ANTIMA

Andy Wylan
Chapter #35

Sumber Stres

Daripada Rayford, sesungguhnya Caellan yang merasa paling gila di sini. Saat sang adik akhirnya menguap dan berkata akan tidur untuk menenangkan kepala yang serasa ingin meletus kapan saja, Caellan mempersilakan. Rayford pun menyeret kaki, menutup pintu kamar dengan sedikit keras hingga menimbulkan gema di seluruh penjuru rumah yang senyap itu. Pada saat itulah Caellan merasa keheningan yang menyergap membuatnya nyaris gila. Mulutnya menganga, jemarinya meremas rambut, tetapi alih-alih ada suara yang keluar, Caellan menarik napas dalam-dalam dan ingin sekali ambruk saat itu juga.

Mulutnya menceracau dalam berbagai ungkapan paling kasar yang pernah diketahui. Oh, seandainya ada orang-orang tua di sini, telinga mereka akan memerah karena malu dan saking kesalnya! Tetapi Caellan sendirian dan takkan ada yang menghakimi. Ia pun menyambar gelas di sampingnya, melempar ke dinding dengan sekuat tenaga, lantas merasakan jantungnya berdentam-dentam seolah meledak dalam kegemparan ketika mendengar suara benturan gelas.

Caellan memandang serpihan kaca bagai kristal salju yang menghampar di lantai. Tanpa bergumam apa-apa lagi, pemuda itu bergegas menuju kamar di seberang ruangan milik Rayford. Ia menarik napas dalam-dalam lagi saat menaiki satu anak tangga, dan mengembuskannya dengan keras di anak tangga selanjutnya. Ia terus melakukan hal itu hingga mencapai puncak tangga. Matanya mengerling lemas ke arah pintu kamar sang adik, lantas memaksa tubuhnya untuk memasuki kamar mendiang orang tuanya.

Kamar itu, sebagaimana semua ruangan yang hanya dibersihkan sesekali, menyimpan udara pengap yang menyesakkan. Kendati Caellan telah membuka jendela lebar-lebar seharian, tetap saja kekosongan ruangan ini membuat Caellan merasa tertekan, dan pemuda berusia dua puluh itu pun ambruk di kasur beraroma debu dan kayu. Selama sesaat ia menatap langit-langit, mempertanyakan nasibnya yang harus menghadapi iblis yang pernah menghantui masa kecilnya, dan kenyataan bahwa iblis itu pula yang mempertemukannya lagi dengan sang adik yang selama ini dicarinya. Ironis! Caellan telah menghabiskan seumur hidup untuk mencari sang adik yang berbagi darah Aland Caltine bersamanya, tetapi dari semua kemungkinan yang ada, Rayford justru datang dengan diantar oleh sang iblis.

Jika ini bukan pertanda bahwa hidup Caellan akan selamanya dibersamai iblis, entah apa lagi maknanya. Dia bukan orang yang suci semacam adik tirinya. Toh hidupnya telah bernapaskan perilaku iblis.

Setelah merenung selama tiga puluhan menit, Caellan mengembuskan napas untuk keseratus kali sebelum bangkit untuk duduk di tepi kasur. Ia melepas beberapa kancing baju sembari menggeser kedua kakinya dengan penuh kemalasan menuju pintu lain di kamar. Ia menyalakan lampu, menatap jemu ke arah bayangan dirinya pada kaca kusam yang menghadap pintu. Wastafel di bawahnya tidak lagi mengilap seperti ketika Momma dahulu membelinya. Namun, berbeda dengan petak pancuran di pojok ruangan, ia sempat membersihkannya tadi siang, bahkan mengisi tungku pemanas dengan kayu-kayu bakar yang dikumpulkan Rayford dari bukit di belakang rumah. Caellan belum mandi seharian, dan memilih untuk mencurahkan rasa waswas, kesal, serta kecemasannya dengan bertandang hingga makan malam menjelang tadi. Ia hanya tidak menyangka bakal mandi pada pukul sembilan malam.

Caellan menyalakan pemanas, dan sembari menunggu kayu-kayu itu berkeletak, ia mulai menanggalkan pakaian untuk ditumpuk di pojok kamar. Pandangannya tertambat pada lemari rias Momma yang berada di samping tumpukan baju, terutama pada pistol yang diletakkan sejak kemarin, bersama kantong kulit seukuran saku yang disegel rapat.

Alisnya berkedut.

Selama sesaat Caellan memandang pistol itu, lantas membuang muka. Ia menyeringai geli pada dirinya sendiri, terutama ketika menangkap sosok wajahnya sendiri di kaca meja rias Momma.

" ... Sampai-sampai kukira kau mendengar suaranya, sebab kalian saling bertentangan ...."

Lihat selengkapnya