Energi positif seakan tak ada habisnya saat Idul Fitri tiba. Nuansa kegembiraan terasa dimana-mana. Di rumah, di sudut-sudut jalan, di masjid, bahkan di mobil. Gema takbir menggetarkan jiwa. Membiaskan haru. Menerbitkan rasa syukur. Sebab masih memiliki kesempatan untuk merayakan kemenangan.
Idul Fitri adalah hari kemenangan milik umat Islam. Tak heran bila umat Islam memberikan yang terbaik di hari spesial satu ini. Sesuatu yang spesial harus dirayakan dengan spesial pula.
Anton, Alina, dan Chelsea mempunyai cara sendiri untuk mengistimewakan hari kemenangan. Memakai pakaian branded yang elegan dan berkualitas. Mempercantik rumah dengan dekorasi baru. Memberikan zakat fitrah sebagai kewajiban dan zakat mal bbernilai fantastis. Soal penampilan menawan, tak usah ditanya lagi. Lebaran atau tidak, keluarga kecil ini sudah biasa tampil menawan dengan pakaian mahal, aksesoris bagus, dan touch up yang proporsional.
Selangkah demi selangkah mereka menuju masjid. Cukup masjid di kompleks perumahan sedikit saja. Seraya berinteraksi dengan sesama penghuni kompleks yang lain. Saling menyapa hangat, bertukar senyum, dan mengucapkan salam. Sejumlah keluarga lain menatap mereka iri. Tak puas-puasnya memandangi kehangatan di antara mereka. Anton, Alina, dan Chelsea telah menjadi contoh keluarga ideal dan sempurna di mata banyak orang.
“Ayah, kenapa kita nggak shalat Ied di masjid barunya Om Naufal aja?” Chelsea melempar tanya, melempar senyum pula pada anak kecil sebayanya yang berjalan di depannya.
“Terlalu jauh, Sayang. Nanti nggak keburu. Kita belum sampai, shalatnya sudah mulai.” Anton menjelaskan dengan sabar.
“Oh gitu...”
Mereka tiba di masjid. Seperti biasa, Anton menempati saf terdepan. Alina dan Chelsea bergabung dengan jamaah wanita. Siap menunaikan shalat Ied.
Khutbah Idul Fitri cukup menggugah hati. Mengajak umat untuk tetap istiqamah dalam iman dan takwa meski Ramadhan telah pergi.
“Amalan kita adalah amalan yang paling sempurna,” kata sang Imam masjid penuh kesungguhan.
“Kita beramal di bawah bimbingan Allah dan memiliki pedoman yang jelas. Al-qur’an dan Hadits. Kita juga punya banyak role model untuk dijadikan contoh dan teladan. Rasulullah SAW yang memiliki akhlak paling sempurna dan disebut Al-amin. Para sahabat dan Khulafaur Rasyidin yang menggantikannya. Lalu ada para khalifah, ulama, dan para tabi’at tabiin. Merekalah teladan kita, contoh terbaik kita.”
Para jamaah menggumamkan persetujuan dalam hati. Mendengarkan khutbah itu dengan antusias.
“Kepergian Ramadhan bukan berarti turunnya iman dan takwa. Justru keimanan dan ketakwaan kita harus ditingkatkan setelah Ramadhan. Perbanyaklah amal kebaikan. Jagalah shalat dan jangan mengabaikannya. Seringlah berpuasa sunnah. Rajin bangun di sepertiga malam untuk shalat Tahajud. Tadarus jangan ditinggalkan. Zakat dan sedekah tetap dilaksanakan.”
Prosesi shalat Ied berlangsung khidmat. Setelah itu, mereka semua berkumpul sejenak dan saling bermaafan. Bersalaman, berpelukan, melupakan kekhilafan di masa lalu. Atmosfer kedamaian terpancar sempurna. Idul Fitri bukan hanya soal kemenangan, melainkan keikhlasan dan kedamaian hati.
**
Ini Lebaran kesembilan mereka sebagai pasangan hidup. Dan ini Lebaran ketiga sejak mereka memiliki seorang putri cantik. Anton dan Alina bahagia, meski banyak cobaan yang harus dihadapi.
Tanpa momen Lebaran pun, hati mereka sudah saling terbuka untuk memaafkan. Jiwa mereka cukup besar untuk menerima permintaan maaf. Bagi mereka, hati yang lembut adalah hati yang mudah memaafkan.
“Maafkan semua kesalahanku, Sayang.” Alina berujar lirih. Mencium tangan Anton.
