Orang-orang yang tulus pada kita takkan mengeluh saat ada orang lain yang ingin berbuat baik pada kita.
**
“102.5 Carissa Radio, Hits and Lovely Radio. Balik lagi di Shall, Sharing About Love and Life. Complicated juga ya, Carissa Listeners. Kalo ada orang yang benar-benar tulus, tapi dia malah nggak disukai. Justru orang lainnya mengeluh atas kehadiran dirinya. Carissa Listeners, orang-orang yang tulus pada kita, tidak akan mengeluh saat ada orang lain yang ingin berbuat baik pada kita.”
Anton mengawali segmen ketiga dengan sebuah quotes. Intinya, orang yang tulus tidak akan menghalangi saat ada orang lain yang ingin mendekati dan berbuat baik pada kita.
Di ruang sebelah, Alina mendengarkan siaran radio itu sambil tersenyum. Tentunya suaminya yang rupawan itu tak sekedar mengucapkan quotes motivasi. Ia belajar dari pengalamannya sendiri bertahun-tahun lalu. Sebuah pengalaman di masa studi S1 yang menyadarkannya akan satu hal.
**
Salah masuk kelas. Bagi pemuda tampan yang dikenal perfect seperti Anton, kejadian itu memalukan. Celakanya, Anton baru saja mengalaminya.
Pintu kaca mengayun terbuka. Membuat sejumlah mahasiswa yang tengah mengikuti penjelasan materi dari dosen mereka pecah konsentrasinya. Bagaimana tidak, berdiri sosok rupawan yang merebut hati banyak gadis di universitas mereka. Anak-anak Psikologi pantas berbangga hati, sebab di fakultas mereka cukup banyak mahasiswa-mahasiswi berwajah di atas rata-rata dengan prestasi akademis dan non akademis yang mengagumkan.
Begitu terpikatnya mereka melihat kehadiran Anton sampai-sampai lupa membantunya menemukan kelasnya. Hal itu tak berlangsung lama. Dari bangku paling depan, gadis cantik berambut panjang dan bermata biru melangkah ke pintu. Menghampiri Anton, tersenyum menenteramkan.
“Sorry...” gumam Anton lirih tanpa sanggup menatap wajah bidadari penolongnya.
“Aku ganggu kalian ya?”
“Nggak kok. Aku antar ke kelasmu ya? Psikologi Perkembangan, kan?” balas gadis itu lembut.
“Iya. Kemarin aku ada jadwal siaran pagi. Jadi nggak bisa ikut kuliah Psikologi Perkembangan dan hari ini ikut pertemuan pengganti di kelas lain.” Anton menjelaskan kasusnya.
“I see. Kebetulan orang dari agency datang ke Carissa dan lihat kamu. Terus dia cerita ke aku sebelum fashion show.”
Mereka berdua melangkah menyusuri koridor. Anton dan gadis cantik itu bersahabat baik. Selain karena kesamaan prinsip, keduanya sama-sama terjun di dunia entertainment. Meski sibuk dengan kuliah dan kegiatan di dunia hiburan, keduanya aktif di organisasi internal kampus. Bukan sebagai aktivis kampus yang hobi berdemo menuntut kebijakan ini-itu. Tapi sebagai anggota Korps Protokoler Mahasiswa dan tim choir yang sangat mencintai universitas. Anton dan si gadis cantik cinta damai.
“Thanks ya, Alina. Kamu mau bantu aku cari kelasnya.” kata Anton di sela obrolan ringan mereka seputar jadwal fashion show dan jadwal siaran.
“You’re wellcome. Aku senang kok bantu kamu,” Alina tersenyum kecil.
Sekilas Alina melayangkan pandang ke tangan kanan Anton. Tatapannya jatuh pada sebentuk cincin berukiran huruf T di jari manis pemuda itu. Hatinya kembali masygul. Ternyata rumor yang mengatakan Anton memutuskan pertunangannya dengan Tesa tidak benar. Sampai kapan Alina harus menahan perasaannya sendiri?
Sementara itu, Anton merasa tenang berjalan di samping Alina. Gadis berdarah campuran Sunda-Belanda itu memang baik hati. Ia responsif, selalu berpikiran positif, dan suka menolong orang lain. Satu hal yang Anton tahu tentangnya. Dalam hal ilmu, popularitas, dan spiritualitas, Alina adalah tandingan Anton. Semua orang hanya tahu jika Alina Maya seorang model dan hypnotherapyst. Namun sedikit sekali yang tahu kemampuan intelegensi Alina yang berada di atas rata-rata, ketajaman intuisinya, ilmu batin yang kuat, kemahirannya melihat hal-hal tak kasat mata, dan mata batinnya yang tajam. Anton salah satu dari sedikit orang yang tahu. Sebab ia diberi karunia yang sama.
“You know, Anton? Koridor ini banyak makhluk halusnya. Ada yang baik, ada yang jahat.” Tetiba saja Alina menjelaskan apa yang dilihatnya.
