Senyum licik menghiasi wajah wanita berhidung mancung itu. Rencana telah disusun rapi. Tinggal melaksanakannya saja. Waktunya memisahkan adik bungsunya dari suaminya yang tak bisa meneruskan keturunan itu. Benar-benar aib memalukan bagi keluarga.
“Brilian...” desis seorang pria berwajah oriental dan bermata sipit. Meletakkan gelas cappucino-nya yang telah kosong. Ini sudah gelas keempat.
“Deal?”
“Deal.”
**
Sepasang tangan halus itu menyapukan kuasnya. Selesai sapuan terakhir, ia bersorak kegirangan.
“Ayah, lukisannya selesai!” serunya.
Anton tersenyum menatapi lukisan indah yang dibuat putri tunggalnya. Lama mengamati perkembangan putri semata wayangnya, ia mulai melihat hobi dan bakat Chelsea. Ia berencana akan memberikan tes psikologi untuk Chelsea agar bisa memastikan talenta dan passion yang dimilikinya.
“Lihat. Ini Ayah, ini Chelsea, ini Bunda.” tunjuk Chelsea.
“Iya, Sayang. Bagus sekali. Ayah suka.” puji Anton hangat. Membelai lembut rambut Chelsea.
Sabtu malam. Waktu terbaik untuk quality time menurut Anton dan Chelsea. Kali ini mereka hanya berdua. Alina ada janji dengan salah satu klien konselingnya. Awalnya, mereka berencana pergi ke villa. Namun rencana itu terpaksa dibatalkan karena Alina sibuk. Praktis, Anton dan Chelsea memutuskan tidak bepergian kemana-mana. Sebagai gantinya, mereka bersantai di ruang terbuka di belakang rumah yang berhadapan dengan kolam renang.
“I love you, Ayah.” kata Chelsea tiba-tiba.
“Love you too, Dear.”
Bel pintu berbunyi. Anton bangkit dari posisinya. Meminta Chelsea menunggu sebentar.
**
“Hai, Rio.” Anton menyapa ramah. Mengajak rekan sesama penyiar radio itu masuk.
Rio, host program Good Morning Carissa itu, balas menyapa. Duduk di sofa. Lalu mengulurkan setumpuk surat ke tangan Anton.
“Anton, malam ini kamu siaran ya? Shall spesial weekend,” ujar Rio.
“Apa? Tapi...aku kan tidak punya jadwal siaran di akhir pekan. Sudah disepakati dengan direktur dan divisi program.”
“Iya, aku tahu. Ini permintaan pendengar. Banyak sekali pendengar yang mengirimkan e-mail, dan Whatsapp. Intinya, mereka meminta program Sharing About Love an Life ditambah jadwalnya.”
Ucapan Rio menambah kebingungan di hati Anton. “No way. Ini tidak relevan dengan hasil survei yang dilakukan Carissa Radio tiga bulan lalu. Menurut survei, para pendengar sudah puas dengan program Shall. Mereka tidak menuntut penambahan jadwal.”
“Itu kan tiga bulan yang lalu. Berbeda dengan sekarang. Come on, Anton. Paling tidak, malam ini kamu siaran. Buat weekend selanjutnya, kita bisa bicarakan nanti. Aku diminta menyampaikannya padamu.” desak Rio.
Rio tahu kelemahan Anton. Ia sangat sulit menolak permintaan orang lain. Hatinya terlalu lembut untuk mengatakan ‘tidak’. Terlebih ini permintaan Carissa Listeners. Akhirnya, Anton mengiyakan. Ia bersedia siaran malam ini.
“Nah, gitu dong. Aduh, Alina beruntung banget ya, punya suami kayak kamu. Coba istriku sebaik kamu. Bukan hanya suara kamu, tapi hati kamu juga lembut. Salut...” ungkap Rio.
Anton hanya tersenyum. Meraih kunci mobil dari atas nakas, lalu beranjak ke ruang terbuka di bagian belakang rumah. Ia harus memberi tahu Chelsea. Kalau perlu, ia akan mengajak putrinya ke studio siaran. Beberapa kali Anton mengajak Chelsea.
