I was a foolish little child
Crazy things I used to do
And all the pain I put you through
Mama now I'm here for you
For all the times I made you cry
The days I told you lies
Now it's time for you to rise
For all the things you sacrificed
Oh, if I could turn back time rewind
If I could make it undone
I swear that I would
I would make it up to you
Mum I'm all grown up now
It's a brand new day
I'd like to put a smile on your face every day
Mum I’m all grown up now
And it's not too late
I'd like to put a smile on your face every day
You know you are
The number one for me
You know you are the number one for me
You know you are
The number one for me
The number one for me (Maher Zain-Number One for Me).
**
Sibuk berkarier sebagai analis kesehatan? Bukan berarti Nyonya Anggun melupakan perannya sebagai seorang ibu. Anak tetaplah prioritas utama. Anton adalah segalanya bagi Nyonya Anggun.
Nama bukan hanya bentuk doa yang diselipkan orang tua pada anak. Nama pun dapat mencerminkan sifat seseorang. Nyonya Anggun memiliki pembawaan dan sifat yang sesuai dengan namanya. Dari Nyonya Anggunlah Anton mewarisi kelembutan hati, wibawa, sikap kharismatik, dan darah bangsawan. Tak heran jika Anton sangat dekat dengan Bundanya.
Kedekatan mereka benar-benar terasa hari ini. Anton dan Nyonya Anggun sengaja pergi berdua. Tanpa mengajak Tuan Adolf. Mulanya Anton menemani Nyonya Anggun membuka rekening investasi. Terbawa suasana, keduanya memutuskan makan siang di restoran favorit mereka. Makan di luar cukup sering dilakukan Anton dan Nyonya Anggun. Tapi biasanya mereka mengajak Tuan Adolf.
“Kamu kira, waktu kecil kamu tidak pernah nakal? Tentu saja pernah, Sayang.” kata Nyonya Anggun, tertawa mendengar pertanyaan anak tunggalnya.
“Oh ya? Aku kan jadi good boy seperti permintaan Bunda dan Ayah waktu itu.” bantah Anton tak percaya.
Nyonya Anggun menggeser piring berisi chicken wings miliknya. Kini tinggal tersisa setengah.
“Dulu, kamu punya kebiasaan jelek yang membuat Bunda kesal. Kamu tidak pernah menghabiskan makananmu. Selalu saja ada sisa. Pernah kamu membuang-buang makanan sampai sebanyak ini.” tunjuk Nyonya Anggun ke piringnya.
Mendengar itu, Anton membelalakkan mata. “Benarkah waktu kecil aku seperti itu?”
“Kalau tidak percaya, tanya saja asisten-asisten rumah tangga di rumah kita. Mereka saksi mata atas ulahmu.”
Pemuda tampan berdarah campuran Jawa-Jerman-Skotlandia itu masih saja tak percaya. Ia juga salah tingkah sebab Bundanya sendiri membongkar kenakalan kecilnya. Benarkah dulu ia senakal itu?
“Oh ya, kamu juga pernah berkonspirasi dengan Muti. Saat berumur enam tahun, kamu susah sekali untuk makan. Maunya hanya makan makanan favoritmu. Ketika Bunda menyuruhmu makan siang sementara ada tamu di rumah, kamu memberikan porsi makananmu pada Muti. Dia anak perempuan, dia pasti lebih penurut. Porsi makananmu dihabiskan olehnya. Kamu kira Bunda tidak memperhatikan? Bunda mengawasimu, Sayang. Bunda sengaja tidak bertanya setelahnya. Bunda biarkan saja seolah tidak terjadi apa-apa.”
Kali ini Anton tertawa bersama Bundanya. Tak sadar dirinya pernah melakukan kenakalan sebegitu parah. Bagaimana kalau pendengar Radio Carissa sampai tahu? Mereka pasti kaget mendapati penyiar radio setampan Arif Anton ternyata punya bakat nakal di masa kecilnya.
“Maaf Bunda, ternyata kenakalanku membuat Bunda kesal. Tenang saja, Bunda. Sekarang aku sudah dewasa. Aku akan mengganti kekesalan Bunda dengan senyuman setiap harinya.” janji Anton.