Jake terbangun ketika ranjang bergerak. Ternyata Kirani turun dan meraih selimut untuk membungkus tubuh telanjangnya.
“Mau ke mana?” tanya Jake. “Ini masih pagi buta
....”
Jake membuka mata lebih lebar dengan enggan
karena masih merasa mengantuk.
“Putri Malikan mewanti-wanti agar aku menemuinya pagi-pagi ....” Sahut Kirani sambil meraih beberapa baju di dalam lemari.
“Nanti dulu lah, ayo balik ke sini ....” Bujuk Jake yang kelopak matanya menjadi lebih lebar melihat Kirani sedang memegang selimut hanya dengan satu tangan karena tangan yang lainnya sedang meraih handuk, sehingga selimut melorot memperlihat punggung hingga pantat.
Tetapi Kirani berbalik sambil melotot.
“Lihat matahari sudah mulai naik ...!” tunjuk Kirani sambil berjalan ke kamar mandi. Dengan terpaksa Jake melirik cahaya terang yang menerobos dari sela-sela gorden.
“Hhh ...!” Omel Jake sambil melempar tubuh telanjangnya lalu menarik selimut kembali. []
Pagi ini adalah puncak festival puja yang digelar merupakan acara hiburan dan peragaan angkatan perang kerajaan.
Tetapi ketika berada di luar istana, Jake dan Kirani telah diwanti-wanti oleh hulubalang tidak boleh membawa senjata. Para hulubalang memberitahukan keduanya hanya tentara dan para hulubalang raja saja yang diperbolehkan membawa senjata.
Oleh sebab itu Jake dan Kirani menaruh pistol di kamar masing-masing. Demikian pula cetbang ditinggalkan Jake.
Sebentar kemudian Jake dan Kirani berdiri dengan para pembesar Magadorr, undangan dan tamu-tamu kehormatan lain di halaman istana. Mereka menyaksikan defile kekuatan angkatan perang kerajaan.
Tetapi tidak tampak pangeran Burila Durr dan Jake sudah tahu hal itu. Malah Jake tidak punya kesempatan mendekati Kirani yang selalu bersama Putri Malikan.
Jake sempat menengok ke atas, pagi ini aurora di belakang istana masih bercahaya tetapi pucat.
Lalu perhatian Jake kembali pada gelaran kehebatan artileri kerajaan Magadorr yang dipertontonkan kepada masyarakat yang datang dari berbagai penjuru negeri.
Berbagai tetabuhan diperdengarkan oleh peserta pawai sehingga membuat acara semakin semarak.
Rakyat diperkenankan turut menonton bersama memeriahkan festival.
Yang paling menarik perhatian adalah puluhan kereta-kereta perang yang besar terbuat dari kayu berpaku dan diperkuat dengan besi.
Kereta-kereta perang ini bukan dihela oleh kuda tetapi telah menggunakan tenaga mesin uap!
Beberapa peleton tentara kerajaan berpawai bersama mengiringi kereta-kereta perang ini. Ada peleton kavaleri maupun infanteri. []
Satu buah kereta itu besarnya bisa dibandingkan dengan enam buah bis yang disatukan. Tiga perempat badannya merupakan bak air. Sedangkan pada bagian tungku pembakaran digunakan batu bara.
Uap putih dihembuskan dari hasil pelepasan uap dari tungku air melalui sebuah cerobong yang berfungsi sebagai trompet pula sehingga menimbulkan suara lenguhan yang nyaring.
TUUUUUUT ...!
Asap putih bercampur dengan asap hitam berjelaga dari pembuangan batu bara yang menjadi bahan bakar kereta-kereta.
Sungguh dahsyat sekali mesin-mesin perang ini dan akan membuat musuh mana pun gentar melihatnya. Kereta-kereta perang ini sudah seperti monster yang ganas dan siap melibas musuh-musuhnya yang akan lari tunggang-langgang melihat kereta-kereta perang yang dimiliki tentara kerajaan. Kereta-kereta ini adalah wahana pengangkut personil tentara.
Hm, rupanya semua ini warisan kolonel astronot Rikwanto yang telah dikembangkan oleh mereka dengan baik, pikir Jake.
Di belakang barisan tank Magadorr ini ada beberapa meriam yang ditaruh di atas roda. Setiap roda didorong oleh belasan orang yang bertubuh besar pula.