“Aku juga minta maaf, Alina.” Anton memeluk wanita cantik keturunan Sunda-Belanda yang telah mendampingi hidupnya dalam suka dan duka. Mencium hangat kedua pipi mulusnya.
Alina memejamkan mata sesaat dalam pelukan Anton. Merasa menjadi wanita paling bahagia. Bagi kebanyakan wanita, tak mudah menerima kenyataan bila suami mereka sakit dan Infertilitas. Namun Alina dapat menerimanya. Ia mencintai Anton setulus hati. Kelebihan Anton ia cintai, begitu pun kekurangannya. Arif Anton adalah bagian penting dalam hidup Alina Maya.
“Aku punya satu harapan...” bisik Alina. Menyandarkan kepalanya di dada Anton.
“Apa itu?”
“Kuharap...ini bukan Lebaran terakhir kita.”
Hati Anton tersentuh mendengarnya. Ia tahu apa maksud harapan Alina. Alina menginginkannya sembuh dan hidup lebih lama. Pria berdarah Jawa-Jerman-Skotlandia itu berjanji pada dirinya sendiri untuk terus berjuang melawan kanker darah yang menggerogoti tubuhnya. Agar Lebaran ini tak menjadi Lebaran terakhir untuk dirinya dan keluarga kecilnya.
Dua tubuh ramping itu berpelukan makin erat. Wangi Gilbert Klein dan Victoria’s Secret menyatu. Air mata Alina meleleh. Haru, harapan, dan seberkas kesedihan membekas di sudut hatinya.
“Aku ingin kamu sembuh.” gumamnya.
Menghapus lembut air mata Alina dengan ujung jarinya, Anton berkata menenangkan. “Aku janji akan sembuh, Alina. Demi kamu, demi Chelsea.”
Puas meluapkan perasaan dan emosi, Alina melepas pelukannya. Chelsea memajukan posisinya. Anak cantik berkulit putih itu tersenyum manis pada Ayah-Bundanya. Dipeluknya mereka bergantian. Diciuminya pipi mereka.
“Ayah, Bunda, maaf lahir batin ya. Maafin Chelsea kalo Chelsea punya salah.” ucapnya polos.
Anton dan Alina membalas pelukan Chelsea. Meminta maaf pula. Chelsea adalah harta mereka yang paling berharga. Satu-satunya putri mereka. Buah hati dan harapan mereka. Chelsealah pelengkap kebahagiaan mereka. Anugerah yang dihadirkan Allah setelah vonis mandul menghampiri Anton untuk selamanya.
**
“Anton...Alina...Chelsea!” Muti berseru riang. Berlari dengan lengan terentang, lalu memeluk mereka satu per satu.
Wanita berkaftan putih itu menyambut hangat kedatangan mereka. Ternyata mereka tiba paling awal di rumah Muti. Anggota keluarga lainnya belum datang.
“Yes, kita jadi yang pertama.” Anton berkomentar puas setelah bermaafan dengan sepupu cantiknya.
“Iya. Keluarga kita yang lain otw dari hotel.” jelas Muti.
Mendapati saudara iparnya datang, Pierre bergegas turun dari lantai atas. Satu tangannya menggandeng tangan Gilbert, anak adopsinya. Langsung saja Gilbert melepaskan genggaman tangan ayahnya dan menghampiri Chelsea. Kedua sepupu itu bermaafan dan bercerita dengan akrab seperti biasa.
“Anton, maafkan aku ya. Well...selama ini aku sudah jahat sekali padamu.” kata Pierre sungguh-sungguh.
“Sudah lama kumaafkan, Pierre.” Anton tersenyum kecil. Menjabat tangan pria berwajah oriental dan bermata sipit itu.
“Kita cover lagu yuk. Sambil nunggu yang lain.” ajak Muti.
“Betul. Ayo, Sayang.” Pierre menimpali.
“Boleh juga. Kita mau cover lagu apa pagi ini?” sambut Anton senang. Muti selalu punya cara agar waktu menunggu tidak membosankan.
Selama sepersekian detik, Pierre dan Muti memilih-milih teks partitur dalam koleksi mereka. Anton dan Alina melirik-lirik sekilas. Penasaran lagu apa yang akan dipilih.
“Ini bagus: Kartonyono Medot Janji,” kata Pierre, menunjuk teks partitur teratas.
Muti melotot. “Nggak, nggak! Masa Lebaran malah dangdutan?”
“Loh, kenapa? Dangdut kan musik Indonesia, harus dilestarikan.”