ANTIMA

Andy Wylan
Chapter #9

Par

Selama tiga hari selanjutnya, hari-hari Khass menjadi semakin sibuk. Ia memenuhi sebagian waktu dengan menggenapkan pelajaran tentang roh-roh, kemudian mengisi sisa hari hingga menjelang makan malam dengan mendengarkan cerita Debri. Semenjak pemuda itu secara misterius berkata bahwa kedatangannya ke desa adalah untuk Khass, si bocah tak bisa menahan rasa penasarannya lebih lama lagi. Ia terus mendesak Debri untuk menjelaskan lebih lanjut, yang kemudian diabaikan secara halus olehnya, dan sebagai gantinya Debri akan menceritakan lebih banyak kisah hidupnya. Khass bisa menerima itu.

Dalam waktu dua hari saja, Khass sudah paham aktivitas sehari-hari orang kota sebelum masa kini: seorang ayah mengisap cerutu setelah bangun tidur, sarapan sambil membaca koran dengan secangkir kopi pahit, dan melewati perjalanan yang penuh sesak di trem menuju kantor dengan mengunyah daun mint; sang ibu yang bangun lebih awal juga akan tidur paling terakhir, memasak tiga kali sehari, mencuci dan menjemur, serta merawat bayinya yang terus menangis karena terlalu kedinginan atau kepanasan; anak pertama yang selalu bangun kesiangan, makan telat, dan tiba di sekolah paling terakhir tetapi anehnya selalu menjadi yang pertama untuk hadir di kegiatan klub; dan anak kedua yang hidupnya selalu berada di sekitar kakaknya yang populer. Selain itu Khass tahu bahwa ada toko roti yang sangat enak di Perau Port, atau Kota Stentin sebagai ibukota yang menjadi rumah para keluarga bangsawan dan bisnis-bisnis raksasa mereka.

Khass juga tahu bahwa mobil-mobil mulai diimpor ke Nordale sejak sepuluh tahun yang lalu, dan tentu saja Stentin menjadi ajang pamer para bangsawan yang bisa menyalip trem-trem, meski akibatnya ada lebih banyak angka kematian dan kecelakaan di jalan. Seharusnya, jika tidak ada tentara-tentara perusak rumah dan penculik pria yang disebut Lakar itu, mobil-mobil mungkin sudah akan mencapai Provinsi Gerbang Selatan. Kenyataannya sepeda-sepeda dirampas, dan trem-trem banyak yang diberhentikan kecuali yang melewati jalur pusat kota.

Lakar, para tentara berseragam hitam yang pernah disaksikan Khass sekilas di alun-alun kota saat menembaki para pria, ternyata adalah pasukan khusus Raja kelima belas. Raja, yang disebut Debri sebagai pria paling tidak berkompeten di dunia, adalah target utama kelompok-kelompok yang terbentuk di berbagai penjuru negeri yang ingin menjatuhkannya. Konon, di Stentin sekarang, situasi sedang memanas. Kelompok-kelompok bangsawan ini saling beraliansi untuk menggulingkan Raja, dan masing-masing menyuarakan nama yang sama untuk menggantikannya. Permasalahan utama terletak pada dinasti yang sudah ada sebelum Nordale menjadi sebuah negeri: Dinasti Cortess, yang memiliki kekuasaan tertinggi atas negeri itu, bahkan di atas Raja. Dinasti Cortess belum menyampaikan pendapat mereka tentang perlawanan itu.

Mereka menikmatinya.

Khass, di usianya yang kesepuluh, telah mempelajari itu dalam waktu dua hari. Otaknya terasa panas dan hati sucinya pedih. Kebencian dan rasa kasihan telah terbangun atas Dinasti Cortess, penjajah negeri Nordale yang sesungguhnya. Saat Debri tanpa henti bercerita, dalam hatinya Khass berjanji akan menjadi Guru yang sebaik-baiknya. Dia akan menjadi Guru para Guru. Suatu saat, dia akan pergi mengunjungi kota-kota dan pada waktu itu, Khass berkeinginan untuk menyaksikan dunia yang rusak dengan mata kepalanya sendiri. Barangkali dia bisa menghampiri Dinasti Cortess dan menceramahi mereka.

"Nah, Khass," kata Debri, "itulah gambaran negeri kita saat ini."

"Kau tahu sangat banyak padahal kau tinggal di Gerbang Selatan."

"Semua orang juga mempelajarinya di sekolah." Debri merendah. Matanya mengerling ke hamparan hutan di depan mereka. Keduanya kini berada di puncak menara lonceng yang telah menjadi tempat favorit Debri.

Langit hampir petang. Satu jam lagi makan malam bersama akan dimulai. "Besok upacaranya akan dimulai tepat saat matahari di puncak kepala? Lalu, kau akan diperkenalkan dengan satu roh yang akan mendiami kepalamu untuk membantumu?" Debri menatap Khass yang mengangguk dengan antusias. Debri tersenyum tipis. "Apakah kau sangat menantikannya, Khass? Kau tidak takut dengan roh mana pun?"

"Aku akan menjadi kepala Guru dan penerus Kamitua. Aku telah mengenal semua roh di sini."

"Kalau begitu apakah kau mau membantuku, Khass?"

"Apa itu?"

"Sejujurnya," Debri berbisik, dan Khass harus mencondongkan tubuh untuk itu, "aku pernah mengatakan kepadamu sebelumnya kalau aku punya alasan tersendiri untuk datang kemari, bukan? Selain itu, kalian percaya jika semula aku dirasuki oleh iblis, tetapi ternyata tak ada siapa pun selain jiwaku di tubuh ini?"

Khass mengangguk. Jantungnya berdetak penuh semangat. Ada apa?

"Khass, itu benar. Memang hanya ada satu jiwa di tubuh ini, tetapi aku bukan anak ini."

Lihat selengkapnya