Allah Maha Mendengar. Tak sia-sia doa Anton, Alina, dan Chelsea selama ini. Tak sia-sia waktu sepertiga malam yang mereka gunakan untuk shalat Tahajud dan memohon pertolongan-Nya.
Pagi ini, mereka bisa berkumpul kembali. Menempati rumah besar itu. Shalat Shubuh berjamaah. Kembali bersama keluarga, harta yang tak ternilai harganya. Kebersamaan dengan keluarga tidak bisa ditukar dengan mobil mewah sekelas Lamborghini, bungalow di Bali, setengah saham di perusahaan multinasional, dan investasi emas. Nilainya jauh di atas itu semua.
“Allahu Akbar...”
Ketiga makmum di belakangnya melakukan sujud mengikuti sang Imam dalam keluarga kecil itu. Tiga? Ya, jumlah makmumnya bertambah satu. Tak lain Muti.
Lengkap sudah kebahagiaan mereka.
**
Lama tak menikmati pancake strawberry buatan Alina membuat rasa pancake itu dua kali lebih lezat pagi ini. Anton boleh berbangga hati memiliki Alina.
“Pancake buatanmu lezat, Sayang.” puji Anton.
“Really?” Kedua pipi Alina merona. Reaksi pertama yang timbul setelah Anton memujinya.
“Jelas enak. Alina membuatnya dengan cinta,” timpal Muti sambil tertawa.
“Ayah, mau suapin Chelsea nggak?” pinta Chelsea manja.
“Mau, Sayang.”
Dengan lembut dan sabar, Anton menyuapi putri cantiknya. Bukannya Chelsea tidak bisa makan sendiri. Ia hanya ingin bermanja-manja dengan ayahnya. Sering dimanjakan Anton bukan berarti Chelsea tidak mandiri.
Usai sarapan, Muti beranjak bangkit. Mengangkat sendok, garpu, dan peralatan makan lainnya.
“Jangan, Muti. Biar asisten rumah tangga kita saja yang melakukannya. Sebentar lagi dia ke sini kok.” cegah Alina.
Sebenarnya Alina dan Anton tak terbiasa memakai jasa asisten rumah tangga. Mereka tidak ingin ada orang ketiga di rumah itu. Namun keadaanlah yang memaksa.
“Nggak apa-apa. Lagian aku nggak suka lihat meja makan berantakan.” kilah Muti.
“Kamu mau latihan jadi calon istri yang baik, Muti?” goda Anton.
“Calon istri? Memangnya ada yang mau sama aku?”
Muti beranjak ke pantry. Anton dan Alina menyusulnya. Membantunya membawakan peralatan makan.
“Banyaklah. Kamu kan cantik. Pintar lagi. Siapa yang bakalan nolak?”
Argumen Alina ada benarnya. Putri Mutiara Sanitya Deatami Anom dikaruniai wajah yang cantik. Wajahnya perpaduan Kaukasoid dan Mongoloid yang cantik. Hidungnya mancung. Dagunya v-shape. Otak cerdas dan bakat bisnis membawanya ke jenjang karier yang sukses. Muti menjalankan bisnis fashion selama beberapa tahun terakhir. Bisnisnya cukup maju. Muti bisa membuktikan pada kedua orang tuanya bahwa ia bisa membuat usaha sendiri.
“Anton, Alina, besok aku pulang ke Bali ya?” kata Muti tiba-tiba.
“Kenapa? Cepat sekali.”
“Semua masalah kalian sudah selesai. Toh aku juga sudah terlalu lama meninggalkan butik.”
Anton berbalik. Memegang lembut tangan Muti. “Tinggallah di sini sebentar lagi. Aku ingin memberi hadiah padamu.”
“Oh, tidak usah. Aku ikhlas membantumu.”
“Pokoknya, kamu tidak boleh pulang sebelum punya calon suami. Kamu harus segera menikah, Muti. Sudah waktunya kamu memikirkan dirimu sendiri.”
Muti terbelalak. Melepaskan tangan Anton.
“Tidak! Aku tetap akan pulang! Soal jodoh gampang! Nanti juga datang sendiri!” sergahnya.
“Kurasa Anton benar. Jangan pulang dulu sebelum kamu menerima hadiahnya.” Alina mendukung Anton.
“Iya, Tante Muti. Chelsea juga masih kangen sama Tante Muti. Kita kan belum main monopoli bareng. Tante juga belum ajarin Chelsea modeling.”
Chelsea muncul di belakang Muti. Ekspresi wajahnya innocent. Wanita keturunan India itu tak tahan. Ia membungkuk, meraih tubuh Chelsea dalam gendongannya. Anton tersenyum. Mengangkat kedua ibu jarinya pada Chelsea.
**
Semua masalah telah selesai. Namun masih ada dua hal yang harus dilakukannya: menemukan ayah kandung David dan mencarikan calon pendamping hidup untuk Muti. Anton bertekad membantu mereka.
Satu sisi lain Anton yang jarang diketahui. Ia suka menjodohkan orang lain. Soal jodoh-menjodohkan, Rupert Anton ahlinya. Ia sering kali melakukannya di belakang layar. Pasangan yang dia jodohkan tak perlu tahu jika ini perbuatannya.
Allah selalu memudahkan hamba-Nya yang ingin berbuat baik. Anton mengalaminya siang ini.
Telepon di meja kerjanya berdering. Pastilah dari Chika, sekretarisnya. Chika adalah putri relasi bisnis almarhum Tuan Adolf. Sewaktu kuliah, ia aktif menjadi model. Kini ia menjadi sekretaris Anton. Chika berteman baik dengan Anton, Alina, dan Muti.
“An, ada tamu nyariin kamu.” kata Chika di seberang telepon.
An, panggilan akrab Chika untuk Anton. Panggilan yang catchy dan easy listening. Anton senang dipanggil begitu oleh sekretaris cantiknya.
“Siapa, Chika?”
“Namanya Emilianus. Tapi...dia nggak kece, An.”
Anton tak bisa menahan senyum. Ia tahu persis sifat Chika. Bicaranya ceplas-ceplos, namun ia tak bermaksud menyakiti perasaan siapa pun. Bahkan Chika sebenarnya senang bercanda.
“Aduh, An. Penampilannya nggak banget deh. Mana mukanya boros lagi.”
Kali ini Anton benar-benar tertawa. Rasa penasarannya bangkit. Siapa tamu itu?
**