Setelah Jake dan Kirani berada di dalam, kereta mulai bergerak maju ditarik oleh empat ekor kuda. Di samping itu ada beberapa kereta ikut dipacu, tetapi keadaannya lebih sederhana dibanding kereta yang Jake dan Kirani tumpangi.
Budun Daut menghela kudanya di samping kereta. Sementara itu beberapa rombongan kecil berjalan kaki mendampinginya.
Pada saat itu Kirani mengeluarkan kepala lewat jendela, lalu bertanya kepada Budun Daut.
“Berapa lama lagi kita bisa sampai ke Kolappo Toru?” tanya Kirani.
Budun Daut menengok ke arah Kirani dengan hormat.
“Tiga bulan paduka Dewi Kirani.” sahut Budun Daut dan tidak lupa selalu menampakkan wajah ramah.
“Busyet!” omel Kirani. “Bisa mati bosan di jalan.”
Jake tersenyum geli melihat kekasihnya merengut, “Kan ada aku yang selalu siap menghibur paduka dewi Liditade Madadinta.”
“Idih gak lucu!” cemooh Kirani sambil membuang badan ke sandaran kursi dan mendekap tangan sendiri.
Sandaran kursi sangat empuk sehingga Kirani dan Jake tanpa perlu membuka ransel bisa bersandar dengan nyaman.
Kirani dan Jake sudah meletakkan helm masing- masing di bawah. Dan Jake selalu meletakkan cetbang di sampingnya saja.
“Ngomong-ngomong apa artinya Liditade Madadinta?” tanya Kirani masih dengan nada suara mendongkol.
“Hm. Gimana menjelaskannya, ya?” gumam Jake dengan tingkah serius. “Nanti kalo kuberitahu, kau pasti bakal menyesal!”
“Memangnya apa sih artinya!” Kirani menjadi bertambah penasaran.
“Artinya ... ah, gak jadi ah.”
Tentu saja Kirani menjadi sewot, sehingga dia tambah merenggut.
“Oke, oke kuberitahu.” Kata Jake melunak. “Itu artinya Cantik Jelita Bermata Indah!”
Sontak Kirani tersipu, “Huh! Gombal. Bohong!”
“Kalo gak percaya, tanya sendiri saja kepada si Budun Daut!” Saran Jake.
Sekarang Kirani percaya Jake tidak bohong. Hingga akhirnya dia tidak bisa menyembunyikan hidungnya yang kembang kempis mendapatkan pujian seperti itu.
Tapi sekarang Kirani menjadi terlalu malu di hadapan kekasihnya seperti itu, lalu buru-buru mengalihkan perhatian.
“Kalo di dalam itu ada apa?” tanya Kirani menunjuk sebuah mebel yang terletak persis di depan lutut mereka.
“Oh ya itu kayaknya sebuah bufet.” sahut Jake sambil menarik pegangan pintu bufet.
Benar saja bufet itu berisi berbagai makanan dan minuman untuk bekal di jalan.
Jake memperkenalkan kepada Kirani jenis buah-buahan, minuman, dan makanan lainnya yang tersedia di dalam bufet itu.
Lalu Kirani mencoba memakan beberapa buah yang ternyata enak dan menyegarkan.
Setelah banyak menghabiskan makanan dan minuman, Jake dan Kirani yang kelelahan akhirnya jatuh tertidur.
Kirani tertidur menyandarkan kepala di bahu Jake dan demikian pula Jake sudah sama-sama pulas. []
Mereka berdua terbangun ketika hari sudah mulai sore.
Kirani sudah tahu dia berada di punggung sebuah pegunungan melihat di kanan kiri hutan yang lebat. Ini adalah barisan gunung berapi. Tapi Kirani tidak tahu gunung- gunung itu masih aktif atau tidak?
Jalan yang dilalui meskipun berupa tanah terbuka tampaknya telah mengalami pemadatan sehingga kereta tidak mengalami guncangan keras.
Harus Kirani dan Jake akui perjalanan ini sangat menyenangkan karena sepanjang jalan disuguhkan pemandangan gunung yang indah dan menakjubkan sehingga tahu-tahu jalan sudah menurun kembali.
Keesokan harinya mereka dihadapkan pada sebuah dermaga.
Dermaga terletak di tepi sebuah sungai.
Ini bukan sungai biasa, tetapi sebuah sungai besar yang mampu diarungi oleh kapal layar.
Di dermaga tertambat tiga buah kapal. Masing-masing kapal memiliki cerobong 2 buah yang menunjukkan itu adalah kapal bermesin uap. Dan setiap cerobong telah mengeluarkan asap sehingga mereka tahu kapal-kapal itu siap berlayar.
