9, Bulan Puncak. Tahun 1927.
Perubahan rencana yang dibentuk China dan Caellan membuat Elliot dan Elena semakin yakin bahwa pemuda itu memang pantas untuk dipercaya. Meski begitu Caellan tidak bisa merayakan usahanya dulu. Ia belum tentu menang. Ia memang telah mendapatkan kedua bocah itu dan berhasil mengalihkan China Lau, tetapi Jenderal Trevor masih terus mengawasi. Sang jenderal telah mengirim anak-anak buah yang akan bergabung dengan tim barunya sebentar lagi.
Namun apa lagi yang perlu Caellan takutkan? Ia hanya perlu mengkhawatirkan Rayford. Hal apa pun yang dikorbankannya saat ini akan berbuah manis. Caellan yakin itu, sehingga ketika dia sengaja menyayat telapak tangan, tak ada yang disesalinya. Ia mengabaikan segala peringatan Camon dan Donatino yang selalu menyertainya kemana pun Caellan pergi. Ia juga tidak meminum obat-obatan kendati kepalanya pusing luar biasa dan jantungnya berdebar kencang. Caellan memilih untuk mengunci diri di toilet kereta dan memandang bayangan wajahnya lekat-le-kat, meresapi cakram warna dan gelombang psikedelik yang terpancar dari lukanya.
Ah, aroma darah yang begitu pekat.
"Caellan?" pintu toilet digedor dan suara Elena menggaung. "Kenapa ada cangkir pecah di mejamu? Omong-omong para suruhan Jenderal sudah datang. Mereka berenam."
Caellan membuka pintu dan Elena terkejut melihat lukanya yang masih segar. "Lukamu cukup besar!" seru gadis itu. Gelombang emosinya beriak memusingkan di mata Caellan. "Kau mau kuambilkan perban?"
"Tidak apa-apa, Manis, tetapi bolehkah aku merepotkanmu sejenak? Tolong bersihkan pecahan cangkir itu. Akan kutemui orang suruhan Jenderal. Bergabunglah dengan kami setelah kau usai."
"Tak masalah! Dan, astaga, obati dulu lukamu. Itu mengerikan. Kalau kau tidak segera membalut perban, darahnya akan keluar lagi."
Caellan tak mengindahkan. Dengan tenang ia turun dari kereta dan menemui para pria bertubuh besar yang menunggu di luar stasiun. Mereka telah dihubungi China, dan berkumpul dari berbagai penjuru kota menuju stasiun kecil yang menjadi tempat ketiga diadakannya tur sirkus. Sebagaimana biasanya, orang-orang sibuk berlalu-lalang di lapangan, sehingga bangunan kecil stasiun itu sendiri tidak digunakan. Caellan mengajak para pria itu untuk memasuki sebuah ruangan yang dulunya digunakan sebagai kantor, menutup pintunya, lantas memejamkan mata.
Ketika Caellan berbalik menatap para pria itu, kedua mata biru pucatnya telah menghitam legam.
---