Aozora

Rokho W
Chapter #6

Nova Zaliyanti

Pasuruan 2004

Ruangan kelas dengan suara tawa siswa-siswi yang bergembira dengan bunyi lonceng dua kali yang artinya waktu istirahat telah tiba. Mataku berlarian mengamati bangunan peninggalan belanda yang telah menjadi ruang kelas baruku ini, dengan khas pintu yang terbuat dari kayu jati terbaik dan ku rasa yang paling tua usianya yang pernah ku lihat. Lubang ventilasi pada bangunan ini berjumlah banyak kata pak Tio wali kelasku lubang ventilasi itu ada agar udara di dalam bangunan yang aku tempati untuk menimba ilmu ini lebih sejuk. Langit-langit atapnya pun dibuat setinggi mungkin.

“Bu guru, Rea bantu bawakan ke kantor boleh?” pintaku pada bu guru muda yang wajahnya seperti noni belanda bernama miss Elsa guru bahasa Inggris di sekolah kami.

 Aku suka sekali dengan cara pengajaran miss Elsa, selain beliau cantik ternyata sangat cerdas dalam menyampaikan materi pelajaran dengan cara bermain agar anak yang tingkat kemampuan otaknya rata-rata seperti aku dapat menerima materi yang di ajarkan. Seperti saat ini kami sedang bermain kotak pos dengan materi pengenalan kata kerja (verb/adverb) yang ada di bahasa inggris. Kami di beri tugas untuk menuliskan kata kerja yang sering di lakukan teman kelas kami ke dalam kertas surat. Dan hanya satu teman yang boleh di awasi kegiatannya untuk masing-masing siswa. Aku mengamati Santi karena memang ia adalah teman sekaligus sahabat yang sangat ingin ku jadikan kakakku. 

“Boleh Rea, my pleasure ,“ jawab miss.

Aku pun mengambil sebagian tumpukan surat yang berada di atas meja guru dan sebagiannya lagi di di bawa oleh miss Elsa. Sepanjang menelusuri lorong di depan ruang-ruang kelas, aku pun berpikir apa ya artinya yang di ucapkan miss tadi kepadaku. Sesampainya di depan ruang guru aku pun memberanikan untuk bertanya pada miss Elsa tentang ucapan yang beliau sampaikan padaku itu artinya apa.  

“Miss, tadi yang miss bilang sama Rea ketika di kelas artinya apa ya miss?” tanyaku sesuai apa yang sedari tadi ada di isi kepalaku saat ini.

“Oh... itu artinya dengan senang hati Rea,” jawab miss Elsa dengan senyuman manisnya, aku yakin kalau aku adalah laki-laki pasti aku akan salah tingkah dengan pesona senyuman miss Elsa.

“Oh..., itu apa termasuk dalam golongan verb/adverb?” tanyaku lagi

“Itu bentuk kalimat senang Re, bukan kata kerja. Rea, kalau penasaran sama macam-macam kata kerja itu apa saja bentar miss kayaknya punya lembaran verb and adverb di tas miss. Sebentar ya Reana tunggu sini dahulu miss ambilkan,” jelas miss Elsa dengan ramahnya. Anak ini keingintahuannya besar berarti bocah ini paham dengan yang aku ajarkan di kelas ucap miss Elsa dalam hatinya.

***

Surabaya 2003

“Mas, kamu suruh aku ngurus rumah sambil didik kedua anak kita sendiri? Kakak sekarang sudah usia pubertas mas, dia butuh ayahnya. Kamu malah menerima saja di kirim ke Aceh yang sedang konflik itu,” teriak mamaku kepada papaku yang sedang memasukkan kaos-kaosnya ke dalam ransel hijaunya. 

“Negara butuh aku kamu seharusnya paham itu Lina,” jawab papaku dengan tegas

“Negara saja yang butuh mas? Aku dan anak-anakmu tidak membutuhkanmu begitukah bagimu?” tangis mama pun pecah, mereka berdua tak mengira bila aku sedang mendengarkan perbdebatannya malam ini dari balik pintu kamar tidurku. 

“Sudah, sudah nanti anak-anak bangun, ini sudah tengah malam mereka harus sekolah besok pagi. Maaf..., aku janji akan secepatnya kembali kepadamu,” ucap papa menenangkan mama agar menghentikan tangisannya.

Aku Nova Zaliyanti anak pertama dan adikku laki-laki bernama Agam. Kami berdua adalah anak dari seorang prajurit, papa sangat mencintai tugasnya dan aku pun juga tahu bahwa papa juga sangat mencintai kami bertiga. Aku paham maksud mama, mama seperti itu karena mengkhawatirkan papa yang sedang di tugaskan di tempat konflik seperti di Aceh. Aku melihat di acara berita TV selalu saja ada prajurit yang berjatuhan dan aku pun juga nggak mau kehilangan papa itulah kekhawatiran kami.

“Sudah yuk duduk Lin, aku ambilkan air putih ya,” ucap papa pada mama yang sedang duduk 

“Oh... iya Lin, anak-anak kita kan sudah bersekolah semua. Kamu nggak ingin mencoba jadi guru lagi?” ucap papa sembari duduk di sebelah mama.

“Ya..., bukan apa-apa biar kamu nggak jenuh juga. Aku dukung semua yang ingin kamu lakukan asalkan hal itu membuatmu bahagia,” ucap papa memberikan mug berisi air putih untuk mama sambil menepuk pelan pundak mama, ku rasakan kehangatan dan rasa sayang papa kepada mama malam itu.

Lihat selengkapnya