Anton dan Alina

princess bermata biru
Chapter #36

Masih Ada Harapan

Dua pasang mata menatapnya tajam. Anton tak sekali pun gentar dengan sikap intimidatif itu. Ia mencoba terbiasa. Menurut dua wanita yang tengah memandanginya itu, pernikahannya dengan Alina adalah sebuah kesalahan besar.

Wanita bergaun satin hijau toska tetiba saja bangkit. Wajah angkuhnya dihiasi senyuman tipis. Bukan senyum yang mencerminkan kegembiraan, melainkan senyum sinis. Ia tak lain Monna, kakak sulung Alina.

“Ingat ya,” kata Monna angkuh.

“Kamu bisa jadi bagian keluarga ini karena Mummy sangat menyayangi Alina. Alina anak kesayangan Mummy. Apa pun akan Mummy lakukan demi kebahagiaan Alina, termasuk menjadikanmu menantunya.”

Anton membalas tatapan Monna. Entah apa yang membuat Monna begitu tidak menyukainya. Apa kurangnya Anton? Mungkinkah keluarga Alina yang lain juga menaruh rasa tidak suka padanya? Di antara saudara-saudaranya, Alina yang paling cantik. Mungkinkah mereka tidak rela Alina jatuh ke tangan Anton? Tapi mengapa? Anton sangat tampan. Hatinya lembut dan sabar. Jiwa sosialnya tinggi. Pekerjaan sebagai pebisnis dan penyiar radio membuatnya lebih dari cukup secaraa finansial. Ditambah lagi kemampuan intelegensinya yang berada di atas rata-rata. Anton sangat serasi berpasangan dengan Alina. Masih kurangkah itu semua?

“Aku sadar itu, Monna. Aku tidak tahu apa yang membuatmu tidak menyukaiku. Tapi aku akan tetap bertahan di keluarga ini demi Alina.” Anton berujar tegas, dengan berani menatap lurus mata Monna.

Karin, kakak kedua Alina, ikut bangkit. “Bagus kalau kamu menyadari posisimu. Jangan berpuas diri karena telah merebut hati Mummy dan Alina.”

“Tidak. Aku bersyukur disayangi wanita baik seperti Mummy dan Alina.” Nada suara Anton tenang, tanpa mencerminkan emosi apa pun.

Pintu balkon terbuka. Muncullah Kevin dan Bayu. Kevin adalah suami Monna, sedangkan Bayu suami Karin. Melihat Anton, Kevin memasang senyum sadis di wajahnya. Bayu tak jauh berbeda dengan Karin: bersikap arogan.

“Selamat datang, adik ipar.” kata mereka bersamaan.

Setelah berkata begitu, Kevin dan Bayu memukul serta meludahi Anton. Ujaran kebencian terlontar dari bibir mereka.

**    

Anton terbangun seketika. Tubuhnya telah mendarat di karpet. Ternyata tak sengaja Anton tertidur dan ia terjatuh dari sofa yang didudukinya.

“Masya Allah...kamu kenapa, Anton?” Alina berseru tertahan. Mengulurkan tangan, membantu Anton berdiri.

“Aku memimpikan kejadian itu lagi,” lirih Anton.

“Kejadian apa?”

“Kunjungan pertamaku ke rumahmu setelah kita menikah. Saat Monna dan Karin mengintimidasiku, lalu Bayu...”

“Cukup.” potong Alina cepat.

“Jangan ingat kejadian itu lagi, Anton.”

Wajah Anton sangat pucat. Alina menuntunnya duduk kembali di sofa. Lembut disekanya keringat dingin di kening Anton.

“Tenang ya? Semuanya baik-baik saja. Kamu mau melakukan terapi relaksasi? Ayo kubantu. Tarik nafas...”

Alina mulai mengarahkan pria tampan itu melakukan terapi relaksasi progresif. Anton melakukan semua arahan Alina. Selain sebagai istri, Alina adalah terapyst-nya. Pernikahan ini membuat Alina lebih leluasa mengobati Anton.

“Ada yang ingin kamu katakan padaku?” tanya Alina lembut.

“Aku benci kenangan itu. Aku ingin melupakannya, tapi sangat sulit. Kamu tahu kan? Bisa saja aku melawan waktu itu, tapi aku masih menghargai Kevin dan Bayu sebagai kakak iparku. Bisa kulihat bekas luka di tempat mereka memukulku.” Anton mengungkapkan isi hatinya. Pelan membuka jasnya, lalu memperlihatkan bekas luka di lengan sebelah kanannya.

Alina menatap nanar bekas luka itu. Mengelusnya lembut. Sedih bercampur menyesal. Sedih menyadari fakta bahwa Anton sudah terlalu banyak menyimpan luka dan kesakitan. Menyesal karena ia tidak bisa berada di samping Anton saat kenangan buruk itu terjadi.

“Aku mengerti, Anton. Aku akan membantumu berdamai dengan masa lalu.” janji Alina.

Di luar, langit memerah. Sunset telah tiba. Meninggalkan gradasi merah keemasan di kaki langit. Bersamaan dengan itu, suara azan Maghrib terdengar. Pertanda waktu berbuka bagi umat Islam yang menjalankan ibadah puasa di bulan suci.

“Alhamdulillah...”

Kurma, baklava, dan kebab menjadi sajian yang memenuhi meja makan mereka di hari kesembilan Ramadhan. Ini Ramadhan keempat yang mereka lewati bersama. Empat tahun berlalu sejak mereka menikah, Anton belum bisa melupakan pengalaman traumatik yang menimpanya. PTSD (Post Traumatic Stress disorder) yang dideritanya belum juga sembuh. Otak cerdas dan ingatan kuat yang dimilikinya membuat Anton makin sulit melupakan perbuatan jahat yang dilakukan Kevin dan Bayu. Meski demikian, Alina tak menyerah untuk mengobatinya. Ia telah melakukan Cognitive Behavior Therapy dan Eye Movement Desensitisation and Reprocessing sebagai langkah penyembuhan.

“Kamu masih memikirkannya? Masih cemas?” Alina menanyai Anton, penuh perhatian.

“Sudah berkurang, Alina.” jawab Anton jujur dan apa adanya.

“Kalau kamu masih sering mimpi buruk tentang kejadian itu, katakan padaku ya?”

Anton menatap mata Alina dalam-dalam. Wanita cantik keturunan Sunda-Belanda itu sangat tulus. Alina selalu setia padanya, menguatkannya, dan merawatnya selama empat tahun terakhir. Bahkan Alina bersedia hidup bersama pria mandul seperti dirinya.

**    

Ingatkah dulu semua kenangan kita

Waktu kita bersama, waktu kau cemburu

Kini kau menghilang

Seakan semua tak pernah ada

Sesaat saja tak kauizinkan tuk buktikan

Semua pasti berubah

Andai saja ada kesempatan kau berikan

Lihat selengkapnya