Anyelir

Ninik Sirtufi Rahayu
Chapter #9

Play and Try #9

Play and Try

Disekanya ujung bibir Anye dengan telapak tangan kanan, sementara tangan kiri terarah ke kepala Anye membelai anak rambut perlahan. Lalu dalam hitungan detik sontak disergapnya bibir ranum itu. Disesap manis rasa jus jeruk sisa minuman yang baru diminum sang kekasih. Rasa dan aroma itu diisap sangat perlahan sambil mulai mencari-cari sesuatu dengan tarian mendayu.

Sejenak kemudian, Anye pun menikmati permainan baru yang mereka lakukan beberapa menit tanpa jeda. Permainan manis menghipnotis dalam hening syahdu. Serangan demi serangan lembut mereka lakukan bergantian hingga napas beringas makin memburu.

Ritme dan irama permainan pun makin menggila dengan suhu memanas. Kedua telapak tangan Jalu mulai berani beraksi menjelajah sedikit demi sedikit beberapa daerah rawan. Inci demi inci merangsek ke berbagai area hingga terlihat raut dan raga kian membaja. Sampailah Jalu pada daerah paling berbahaya.

“Ja-ja-jangan …,” lembut Anye sadarkan petualangan sang pangeran tampan.

Anye melarang melanjutkan penjelajahan itu dan menghentikannya di sana.

“Ouwh …!” Jalu membenamkan muka ke dada Anye yang sedikit agak terbuka.

 Bermanja menggesek-gesekkan muka ke sela area dua perbukitan dengan gemas sambil meminta maaf dan perlahan meredakan gelora asmarandana. Yang masih keluyuran dibenam ke dalam ruang rindu. Teremas lembut pucuk puncak arga dahana raga sang dara. Terasa mengerut sempurna tanda siap mengharap sesap sang kumbang. Sang pangeran tak sanggup melakukan karena takut tak mampu menjaga rem dan kontrol diri lagi.

“Maafkan aku!” lirihnya dengan tatap sendu.

Tatap netra begitu manis seolah kanak-kanak sedang merajuk mengharap air hidup pada sang bunda. Anye hanya mengangguk. Sibuk mengatur napas menurunkan suhu panas yang membara di dada dan kepala. Keduanya saling bertatap netra.

“Stop! Ja-jangan lanjut!” rajuk Anye tersengal menghentikan.

“Kita belum boleh melakukan. Kamu janji akan jaga kehormatanku sampai hari H tiba, kan?” lanjut Anye terbata-bata menata napas.

Jalu mengangguk paham sambil menyungging senyum sangat menawan.

“Terus terang, sejujurnya aku sudah tidak tahan. Aku mau kita menikah dulu, Anye! Aku takut tak kuat menahan diri bila berada di dekatmu!” ujarnya begitu tenang.

“Kita belum memiliki pekerjaan, Jalu. Kamu harus lulus dulu, lalu mencari pekerjaan sehingga ada pemasukan yang bisa kita andalkan. Aku juga begitu. Kalau saat ini aku belum berani mencari pekerjaan karena masih penelitian. Jika semester ini beres, semester depan selesai, aku siap mencari kerja dan sekaligus mendampingimu. Jadi, paling tidak masih ada satu semester yang harus kita hadapi untuk tidak melakukan hal ceroboh!” urai Anye.

“Kalau aku harus hamil sebelum kamu memperoleh pekerjaan, dengan apa kita memberikan nutrisi terbaik buat buah hati?” lanjutnya.

Jalu mengangguk-angguk pasrah.

“Aku siap, Jalu! Tapi ada syarat yang harus kamu penuhi, yakni nafkah halal buatku. Bagaimana? Sanggup?” tantang Anye.

“Ya, aku sanggup!” tegas Jalu. “Setelah semester ini sidang, aku akan segera mencari pekerjaan dan selanjutnya … kalau aku dapat pekerjaan, kita langsung menikah!”

Lihat selengkapnya