Anton dan Alina

princess bermata biru
Chapter #16

Situasi Bisa Berbalik

Selimut tebal itu tak cukup menahan dinginnya udara di Lembang. Muti menyerah. Tak lagi mencoba mengambil selimut lain. Tengah malam begini, temperatur semakin menurun.

Buat apa Muti masih terbangun di tengah malam yang dingin? Apa lagi kalau bukan menunggu Anton. Sama seperti Alina, Muti selalu menunggu Anton pulang. Bila Alina berperan sebagai istri yang baik, Muti menempatkan diri sebagai sepupu yang baik.

Tubuhnya membeku kedinginan di teras villa. Suatu tindakan bodoh. Bisa saja ia menunggu di dalam. Namun Muti terlalu gelisah. Praktis, ia lebih memilih menunggu di luar saja.

Deru mobil memasuki halaman villa. Honda Mobilio berplat D1186WM. Tak salah lagi. Dua menit kemudian, pintu mobil terbuka. Anton melangkah turun. Wajahnya pucat pasi. Seolah tak berdarah lagi.

“Anton, are you ok?” tanya Muti, berlari menghampiri sepupunya.

“Ya Allah...kamu dari mana saja?”

Kedua tangan Anton terasa dingin. Dalam hati, Muti berpendapat Anton hebat sekali. Masih bisa membawa mobil meski kondisinya jauh dari kata sehat.

“Muti, aku ingin mengakhiri permainan ini. Pierre sudah keterlaluan,” Anton berkata perlahan.

“Iya, aku tahu. Tapi...”

Belum sempat kalimat itu terselesaikan, Anton jatuh pingsan di pelukan Muti.

**  

Letih, itulah yang dirasakan Pierre saat memasuki rumahnya. Berhenti sebentar dari kesibukan pekerjaan, lalu berkumpul dengan teman-temannya. Nonton film, main basket, dan makan fish and chips. Ia mengajak Alina, namun wanita yang diklaim sebagai calon istrinya itu menolak. Alasannya sibuk mengurus klien dan Chelsea.

Dibukanya kulkas. Menuang orange juice, lalu meminumnya. Aktivitas hari ini benar-benar menguras energi.

Baru saja meletakkan gelasnya, perhatiannya teralih. Bukan oleh ketukan pintu atau sapaan khas dari asisten rumah tangganya. Namun oleh rasa sakit. Sakit luar biasa yang belum diketahui penyebabnya.

“Rasa sakit di skrotum...mungkinkah? Varikokel?” desisnya.

Pria bermata sipit itu tertatih menuju sofa. Menghempaskan tubuh di atasnya. Sementara rasa sakit makin membuatnya tak berdaya.

“Astaghfirulah al-azhim...Tuan Pierre kenapa?”

Beruntung Pierre tak tinggal sendiri. Ia punya asisten rumah tangga yang sigap dan penuh perhatian.

Pierre merasakan sakit luar biasa. Hingga membuatnya muntah. Akankah rasa sakit separah itu diabaikan?

**  

“Bukankah kata dokter kondisiku sudah tidak mengkhawatirkan lagi? Ayolah, Muti.” Anton memohon. Menatap sepupu cantiknya penuh harap.

Muti menghela napas panjang. Melirik arlojinya. Pukul enam pagi. Ruang perawatan paviliun rumah sakit yang begitu mewah itu sunyi sejenak. Terlihat Muti mempertimbangkan permintaan Anton.

“Okey. Tapi ingat, jangan kelelahan lagi ya? Jangan memaksakan diri.”

“Yes. Thanks, Muti.”

Anton mencium pipi Muti. Beranjak bangun dari ranjang. Pelan-pelan Muti membantunya. Memandang ragu pada surat izin dan berkas administrasi rumah sakit. Apakah Anton sudah cukup fit untuk keluar dari rumah sakit?

**  

Jemu menunggu Muti menyelesaikan administrasi, Anton berjalan-jalan di koridor rumah sakit. Ia mengikuti saja kemana kakinya membawanya. Tak terasa, ia tiba di unit Urologi. Saat itulah ia berpapasan dengan seseorang.

“Pierre?” panggil Anton hati-hati. Takut salah mengenali orang. Ia pernah mengalaminya. Kejadiannya tiga tahun lalu. Anton mengira melihat teman lamanya. Ia tahu, teman lamanya itu nakal. Maka ia bermaksud mengejutkannya. Ia memukul punggung orang itu dengan maksud bercanda dan memberi efek surprise. Ternyata, orang itu bukan teman lamanya. Tak terbayangkan bagaimana malunya Anton saat itu.

Pierre berbalik. Anton menatapnya penuh tanda tanya. Wajah Pierre terlihat pucat. Matanya merah, bibirnya berdarah. Apakah ia sakit?

“Kamu tidak apa-apa, Pierre?” tanya Anton.

“Varikokel...puaskah kamu sekarang, Anton?” bisik Pierre tanpa sadar.

Alis Anton terangkat. “Apa maksudmu?”

“Aku mengalami Varikokel. Dan aku...divonis Infertilitas. Puas? Itu yang kamu inginkan?”

Sedetik. Dua detik. Tiga detik. Anton terpaku. Tak kuasa melihat pancaran kesedihan di wajah rivalnya. Pierre terpukul. Ia shock. Vonis dokter membuatnya terguncang. Sama persis yang dirasakan Anton bertahun-tahun lalu.

Rencana Allah sungguh tak terduga. Situasi bisa berbalik kapan saja. Allah punya beragam cara untuk membalikkan situasi.

“Pierre, I’m sorry to hear that.” kata Anton sedih.

Lihat selengkapnya