Jamen mengecek jam saku. Waktu lewat hampir satu jam. Seluruh tamu undangan sudah memasuki ruangan dan kini kedua pintu utama ditutup. Tak lama berselang, seorang pria dengan seragam serupa dengannya menghampiri Jamen, mengatakan bahwa ia bisa beristirahat sekarang. Gembira karena waktu kerjanya sudah usai, Jamen bergegas masuk melalui pintu belakang mansion. Pintu belakang itu terhubung dengan lorong panjang yang akan membawanya ke dapur, kemudian berujung pada aula di sisi lain lorong.
"Hei, Jamie," seorang pelayan menyapa saat kembali dengan nampan kosong. "Waktumu sudah habis, bung? Kau mungkin ingin mencoba beberapa potong kue buah, rasanya luar biasa!" ujarnya seraya menunjuk ke arah ruang makan para pekerja di seberang dapur.
"Ya, tentu, aku akan memanggil Derris. Waktu jaganya juga sudah habis, bukan?"
"Ah, Derris," pelayan itu menyahut. "Aku tidak tahu apakah dia salah makan, tetapi nampaknya tukang pukul satu itu agak pucat. Ia nampak waswas, apakah ... apakah pesta yang di bawah itu lancar?" ia berbisik di kalimat terakhir. Tidak semua pekerja dan pelayan di mansion itu tahu bahwa ada pesta khusus di ruang bawah tanah, dan siapapun yang mengetahui sebaiknya tidak membicarakan hal itu sama sekali.
"Karena itulah aku akan mengajak Derris makan." Jamen menyeringai. "Ia selalu punya cerita tentang tamu-tamu yang tidak biasa itu. Mungkin ia melihat beberapa wajah yang pernah terpampang di koran. Siapa tahu?"
Kedua pemuda itu tertawa dan si pelayan menyuruh Jamen untuk bergegas. Ia membetulkan seragamnya, memastikan bahwa penampilannya masih sempurna untuk memasuki aula. Jamen lantas mendorong pintu, berpapasan dengan seorang pelayan yang akan masuk dengan nampan kosong, saling tukar sapa, kemudian memasuki aula dengan menahan napas. Aroma semerbak parfum-parfum langsung menyengat hidungnya.
Pintu yang dijaga oleh Derris, tukang pukul rangkap pengawal, nampak lengang. Tak terlihat adanya sosok kekar yang tak pernah berhenti siaga dan memerhatikan sekelilingnya. Jamen mengernyit. Ke mana pria satu itu? Jika ia ke toilet, seharusnya ada seseorang yang menggantikannya. Jamen mendekat dan mencoba menguping ke pintu, barangkali terdengar suara Derris. Namun ia segera teringat bahwa pintu ini kedap suara, sebagaimana ruangan di baliknya, maka Jamen pun memutuskan untuk mengintip sedikit.
Tidak ada salahnya ....
Jamen tersentak ketika seseorang muncul dari balik pintu. Orang itu, yang segera ia kenali sebagai Nik sang pesulap, juga akan membuka pintu. Mereka bertatapan dalam diam selama sesaat, terkejut akan kehadiran masing-masing.
"Ah."
Jamen mengerjap. "Tuan Nik? Bukankah Anda akan tampil di ...."