Anton dan Alina

princess bermata biru
Chapter #5

Rasaku Takkan Berubah

“Carisa Listeners, jika kita sungguh-sungguh mencintai seseorang, jangan ragu berkorban untuknya. Buat dia merasa pantas dicintai. Yakinkan bahwa dirinya cukup berharga untuk membuat orang berkorban demi dirinya. Pengorbanan adalah salah satu bukti cinta.”

Quote motivasi itu diucapkan Anton bukannya tanpa alasan. Ia terinspirasi dari e-mail yang dikirimkan salah seorang pendengarnya malam ini. Si pendengar bercerita tentang rencana pernikahannya yang batal karena calon istrinya lebih mencintai mantan kekasihnya. Mantan kekasihnya datang kembali beberapa bulan sebelum pernikahan. Demi cintanya, pendengar itu merelakan calon istrinya kembali bersama mantan kekasihnya.

Terus terang, Anton salut pada pendengarnya yang berbagi kisah malam ini. Ia tak ragu berkorban demi kebahagiaan orang yang dicintai. Jika Anton berada di posisinya, ia pun akan melakukan hal yang sama. Termasuk bila suatu saat Alina ingin kembali pada Pierre. Anton akan ikhlas melepas Alina. Bukan karena tidak mencintainya, melainkan karena ingin melihat Alina bahagia.

Seketika Anton teringat Alina. Baru dua jam mereka berpisah, namun Anton telah rindu padanya. Apakah Alina merindukannya juga?

Lalu, bagaimana dengan putri tunggal mereka? Apakah Chelsea juga rindu ayahnya? Sembilan tahun berlalu sejak pernikahan mereka, Alina dan Anton telah memiliki seorang putri. Allah memberi mereka petunjuk melalui pertemuan dengan gadis kecil bernama Chelsea yang kehilangan orangtua kandungnya dalam kecelakaan mobil. Meski tidak mempunyai ikatan biologis, Chelsea ternyata memiliki wajah yang rupawan seperti Anton dan Alina. Sehingga orang takkan sadar bahwa Chelsea anak angkat. Chelsea seakan mewarisi gen yang sangat bagus dari Anton dan Alina.

“Tanpa terasa, sudah dua jam saya menemani Carissa Listeners. Saya, Rupert Anton, undur diri. Tetap dengarkan dan ceritakan kisah Anda di... Shall, Sharing About Love and Life. Sampai jumpa.”

Siaran program Shall berakhir tepat pukul dua belas malam. Anton bersyukur pekerjaannya dilancarkan. Walaupun ia harus merasakan sakit sepanjang siaran, namun ia dapat bertahan. Penyakit Celiac yang merusak dinding usus dan saluran pencernaannya membuatnya sering merasakan sakit. Penyakit itu pula yang membuat Anton kehilangan kesempatan untuk meneruskan keturunan.

Terdorong rasa rindu pada keluarga kecilnya, Anton bergegas meninggalkan studio. Mengemudikan mobilnya menyusuri ruas Jalan Ir. H. Djuanda. Ingin rasanya tiba di rumah secepat mungkin. Jalanan yang sepi memudahkannya berkendara. Tak perlu terjebak macet. Bahkan bisa sedikit menambah kecepatan.

Hal pertama yang didapatinya sesampai di rumah adalah lampu-lampu padam. Refleks ia mengerutkan keningnya. Tak biasanya Alina mematikan lampu di rumah mereka sebelum tidur. Bukankah Alina selalu menunggunya pulang?

“Surprise... happy birthday!”

Menit berikutnya Anton terperangah. Surprise party? Untuk dirinya? Ia baru ingat jika hari ini adalah ulang tahunnya.

“Selamat ulang tahun, Sayang.” Alina mendekat. Mencium kedua pipinya. Melingkarkan lengan dan memeluknya. Anton bisa merasakan wangi vanila dari tubuh langsing yang tengah mendekapnya. Sebaliknya, Alina dapat menghirup wangi Calvin Klein yang sangat khas di tubuh Anton.

“Selamat ulang tahun, Ayah!” seru Chelsea riang. Berlari dengan lengan terentang, lalu ikut memeluk ayahnya.

Anton balas memeluk Alina erat. Sejurus kemudian ia beralih memeluk Chelsea. Mengangkat gadis kecil itu, lalu memutarnya. Chelsea tertawa-tawa senang dalam gendongan ayahnya. Wajah cantiknya dan lesung pipitnya begitu menggemaskan.

“Anton, make a wish dulu ya?” ujar Alina. Membawakan birthday cake berhiaskan lilin dan bunga di atasnya.

Anton tersenyum memandangi kue ulang tahun itu. Pastilah Alina sendiri yang membuatnya. Alina sangat ahli membuat tart, pastry, pai, dan sejenisnya. Hanya satu harapannya: agar ia diizinkan hidup lebih lama. Ia ingin menemani Alina dan Chelsea, mendampingi dan membahagiakan mereka. Alina dan Chelsea adalah miliknya yang paling berharga. Merekalah alasannya untuk terus bertahan hidup.

“And the first cake is for...” Anton menggantung kata-katanya, tersenyum memesona. Alina menatapnya lekat. Ia menyukai senyuman Anton. Caranya tersenyum begitu memikat.

“For you, Dear.” Seraya berkata begitu, Anton menyerahkan potongan pertama pada Alina. Senyuman merekah di wajah cantik Alina saat menerima potongan kue dari tangan Anton.

Ooooh... so sweet. Trims Sayang,” ucapnya.

“Sama-sama. Nah yang kedua ini, buat Chelsea.”

Chelsea tak kalah senangnya menerima potongan kue kedua. Ia bahkan meminta Anton menyuapinya.

“Ayah, suapin Chelsea.” pintanya manja.

“Iya, Sayang.” Anton menyuapkan kue pada putri semata wayangnya. Hidup bersama Alina membuatnya tahu bagaimana cara memanjakan orang lain. Ia pun mengerti bagaimana menyenangkan hati orang lain. Buktinya, kini Anton bisa memanjakan Alina dan Chelsea. Membahagiakan mereka. Memenuhi kebutuhan materi dan afeksi mereka.

**

 

Salat Subuh berjamaah, itulah yang dibiasakan Anton pada keluarga kecilnya. Alina sering memujinya imam yang baik.

“Aku hanya berusaha menjadi Imam yang baik, Alina.” kata Anton menanggapi pujian Alina saat itu.

Air hangat mengalir dari shower. Saatnya berwudu sebelum menunaikan salat. Bukankah Islam mengajarkan kebersihan?

Detik berikutnya, Anton tersadar jika dirinya tidak baik-baik saja. Perutnya kembali terasa sakit, jauh lebih sakit dari sebelumnya. Kerusakan sistem pencernaan, kerusakan limpa, anemia dan infertilitas. Serangkaian komplikasi dari penyakit Celiac yang telah dirasakannya.

Anton muntah darah tepat setelah ia mematikan shower. Alhasil lantai dipenuhi noda darah. Tidak, jangan sampai Alina tahu. Alina akan cemas sekali dan memaksanya ke rumah sakit.

“Anton, kamu baik-baik saja?” tanya Alina sebelum salat dimulai.

“Aku baik-baik saja,” jawab Anton tanpa membalas tatapan Alina.

Lihat selengkapnya