Anrez menghela napas cukup panjang, ia bahkan harus menyeka peluh yang ada di dahinya. Matanya menatap langit, hari ini pertama kali baginya untuk menginjakan kaki di Kota Solo. Kota yang terkenal akan serabinya. Hah, ribuan kilometer ia melangkah meninggalkan Kota Jakarta menuju Kota Solo, entah apa yang membuatnya memutuskan hal itu. Intinya, Maminya yang memintanya datang ke Solo untuk menemui rekannya. Mengingat pembicaran itu bbirnya tersenyum.
"Mami pasti mau nyingkirin aku lagi," bisiknya pada diri sendiri.
Langkahnya pasti menuju rumah yamh beraa di sekitar situ. Sebelumnya ia diantar oleh supir pribadinya Maminya dan nanti Maminya akna menyusul. Masa bodo, Maminya ingin menemuinya atau tidak
"Selamat datang," sapa seorang pria paruh baya.
Anrez hanya menatapnya bingung, ia tidak terbiasa berinteraksi dengan orang lain. Dia suka menyendiri karena itu lah hidupnya. Cowo itu menatap pria di hadapannya dengan angkuh, membuat orang itu menunduk.
"Mari saya antarkan ke kamarnya," katanya.
Anrez sekali lagi hanya menatapnya saja. Setelahnya pria itu meninggalkan dirinya sendiri di kamar. Matanya memandang sekeliling, kamar itu berbeda dengan miliknya di Jakarta. Mewah, tapi jauh lebih mewah kamarnya di Jakarta.
"Kamu sudah datang?
Ia menoleh, menatap kawan bicaranya. Pria yang mengajaknya bicara adalah rekan Maminya yang pernah datang ke Jakarta. Pria itu tersenyum kepadanya, lalu mulai mendekat ke arahnya. Hah, orang baru membuatnya repot.
"Gimana tadi perjalanannya?" Tanya pria itu seolah berbicara sambil berkumur.
"Bagus. Kota ini keren juga, walau gak sekeren di Jakarta," jawabnya terdengar ketus.
"Rez, Mami kamu sudah menitipkan kamu ke Oom. Jadi, kedepannya, kamu harus menuruti semua ucapan Oom, termasuk hidup tanpa kemewahan disini," katanya.
Anrez menghela napas panjang. Jelas saja hidup tanpa kemewahan, karena rumahnya sekarang berada di pedesaan yang jauh dari kota. Maminya memang sengaja melemparnya kemari.
"Oke," jawabnya seraya menyipit.
Pria itu menganguk, "Istirahat dulu ya, nanti kita harus mengunjungi ke suatu tempat," pesannya sebelum meninggalkan kamarnya.
Sore hari Anrez pergi bersama Oom Axel menuju tempat yang ia katakan sebelumnya. Ternyata tidak begitu jauh dari tempat tinggalnya, hanya tinggal beberapa langkah saja sudah sampai ke rumahnya.
"Ayo masuk!
Ketika kakinya menapak depan rumah itu, seorang pria paruh baya jalan tergopoh ke arahnya. Menunduk sebentar pada Oom Axel dan mempersilahkan masuk.
"Begini, saya ingin ketemu Anya. Dia ada dimana ya?" Tanya Axel pada pria di hadapannya.
"Mohon maaf, ada keperluan apa mencari anak saya?" Tanya pria itu sopan.
Anrez melirik kedua pria itu yang saling berbicara. Satu hal yang ia tangkap dari pembicaraan keduanya, nama Anya. Ah entahlah siapa dia, ia juga tidak mau peduli.
"Pak Axel, ada apa?