Jake sungguh terkejut. Sewaktu dirinya masih berada di lembah itu dia memberikan konsep dan desain sebuah meriam. Jake turut membantu mereka membuatnya tetapi belum sempat diuji dan masih berupa prototipe. Kini mereka telah membuatnya menjadi nyata.
Jake menduga pistol-pistol dan meriam-meriam itu dibawa dari lembah ke sini menyusul setelah dia dan Kirani datang ke Mogur.
Jake sampai berpikir apakah dia telah memberikan sebuah kotak pandora kepada Magadorran?
TRETETEEEEEET ...!
Lamunan Jake teralihkan oleh bunyi lengkingan suara trompet-trompet yang ditiup. Suara trompet yang teramat keras suaranya dibunyikan oleh puluhan tentara.
Tidak lama setelah suara-suara trompet berhenti, seorang protokoler maju dari barisan maharaja yang duduk di kursi singgasana paling tinggi sehingga terlihat dari berbagai arah sekalipun dikelilingi tentara dan para panglimanya.
Setelah berbasa-basi dan memperkenalkan maharaja dan keluarga serta para panglimanya, protokoler sampai pada penyampaian materi acara yang paling pokok.
“Hari ini kita berkumpul bersama di balai kota untuk menyelenggarakan puncak acara puja sebagai ungkapan syukur kepada Atung Maa Awang atas anugerah hidup ini. Jayalah Magadorran yang diberkati para dewa!” Ujar pemilik suara ini dengan lantang terdengar ke mana-mana karena arsitek kerajaan rupanya telah menerapkan sistem pelantang pada eksterior ruang dan gedung-gedungnya.
“Limpahan kehormatan bertubi-tubi kepada maharaja Buncedeldk Durr, hari ini dewa-dewi berkenan turun dari kayangan untuk memberkati beliau dan penggenapan yang mulia Burila Durr sebagai VADN TORU.”
Sampai di sini semua pasang mata terarah kepada Jake dan Kirani.
Lalu sang protokoler melanjutkan orasinya, namun ketidakhadiran yang mulia putra mahkota pangeran Burila Durr yang saat ini sedang mengemban tugas sebagai VADN TORU ke negeri lain, tidak mengurangi kemeriahan dan kemegahan puncak festival puja ini.
Sementara itu penampilan Jake dan Kirani tentu saja berbeda dengan semua orang yang hadir.
Jake dan Kirani tetap dalam pakaian yang dikenakan semenjak semula. Tetapi tanpa pistol yang biasa Jake dan Kirani bawa. Apalagi Jake tanpa cetbang yang biasanya diletakkan pada punggungnya.
Pada saat itu berjalan dua buah kereta yang ditarik oleh beberapa ekor kuda datang ke hadapan Maharaja.
Sang Maharaja turun dari singgasana lalu berjalan menuju salah satu kereta lalu diikuti oleh seorang panglima untuk mendampingi Maharaja naik dalam kereta yang sama.
Sedangkan Jake, Budun Daut diajak oleh Soralogam naik kereta yang kedua. Ternyata di samping dua kereta ini, datang pula kereta-kereta yang lain untuk menjemput para pembesar, dan undangan lainnya.
Jake melihat Kirani bersama dengan Putri Malikan naik kereta yang sama. Jake jadi cemburu kepada Malikan yang sekarang lebih sering bersama Kirani.
Namun lamunan Jake tidak sampai berlarut-larut ketika Budun Daut datang dan menyapanya.
“Kita pergi ke Dolipidak.” Ujar Budun Daut. “Dolipidak adalah arena berburu harimau yang merupakan acara hiburan untuk seluruh warga negeri.”
Ternyata Dolipidak tidak jauh, itu jelas terlihat ketika Jake melihat ke arloji jarak yang ditempuh hanya lima belas menit saja.
Di antara atap-atap rumah, tampak sebuah bangunan besar. Bangunan itu mirip sebuah stadion sepak bola.
Ribuan orang telah menyemut di ambang setiap pintu masuk stadion Dolipidak. Saat itu pula Jake mengerti yang disebut berburu, sebenarnya itu adalah arena gladiator.
Jake sungguh terkejut tidak disangka diajak ke tempat seperti itu yang ternyata menjadi acara favorit masyarakat Magadorran.
