Anton dan Alina

princess bermata biru
Chapter #13

Memories: Bunda Sudah Kembali

Telah lama sendiri

Dalam langkah sepi

Tak pernah kukira

Bahwa akhirnya

Tiada dirimu di sisiku

Meski waktu datang

Dan berlalu sampai kau tiada bertahan

Semua takkan mampu mengubahku

Hanyalah kau yang ada di relungku

Hanyalah dirimu

Mampu membuatku jatuh dan bercinta

Kau bukan hanya sekedar indah

Kau tak akan terganti

Tak pernah kuduga

Bahwa akhirnya tergugat janjimu dan janjiku

Meski waktu datang

Dan berlalu sampai kau tiada bertahan

Semua takkan mampu mengubahku

Hanyalah kau yang ada di relungku

Hanyalah dirimu mampu membuatku jatuh dan mencinta

Kau bukan hanya sekedar indah

Kau tak akan terganti (Marcel-Tak Akan Terganti).

**   

Berat melepas kepergian orang yang dicintai. Terlebih jika telah terbiasa hidup bersama selama puluhan tahun. Satu-dua hari cukup untuk mencintainya, namun satu-dua tahun tak cukup untuk melupakannya.

Setidaknya, itulah yang dirasakan Nyonya Anggun. Wanita cantik berkulit putih itu duduk di tepi tempat tidurnya. Sebuah kotak perak berukuran sedang terbuka di pangkuannya. Foto-foto, cincin, buku diary, kalung, pajangan kristal berbentuk hati, cangkir keramik, tangkai mawar yang telah layu, dan barang-barang pemberian Tuan Adolf teronggok di sana. Semua barang itu meneriakkan kenangan.

Dengan tangan gemetar, Nyonya Anggun meraih pigura foto Tuan Adolf. Menatapi profil suaminya yang kini telah meninggal. Pelan mengecup foto itu. Air mata menepi di wajahnya.

“Adolf...mengapa kamu pergi secepat itu?” isak Nyonya Anggun.

“Coba saja kamu tidak pergi ke Jerman. Coba saja kamu menundanya...maka kecelakaan pesawat itu tidak merenggut nyawamu. Aku ingin segera menyusulmu. Lebih baik aku mati saja.”

Pundak Nyonya Anggun berguncang. Suaranya tertelan tangis.

Dalam usia menjelang lima puluh, Nyonya Anggun masih terlihat cantik. Postur tubuhnya yang tinggi semampai, kulit putih, ditambah lagi wajah teduh keibuan, membuat wanita yang berprofesi sebagai analis kesehatan itu tak kehilangan kecantikannya. Wajah cantik dan otak cerdas membuat Nyonya Anggun Paramita dicintai seorang pria berdarah Jerman, Tuan Adolf Umar. Mereka menikah, lalu memiliki satu anak bernama Rupert Anton.

Pintu kamar rumah sakit terbuka. Nyonya Anggun mengangkat wajah. Ia tak ingin diganggu. Ia bersiap-siap mengusir siapa saja yang datang.

“Kamu lagi!” Nyonya Anggun setengah berteriak. Mengagetkan seorang gadis keturunan campuran Sunda-Belanda di ambang pintu.

“Bunda Anggun...” panggil Alina halus.

Demi mendengar suara selembut itu, Nyonya Anggun luluh. Emosinya mengendur. Alina melangkah pelan memasuki kamar. Menatap sesosok tubuh kurus berbalut piyama rumah sakit itu masygul.

“Bunda, ini Alina.” ujarnya.

Hening. Alina menghela napas. Menatap lurus-lurus wajah wanita di depannya.

“Sampai kapan Bunda mau tenggelam dalam kesedihan seperti ini?” tanyanya.

“Kamu tidak tahu bagaimana rasanya. Aku sangat mencintai Adolf. Dia takkan terganti. Ketika dia pergi, segalanya hancur. Semuanya musnah!” desis Nyonya Anggun.

“Saya paham, Bunda. Tapi...ada yang masih membutuhkan Bunda. Tidakkah Bunda ingin kembali?”

Lihat selengkapnya