Beberapa tentara kerajaan berjaga di dermaga dengan senjata langkap.
“Mari Padanduk Jako dan Dewi Liditade Madadinta turun,” pinta Budun Daut dengan hormat. “Kita melanjutkan perjalanan melalui sungai.”
Mendengar itu Kirani menyambut gembira. Sulit membayangkan perjalanan selama tiga bulan dilalui di dalam sebuah kereta kuda! Meskipun biliknya mewah, tetapi bisa mati bosan.
Sekarang perjalanan berganti menaiki sebuah kapal besar tentu menjadi lebih menyenangkan. Jake dan Kirani ditempatkan di kapal yang sama dengan Budun Daut sehingga komunikasi tetap terjalin. Sementara dua kapal lain adalah pengiring kapal utama ini.
Benar saja, setelah naik dan memperoleh kabin masing-masing, Kirani dan Jake bisa berjalan-jalan dan menikmati pemandangan sungai. Di lemari kabin telah disediakan pakaian-pakaian, sehingga mereka bisa berganti pakaian dengan nyaman.
Rupanya wilayah kerajaan Magadorr sangat luas. Mereka mulai melakukan perjalan dari daerah kutub utara dan sekarang mulai memasuki wilayah tengah bumi Saturnus.
Dari tempat ini mereka bisa melihat aurora di langit tampak lebih besar dan seperti tirai cahaya yang menjulang di langit. Tetapi warna aurora pucat karena ditimpa oleh cahaya matahari yang lebih terang.
Sementara itu air sungai mengalir dari utara ke selatan dengan tenang. Selain angin, kapal ini bergerak maju oleh arus air yang membawa kapal kearah selatan.
Beberapa kali kapal ini berpapasan dengan kapal-kapal yang berbendera sama.
Ketika kapal itu melihat kapal yang mereka naiki, kapal itu membunyikan meriam. Itu kode memberi kehormatan kepada kapal-kapal ini yang membawa pembesar-pembesar kerajaan.
Kirani merasa beruntung perjalan selama berbulan-bulan di tempuh melalu sungai dan tidak ditemui ombak seperti bila melakukan perjalanan melalui laut.
Hanya beberapa kali kapal ini berlabuh di dermaga untuk mengisi logistik.
Setiap pelabuhan menyajikan pemandangan budaya yang berbeda. Pelabuhan-pelabuhan yang disinggahi merupakan pasar pula sehingga banyak kegiatan perdagangan dan banyak melihat kebudayaan yang beraneka ragam sehingga menambah wawasan mereka.
Siang itu Jake dan Kirani berdiri di geladak sambil menikmati pemandangan.
“Kamu tahu apa artinya Kolappo Toru?” Tanya Jake.
“Gak tau. Apa artinya?” Kirani balik bertanya. “Kita ini sebenarnya tawanan. Buat mengisi waktu, ada baiknya kita belajar bahasa Magadorran?” Ajak Jake.
“Oh ya, ide berlian itu!” seru Kirani. “Brilian keles.” Jake Meluruskan.
“Sama aja!” Kirani bersikukuh.
”Ya beda lah!” Sanggah Jake yang juga sama-sama bersikukuh.
“Ya udah, kalo begitu terserah kamu aja deh.”
“Ya udah, aku yang mengalah saja.” Ucap Jake.
“Halow, mau kapan nih mulainya?” Sela Kirani.
“Ha, ha, ha ....”
Keduanya menertawakan kekonyolan kelakuan mereka sendiri.
“Balik ke soal tadi, jadi apa artinya Kolappo Toru?” Kirani mengingatkan.
“Artinya, Istana Pelangi.” Jelas Jake. “Kolappo berarti istana dan Toru, ya pelangi. Buat Magadoran tidak mengerti istilah aurora sehingga maksud aurora mereka sebut pelangi.
Sewaktu aku di lembah Lubadus, mereka sering membicarakannya sehingga sekarang aku tahu artinya.”
“Mengapa disebut begitu?” Tanya Kirani.
“Karena Istana itu berada di sebuah gunung yang relatif lebih tinggi. Dan jika malam hari bisa melihat langsung aurora lebih besar dan lebih jelas sehingga buat mereka aurora itu ibarat pelangi yang paling besar selain pelangi di waktu hujan.”
“Lalu apa arti Atung Maa Awang?” Tanya Kirani.
“Nah entahlah yang ini.” Sahut Jake. “Sebaiknya kita tanyakan ke orang itu.” Kirani menunjuk Budun Daut yang sedang lewat. Lalu Kirani memanggilnya.