Alma menghela napas, ia harus sabar menjadi kaum jomblo diantara couple yang berada di depannya. Kalau tahu begini, ia tidak akan mau ikut, eh tapi kan lumayan traktirannya.
“Gak mau! Gue mau yang itu aja, gak suka! Rez, jangan ngeyel deh!”
Anrez membulatkan matanya tak mau mengalah, “Gue mau nyobain juga, Nya. Masa gak boleh sih?”
“Gue udah pernah ngerasain, rasanya gak enak! Percaya ngapa sih sama gue!” peringat Anya sambil berkacak pinggang.
Alma maju berdiri diantara keduanya. “Kalian tuh ngapain sih berantem melulu, ntar jodoh baru tahu rasa!” peringatnya.
“Ogah!”
“Syukur dong!”
Alma geleng-geleng kepala, “Udah pada pacaran aja sana, pusing gue ngurusin couple kayak kalian berdua. Coba gimana perasaan kalian kalau jadi jomblo kayak gue, bisa bayangin gak?” tanyanya pura-pura menangis.
“Lebay Kak Alma nih!” celetuk Anya.
“Udah dong, Kak. Kakak mau apa, nanti Anrez beliin deh!”
Anrez emang anak yang baik, beda banget sama Anya yang judesnya minta ampun. Tangisnya seketika berhenti, ia lalu menatap cowo yang sebentar lagi akan menjadi gebetan adiknya (eh, apa udah pacaran ya?).
“Kamu beli aja makanan yang tadi. Nanti kalau enggak suka kasih Kakak ya, sama itu…Kakak mau beli cimol!”
“Oke, kita cari cimol sekarang!” katanya.
Alma tertawa di tempatnya, ia sengaja meminta adik-adiknya yang manis itu untuk membelikannya cimol, entah berada dimana penjualnya. Dia ingin lihat seberapa kompak keduanya. Sedangkan dirinya lebih memilih tetap tinggal, duduk di pinggiran sendirian.
Di lain tempat, Anya terus saja mengomel Anrez karena mau saja menuruti kemauan Kakaknya yang aneh. Dia tidak habis pikir dengan cowo itu yang mau saja menuruti keinginan Kak Alma yang ingin makan cimol. Mana ada coba yang jual cimol di pedesaan begini.
Anya menghentikan Anrez, “Ngerasa gak sih kalau kita lagi dikerjain?” tanya cewe itu sambil mengatur napasnya.
Anrez duduk di samping Anya, bibirnya melengkung ke atas. “Gue tahu kok kalau keinginan Kak Alma itu sengaja. Tapi ya gapapa, gue juga suka kok ngelakuinnya. Lagian, gue tahu kok niatnya Kak Alma itu cuman buat kita akur.”
Anya menggeleng, “Kita akur? Gimana ceritanya? Kita itu dua makhluk yang memang diciptakan untuk saling bertengkar, mana mungkin bisa baikan?” tanyanya sambil lalu.
Anrez mengelus kepala Anya dengan sayang. “Salah! Kita itu dua makhluk yang memang diciptakan untuk saling melengkapi, menyayangi, mencintai, dan saling menguatkan. Udahlah, gak usah ngelak takdir Tuhan!”
“Ye, itu sih elu yang ngarep! Gue mah ogah!”
Anrez tertunduk, dia bingung harus berbicara menggunakan bahasa apa agar cewe di depannya ini paham dengan ucapannya. Mulai dari bahas halus sampai kasar, kayaknya gak ada perubahan sama sekali.