan siang. Rani telah menyimpan peralatannya dan berdiri di atas sebuah hoverboard menuju kantin.

Di kantin ia bertemu dengan Irina, Maria, Tania, Hendra, dan Johanes yang telah datang lebih awal. Beberapa orang tentara tampak turut mengantre. Para tentara tidak membawa cetbang, kecuali pistol tersarung yang menggantung di pinggang masing-masing.

Setelah mencuci tangan mereka mengambil makanan yang disajikan secara prasmanan.

Dan beberapa kelompok telah duduk di meja besar menyantap makan siangnya.

Rani dan kawan-kawan telah menadah piring makanan dan minuman dalam tumbler.

Kelompok Kirani duduk di meja menyantap makanan sambil bersenda gurau. Tetapi tampak Kirani tidak menikmati makan siangnya.

Irina yang duduk di sebelah Kirani, memandangi Kirani yang lebih banyak diam saja sejak tadi.

Akhirnya Maria bertanya, “Ran ... ada apa?”

Rani tidak memberikan jawaban dan hanya memainkan sendok di atas piring yang masih penuh makanannya.

Melihat hal ini Irina menjadi penasaran, “Makanannya gak enak ya?”

Kirani tidak memberikan jawaban dan air mukanya terlihat sedih.


Irina memeluk Kirani. Teman-teman yang lain membiarkan dan tetap makan sambil melihat perkembangan.

“Jangan sedih dong, bujuk Irina, aku jadi ikut sedih.”

“Aku teringat orang tuaku di bumi,” ujar Kirani. Tatapan matanya lurus ke depan.

Terbayang di pelupuk matanya ketika ia masih tinggal bersama orang tuanya.

Mereka tinggal di apartemen yang kecil. Suatu malam ia dibangunkan oleh papanya.

Papa duduk di pinggir ranjang sambil mengguncang- guncang bahu Kirani.

Di belakang tampak mama menyiapkan piring- piring di atas meja. Aldrin, adik laki-laki Kirani sudah duduk di belakang meja. Dia masih kelas 3 SMP.

Ruangan redup karena hanya diterangi dengan api kecil yang menyala dari sebuah biji jarak yang dibakar.

Tiga tahun yang lalu papa dan mamanya selalu menyajikan nasi aking, atau mengambil pagpag di tempat sampah rumah makan supaya mereka bisa bertahan hidup.

Waktu itu ia dibangunkan oleh papanya untuk makan bersama.

Petang tadi papa belum pulang dan Kirani memilih tidur lebih cepat supaya bisa melewatkan waktu lapar malam itu.

“Ada makanan pah?” tanyanya. “Alhamdulillah, Nak. Ayo!” ajak papa. “Dapat dari mana, pah?” tanya Kirani.

“Kirani ...!” mama menegur pertanyaan Kirani.

Lihat selengkapnya