“I know, Alina. Hati-hati dengan sosok yang berjalan di sampingmu. Dia membawa energi negatif.”
Alina mengangguk pelan. Tanpa sadar mendekatkan posisi tubuhnya dengan Anton. Refleks Anton merangkul Alina. Melindunginya dari apa pun makhluk tak kasat mata pembawa energi negatif itu. Hanya orang-orang berpenglihatan khusus seperti mereka yang memahami situasi ini.
Di dekat Anton, Alina menemukan kenyamanan. Bukan karena ketampanan wajahnya, atau wangi Calvin Klein dari tubuhnya. Namun karena aura positif, kharisma, dan daya hidup yang terpancar kuat dalam dirinya. Anton selalu memiliki dan menebarkan aura positif.
**
Beberapa hari kemudian, Alina kembali bertemu Anton. Kali ini di taman yang menghubungkan gedung Fakultas Psikologi dengan Fakultas Kedokteran. Terlihat Alina baru saja memisahkan diri dari teman-temannya.
“Guys, aku udah telat nih. Bye.” ucap Alina, berlari kecil meninggalkan teman-temannya.
“Hei...kalungmu ketinggalan, Alina.”
Sayangnya, Alina tak mendengarkan. Dua menit lagi latihan paduan suara dimulai. Ini gladi bersih untuk perayaan wisuda gelombang pertama. Ia tak boleh terlambat.
Pada saat bersamaan, Anton juga diburu waktu. Ia ditugaskan sebagai MC di Korps Protokoler Mahasiswa. Praktis ia harus tepat waktu untuk mengikuti gladi. Tak henti ia melirik arlojinya.
Manik mata Alina menangkap kehadiran Anton. Dipercepatnya langkah, bermaksud mendatanginya. Dapat Alina lihat beberapa tablet obat di tangan Anton. Obat? Apakah Anton sakit? Benarkah informasi yang didengarnya itu?
Begitu terburu-burunya Anton. Hingga tablet obat yang dipegangnya terjatuh.
“Anton, obatmu jatuh.” kataAlina, memunguti tablet demi tablet yang berserakan di rumput.
Ya Allah, obat apa ini? Alina mulai waswas. Dibacanya nama obat itu, dipatrinya dalam ingatan. Ia harus mencari tahu bila ada waktu nanti. Diulurkannya obat-obatan itu ke tangan Anton.
Ekspresi wajah Anton berubah tegang. Ia menerima tablet-tablet yang diberikan Alina.
“Anton, ini obat apa?” Alina tak bisa menahan diri untuk bertanya.
“Kamu tidak perlu tahu.”
Jawaban Anton di luar dugaan. Sesaat Alina kaget, tapi ia tetap tersenyum. Justru Anton yang terlihat resah dan tidak senang ditanyai hal itu.
“Kamu sehat, kan?” tanya Alina lagi.
“Aku sehat dan baik-baik saja.” sahut Anton dingin.
Kini Alina melihat dinginnya kemarahan dalam sorot mata teduh itu. Mengapa Anton harus marah bila memang tidak terjadi apa-apa? Apakah perbuatan baik Alina mengambilkan obat yang terjatuh menyinggung perasaannya? Batin gadis Januari itu dipenuhi tanya.
**
Usai gladi bersih, Alina mencari tahu. Ia tak bisa tinggal diam. Banyak keganjilan yang ia temukan dalam diri Anton. Setahun Alina mengenalnya. Masih banyak sesuatu yang belum dipahaminya tentang figur Arif Anton yang sesungguhnya.
Mula-mula Alina berselancar di Internet dan membuka buku-buku kedokterannya. Ia ingin mencari informasi tentang nama obat itu. Hasilnya sungguh mengejutkan.
“Celiac? Infertilitas?” desis Alina tak percaya. Terpaku di kursinya.
Ya, obat-obatan yang dikonsumsi Anton merupakan obat untuk pengidap Celiac. Tak hanya itu, ada satu tablet obat untuk menyembuhkan Infertilitas. Beberapa kali Alina pernah memergoki Anton meminum obat-obat itu. Sekarang ia tahu apa alasannya.
Hatinya sedih mengetahui informasi itu. Mengapa Anton tidak pernah bercerita soal penyakitnya? Tidakkah ia mempercayai Alina? Tahukah Tesa tentang penyakit yang diderita tunangannya?
Seketika Alina teringat sesuatu. Saat bertemu di taman, Alina mendapati satu detail kecil. Cincin berukiran huruf T itu sudah tak ada. Apa artinya itu?
Hati Alina tergelitik untuk menelepon Anton. Saling menelepon dan menanyakan keadaan satu sama lain sudah biasa bagi mereka. Setiap hari, ada saja satu-dua kali mereka berkirim e-mail dan chat di media sosial. Jika Alina ingin menelepon Anton, tak ada salahnya kan?
**
Senada cinta bersemi di antara kita
Menyandang anggunnya peranan jiwa asmara
Terlanjur untuk terhenti
Di jalan yang telah tertempuh sejak kini