Banyak orang yang membawa hewan-hewan berkulit sisik yang eksotik dan belum pernah dijumpai Jake di bumi. Rata-rata hewan peliharaan itu tampaknya buas dan ada beberapa yang bersayap dan bisa terbang. Tetapi rupanya mereka telah dijinakkan sehingga tidak pernah terbang jauh dari pemiliknya.
Di dalam keramaian semakin meriah memenuhi setiap lantai stadion yang dibuat dari susunan batu- batu besar yang saling mengunci satu sama lain. Sebuah stadion yang megah dan kokoh.
Tetapi Jake menjadi merasa tidak enak hati ketika dibawa turun meniti anak tangga batu oleh Soralogam menuju bangku yang terletak di luar arena dan bukan di tempat duduk penonton.
Gegap gempita sorak penonton menyambut kedatangan Jake bersama Soralogam yang masuk ke dalam arena.
Jake memutar pandangan ke seluruh stadion yang besar dan luas. Di tengah arena kosong dan tidak ada- apa-apa. Arena hanya berupa sebuah lapangan tanah merah yang kering.
Jake melihat pada sebuah podium yang tampak mewah. Di sana dia melihat sang Maharaja telah duduk. Tetapi sejauh pandangan dia sapukan ke setiap penjuru, Jake tidak melihat Kirani. Entah duduk di mana kekasihnya di antara ribuan penonton?
Tetapi urusan Jake harus ditunda ketika suara trompet telah ditiupkan yang menandai acara telah dibuka. Tiupan trompet itu disambut penonton dengan sorak-sorai membahana dalam stadion.
Sang Maharaja mengacungkan tongkatnya lalu segera di seberang arena terlihat sebuah pintu besar terbuka. Para petugas pintu tampak menarik rantai yang terpaku pada pintu yang membuka ke arah dua sisi.
Dari balik pintu beberapa orang keluar dan berjalan dengan gagah. Mereka memegang senjata dan tameng.
Senjata mereka ada yang berupa pedang dan ada pula yang berupa gada besi berduri. Bahkan ada yang membawa tombak. Rupanya mereka adalah para gladiator.
Para gladiator ini tampaknya menikmati suasana. Hal ini membuat Jake penasaran binatang apa yang akan mereka hadapi sehingga tampaknya mereka suka sekali menghadapi acara ini?
Kemunculan para gladiator disambut meriah dan sambutan penuh hormat diberikan penonton kepada mereka.
Tetapi sorak-sorai menjadi merendah ketika mulai didengar suara auman yang keras.
Suara itu datang dari balik pintu yang lain. Sebuah auman yang membuat ciut nyali setiap orang yang berhati lemah.
Pintu besi yang tinggi dan lebar di buka. Suara decit besi berkarat membuat suasana semakin tegang.
Tidak butuh waktu lama, sebelum pintu terbuka penuh dari balik pintu keluar seekor binatang buas.
AUUUUMM!
Binatang yang ternyata seekor harimau yang aumannya saja begitu keras dan menggetarkan hati setiap orang.
Hampir Jake berdiri dari duduknya melihat monster itu. Dia sudah banyak melihat keanehan di jagat semesta ini, tetapi baru kali ini melihat seekor harimau berukuran luar biasa. Harimau ini lebih besar dari pada seekor gajah.
Yang membuat monster ini lebih hebat adalah sepasang taring besar dan panjang muncul dari rahang atas. Ini adalah monster harimau bergigi pedang. Demikian pula cakar-cakar pada keempat kakinya tampak sangat tajam.
AUUUUMM!
Harimau monster mengaum kembali mempertonton kekuatan dan sepasang taringnya. Surai pada leher bagian atasnya telah berdiri tegak.
Tetapi auman-auman harimau tidak membuat nyali para gladiator ciut. Sebaliknya mereka menyongsong monster yang dilepas masuk arena ini.
Para gladiator berlari menerjang ke depan sambil berteriak dan mengacung-acungkan senjatanya. Sorak- sorai semakin riuh menyemangati para gladiator yang bertarung di medan laga.
Tampak sekali harimau raksasa ini keder melihat banyak orang dan bersorak-sorai di sekelilingnya.
Para gladiator mengacung-acungkan senjata ke arah sang harimau. Salah seorang yang berkulit gelap melempar lembing sekuat tenaga.
CRAP!
Lemparan lembingnya tepat menancap pada paha kanan si raja hutan.