Aozora

Rokho W
Chapter #8

Pertikaian


“Assalamualaikum,” salamku kepada rumah yang menyimpan segala keluh kesahku karena ku yakin tak akan ada orang di rumah jam segini.

 Akan tetapi prediksi ku salah besar,

“Plaaakkk!!”

 Ku dengar suara dari arah dapur, aku pun mengendap-endapkan langkah kakiku menuju arah suara yang ku dengar saat ini.

 Dari balik anak tangga menuju kamarku, aku bersembunyi mengintip apa yang terjadi di rumah pagi menjelang siang ini. 

“Kau!!” ku lihat jari telunjuk ibuku menunjuk-nunjuk muka seseorang yang masih belum berani ku lihat, karena aku berdiri termangu di balik bangunan tangga ini. 

Apakah aku sedang mimpi ya ini? Jam berapa sih ini kok bisa mbak Kartika sama ibu ada di sini? Di rumah? Gerutuku. 

“Kau manusia tak tahu terima kasih, kau punya pekerjaan sekarang juga karena ibuku. Aku sudah cukup sabar menghadapi kelakuan kau yang semacam itu”, teriak ibuku pada orang itu.

“Kau pukul aku, dan sekarang anakmu yang tak pernah meminta kau biayai sekolahnya, tak pantas kau jadi ayahnya,”sambung ibuku. 

Dan aku pun menganggap yang memukul mbak Kartika hingga pipinya memerah adalah bapak. Aku penasaran kenapa dan ada apakah mereka bertiga hingga berseteru di jam yang seharusnya mbak Kartika masih di sekolah, dan bapak juga yang seharusnya masih di sekolahan. Kalau aku saat ini pulang karena besok pagi team volly ku akan tanding di stadion dekat taman kota Pasuruan memperebutkan juara tingkat Kabupaten, jadi kami di minta untuk istirahat di rumah. Sejenak aku terpikirkan dimanakah Nana saat ini? Apakah dia di dalam kamarnya di lantai atas? Aku pun memberanikan diri untuk menaiki anak tangga menuju kamarku dan di waktu yang bersamaan mbak Kartika menoleh ke arahku,

“Reana, kamu sudah pulang,” ucapnya dengan suara setengah parau karena isakan tangisnya. Dengan bersamaan pula ibu dan bapak menoleh ke arah yang mbak Kartika lihat

“Ehmmm..., heem,” hanya kalimat itu yang keluar dari bibir mungilku dengan pelan ku anggukan kepala. 

“Mumpung ada Rea, tanyakan sama Reana apa mau dia punya bapak seperti kamu” ucap ibuku yang terkesan menantang bapak.

“Plaaakk!!” 

 Suara tamparan bapak yang mendarat ke muka ibuku. 

Cukup berdebar jantungku saat ini, melihat kejadian di depan mataku bapak memukul ibu dan tadi sudah memukul mbak Kartika. Hening seketika, dan aku masih berdiri termangu di atas anak tangga pertama yang aku naiki agar aku dapat menuju kamarku tadi. Ku lihat sekeliling, dan aku memilih menuruni anak tangga dan memutuskan untuk mengeluarkan kalimat yang pernah terlintas dalam pikiranku selama ini,

“Ibu, memangnya ibu pernah pedulikan Reana? Ibu kan hanya memedulikan mbak Kartika selama ini, kemudian tiba-tiba sekarang ibu bertanya padaku apa aku mau memiliki seorang ayah seperti bapak? Dan juga untuk apa kalian menikah bila akhirnya kalian mengabaikan anak-anak kalian buat apa?” teriakku dengan isakan tangis yang tak pernah ku sadari akan begitu kerasnya, dan aku pun berlari menaiki anak tangga untuk menuju kamarku. Aku pun menangis sejadinya di dalam kamar.

Lihat selengkapnya