First Kissing Memories
Malam harinya Anye sulit memejam netra. Bayangan bagaimana Jalu memperlakukan dirinya sangat mengganggu. Satu demi satu potongan mozaik memori itu membayang di dalam benak.
“Loh, kok bisa ya anak itu mengikutiku selama satu semester? Kok aku sama sekali nggak nyadar!” gumamnya.
Anye makin ingat bahwa Jalu suka duduk di perpustakaan pusat berseberangan dengan tempat duduk favoritnya. Ternyata dia sedang mengerjakan skripsi! Memang sesekali pandangan mereka bersirobok, tetapi tidak pernah saling menyapa. Senyum pun tidak!
Namun, dari situ Jalu menyimpulkan bahwa Anye belum memiliki pacar sehingga berusaha meminta teman putrinya untuk berkirim salam. Satu-satunya yang mau dan berani menyampaikan salam itu adalah Diana. Tentu saja dengan imbalan mencarikan referensi buku sehubungan dengan tugas mata kuliah Diana.
“Anaknya sih biasa saja. Gagah, tampan … iya kuakui. Jujur bukan tipe idolaku, tetapi perjuangannya memperoleh hatiku termasuk luar biasa. Hmmm … selera bercintanya begitu membuatku bertekuk lutut! Dia adalah petarung sejati yang telah memenangkan hatiku. Bahkan, telah menjadi guru favoritku dalam hal bercinta,” gumam dan senyum Anye sambil melihat bayangan dirinya di cermin oval besar yang berada di hadapannya.