Ruang terbuka itu kosong. Hanya ada lukisan dan kotak berisi cat air. Tanda tanya memenuhi pikirannya. Dimanakah Chelsea? Chelsea selalu menurut padanya. Ia pasti masih berada di sekitar sini.
Anton menyapukan pandang ke sekelilingnya. Sedetik. Dua detik. Tiga detik. Lima detik. Sepuluh detik. Anton terperangah. Rasa penasarannya berganti dengan kecemasan luar biasa. Bagaimana tidak, apa yang dilihatnya membuatnya disergap ketakutan. Chelsea jatuh ke kolam renang. Ia tenggelam. Sebuah kuas terapung di dekatnya. Dalam sekejap, Anton menarik konklusi. Chelsea pastilah ingin mengambil kuas yang terjatuh di dasar kolam, lalu ia jatuh, terpeleset, atau tenggelam. Anton tahu pasti, Chelsea belum bisa berenang. Ia dan Alina belum punya waktu untuk mengajarinya.
Tanpa pikir panjang, Anton melompat ke dalam kolam renang. Jika situasinya tidak segawat ini, orang yang melihatnya akan menyadari pria tampan itu punya kemampuan berenang yang sangat baik. Tak butuh waktu lama bagi Anton untuk menyelamatkan Chelsea.
**
Dua pasang mata menatapnya marah. Ada kebencian terpancar di sana. Anton tak lagi merasa terintimidasi. Justru saat ini rasa bersalah menghantam kuat hatinya.
“Gara-gara kamu, Chelsea seperti ini!” hardik Monna. Melempar pandang benci ke arah Anton.
Keheningan yang menggantung berat di ruang rawat rumah sakit berubah total. Alina mempererat genggamannya di tangan Anton.
“Cukup, Kak. Anton tidak bersalah,” Alina memohon.
“Tidak bersalah bagaimana? Dia sudah membuat Chelsea celaka. Kenapa kamu terus membelanya, Alina?” Karin menjelaskan.
“Ini bukan kesalahan Anton. Aku percaya...”
“Semua salahku, Alina.” Anton menyela, lirih.
“Seharusnya aku tidak meninggalkan Chelsea.”
Alina menatap sedih wajah Anton. Mengapa Anton menyalahkan dirinya sendiri?
“Rupert Anton, ingat siapa kamu sebenarnya! Hanya pria mandul yang tidak bisa menjaga putri angkatnya sendiri! Memangnya kamu tidak malu?!” Monna meluapkan amarahnya.
“Monna, aku mencintai Alina. Aku menyayangi Chelsea.” Hanya itu yang bisa dikatakan Anton. Namun Alina menangkap energi ketulusan yang kuat dalam kata-katanya.
“Kalau begitu, buktikan!” bentak Monna. Ia melanjutkan.
“Kamu harus berpisah dengan Alina! Alina akan kujodohkan dengan pria lain yang jauh lebih baik! Biarkan Alina dan Chelsea mendapat suami dan ayah yang lebih baik!”
Alina dan Anton membelalakkan mata. Karin tersenyum penuh kemenangan. Chelsea tak berdaya. Apa maksud Monna? Anton mencoba realistis. Monna adalah kakak Alina. Ia hanya ingin melihat adiknya bahagia. Mana mungkin Alina berbahagia hidup dengan pria yang tidak bisa meneruskan keturunan? Ia mencintai Alina. Ia pun menyayangi Chelsea. Meski berat, tapi...
“Baiklah, aku akan menceraikan Alina.”
Cukup satu kalimat saja. Dunia Alina seakan runtuh. Ditatapnya mata Anton dalam. Shock dan tak percaya menguasai hatinya.
“Anton, jangan lakukan itu!” bisik Alina. Mencengkeram tangan Anton erat-erat.
“Aku harus melakukannya, Alina. Demi kebahagiaanmu. Monna benar. Kehadiranku hanya menjadi aib keluarga.” sahut Anton.