Rayford nyaris saja melalui pagi hari yang mendung itu dengan kesenduan yang senada. Ia hampir membiarkan pertanyaan-pertanyaan mengerikan akan kejadian semalam menghantuinya, tetapi setelah Caellan menyatakan keinginan untuk menemani Rayford ke desa, bocah itu mengurungkan niat. Apalagi Caellan dengan berbaik hati mengajaknya untuk memangkas rambut (dan Rayford amat terkejut melihat penampilan barunya yang seperti para pemuda tampan di kota-kota besar), ke toko kue di sebelah stasiun untuk memenuhi kantong besar dengan pai-pai kecil yang hangat, dan menempati kompartemen paling mahal di kereta. Rayford tidak terbiasa dengan kemewahan itu, dan sama sekali tak berusaha menyembunyikan kenorakannya. Kebaikan dan senyum Caellan hari itu bahkan menyihir Rayford bahwa kejadian semalam mungkin hanya ilusi saja. Barangkali Par mulai bermain-main dengan kesadarannya. Banyak sekali kejadian di perbudakan yang kini terasa amat semu bagi Rayford, terutama yang melibatkan Par. Ia tak mau repot-repot mengingat peristiwa pembantaian para ilmuwan oleh tentakel tulang yang tumbuh dari punggungnya. Yang jelas, peristiwa itu terasa seperti potongan adegan sandiwara saja di benaknya. Dia tak pernah bisa menumbuhkan tentakel tulang lagi, atau menyaksikan Par keluar dari tubuhnya.
Benar. Itu hanya ilusi.
Rayford hampir saja mendesis, mengusir Par yang terkekeh di benaknya, tetapi dengan sangat berhati-hati mengunci bibir. Ia sadar betul Caellan menjadi super sensitif saat Rayford kedapatan berbisik kepada Par. Rayford tanpa sadar membentuk kebiasaan baru untuk mengawasi Caellan acap kali Par muncul di benaknya. Apakah sang kakak tiri bisa menyadari kehadiran Par?
Perjalanan dari Appeton menuju pelabuhan paling utara di Gerbang Barat memakan waktu sehari, ditambah dengan sehari lagi untuk berlayar menuju Gerbang Utara. Setelah itu mereka Kembali menempuh perjalanan empat jam dengan kereta untuk mencapai kota besar terdekat dekat, lantas menaiki bis menuju kota kecil di kaki bukit desa perguruan (yang belakangan Rayford baru tahu namanya sebagai Kota Miggle). Perjalanan yang panjang itu membuat kedua pemuda capek, tetapi tetap tidak menyurutkan semangat Rayford yang makin membara. Dan, karena ia masih ingin menghormati desa, maka Caellan tidak diajak naik ke bukit. Sang kakak tiri tidak memaksa dan memutuskan untuk menginap di salah satu rumah yang dekat dengan alun-alun Kota Miggle, bersebelahan dengan satu-satunya pub yang rutin didatangi para gadis.
Akhirnya, Rayford mendaki bukit dengan jantung berdebar-debar.
Setiap langkah yang dilalui Rayford terasa sangat berat, lambat laun kakinya mulai menyeret seolah-olah ada tangan-tangan yang menahannya untuk mendekat lebih jauh. Tidak. Yang satu ini bukan ilusi. Seiring dengan semakin rapatnya pohon-pohon yang menjalin di sekeliling, terdengar bisikan-bisikan mengusir yang berpilin dengan desau angin. Ketika gerbang desa nampak di depan mata, Rayford menyadari bahwa sulur-sulur tipis telah merambati kakinya. Rayford tidak menyerah. Jika dirinya yang dulu, Khass, diperlakukan seperti ini, ia pasti bakal menangis memohon ampun. Kenyataannya sekarang dia datang ke desa ini sebagai Rayford Caltine, dan langkahnya sangat mantap saat mengibaskan Sulur Biru dari kaki. Ia bahkan berniat menginjak, kalau saja tidak dikejutkan dengan teriakan arwah yang mengumpatinya. Rayford terdiam sejenak, merasakan gejolak darahnya yang mengalir deras di dalam tubuh, lantas menghela napas panjang.
Ia menghampiri gerbang desa. Terlihat seorang pria berbalut sarung yang bersandar mengantuk pada tongkat kayu. Rayford memberi salam, cukup untuk menyentak sang Guru penjaga gerbang. Ia buru-buru berdiri, dan keterkejutannya menjadi berkali lipat saat menyadari siapa yang datang.
"Ya Tuhan, Khass!" serunya tak percaya. Mulutnya menganga lebar, bingung antara berlari ke dalam desa untuk mengabarkan kemunculan sang putra Kamitua yang menghilang selama setahun, atau memeluk pemuda itu. Namun ia tak melakukan keduanya, selain menatap sang bocah dari ujung kaki hingga rambut, dan menggeleng takjub. "Ya Tuhan, ya Tuhan, kau selamat! Dan, kau nampak sangat ...."