Aozora

Rokho W
Chapter #12

Cinta Monyet


Pasuruan 2007

Keesokkan harinya aku berangkat pagi-pagi sekali karena sedang malas berada di rumah bahkan aku pun tak sempat sarapan hari ini,

“Pagi Reee,” ucap Sulis sambil memeluk leherku dari arah belakang

“Eh...eh iya pagi, bentar jangan kayak begini,” ucapku setengah menjerit

“Nanti tatanan rambutku rusak lagi,” sahutku lagi pada orang yang memelukku yang ku dengar dari suaranya adalah suara sahabatku Sulis.

“Ya deh maaf cantik, tumben pagi banget berangkatnya?” tanya Sulis padaku yang merapikan rambutku, Ah... rontok lagi ini rambut gumamku.

“Tiwi saja belum datang lho,”sambungnya

“Oh iya?“ tanyaku tak percaya kalau aku tiba di sekolah lebih awal dari biasanya sambil melihat arloji Sulis. 

Ternyata aku sampai sekolah pukul 6 pagi, hari ini aku berangkat menggunakan sepeda yang selama ini selalu di pakai mbak Kartika sekolah. Habisnya ibu dan bapak nggak pernah gubris apa yang aku butuhkan, aku butuh sepeda untuk sekolah karena sepedaku yang biasanya sudah rusak dan itu pun juga sudah kecil sebab mbah kung membelikannya ketika aku kelas 3 SD, sedang sekarang aku sudah kelas 1 SMP. Kalau aku membawa sepeda sendiri, pulang sekolah aku tak harus mengiyakan jemputan dari Nova.  

“Pantas, aku masih ngantuk mau lanjut tidur dulu deh hoaaam,” ucapku sambil menutup mulutku yang menguap lelah.

Lelah dengan keadaan di rumah pagi ini yang isinya hanya mbak Kartika yang di pedulikan mbak kartika mencari kaos kakinya yang baru di belikan ibu sedangkan aku harus memakai kaos kaki yang karetnya pun sudah kendor tapi bisa di pakai lagi di kaki kurus ku dengan ku akali memakai karet gelang agar tak merosot ke bawah, di tambah dengan keadaan ibu dan bapakku yang tak pernah damai.

“Bangunin ya nanti kalau sudah ada guru,” pintaku pada Sulis 

“Re, kamu naik apa berangkat pagi begini?” Tanya Sulis padaku

“Aku ngayuh sepeda sendiri,” jawabku dan kembali menyandarkan kepalaku ke atas meja bangkuku.

“Eh,eh apaan sih,” ucapku mulai kesal dengan tingkah Sulis, dia meletakkan ranselnya ke meja bangku kami dan menarik lenganku.

“Ke kantin saja yuk sarapan,” ajak Sulis sambil menarik lenganku dan menggandeng lenganku untuk mengikuti geraknya. 

“Aku pengen buktiin apa yang di bilang si Tina padaku, dan itu bisa di buktikan bila ada kamu Re, lebih baik aku SMS kak Reyhan sekarang,” gumam Sulis dengan suara yang lirih agar tak terdengar olehku.

“Apa mbak?” tanyaku, sebab telingaku tak begitu mendengar dengan jelas yang ia gumamkan.

“Sudah yuuk lah jalan,” ajak Sulis sambil menarikku buat melangkahkan kaki mengikutinya.

Magernya aku alias malas gerak ingin duduk santai saja malah di ajak untuk sarapan sama sahabatku satu ini, setibanya di kantin sekolah pagi ini kami pun di sapa oleh tiga kakak tingkat laki-laki yang sedang duduk, makan bakso cak Wan,  

“Sulis, pagi,” kata ketiga kakak tingkat laki-laki hampir bersamaan, 

Sulis ini adalah ABG (Anak Baru Gede) yang super centil dia sangat ramah sama lawan jenis sekalipun pada kating-kating, jadi tak heran bila kenalannya banyak yang cowok dan memiliki banyak teman juga dari siswa luar sekolah kami.

 Sedangkan aku Reana Khoirunnisa terkenal sebagai ABG jutek, dan introvert pada lawan jenis sekalipun teman sekelasku, aku sangat tak suka bergaul maupun hanya say hai dengan teman laki-laki kecuali sedang mengerjakan tugas kelompok, dari guru kalau aku tak berbicara pada mereka aku tak akan mendapatkan nilai dari guruku dalam tugas kelompok tersebut.

“Duh aku nggak pengen sarapan,” ucapku dengan acuh berasa risih bertemu dengan mereka ketiga katingku itu,terutama kating yang dulu pernah mengerjaiku ketika ikut Masa Orientasi Siswa (MOS). 

Saat itu aku masih baru saja keluar dari zona sekolah dasar, aku baru resmi menjadi siswi SMP Mentari Indonesia salah satu sekolah swasta terdekat di rumahku. Aku seperti teman-temanku yang lain ingin mengembangkan diri dengan mengikuti ekstrakurikuler sesuai minat kami dan aku memilih ekstrakurikuler Palang Merah Remaja (PMR) karena mengikuti mbak Kartika yag dulu ketika SMP aktif di PMR dan aku juga menyukai ilmu kesehatan seperti yang di perkenalkan ketika MOS. 

“Aku mau lihat Tiwi dulu deh, sudah datang masuk kelas belum,” ucapku mencari alasan sambil berdiri, karena aku sudah tak nyaman, dengan aku duduk di depan mereka seperti ini.

“Tunggu dulu lah duduk sini,” ucap Sulis sambil menarik lenganku untuk duduk kembali di kursi, 

“Si Tiwi aku call saja dia kan membawa handphone kalau ke sekolah nggak kayak kamu punya handphone di taruh di rumah saja,” cerocos Sulis sambil merengut padaku. 

Sekalipun dia centil tapi dia adalah sahabat yang baik untukku, dia selalu menghargai pendapatku apapun itu dan Sulis adalah manusia yang satu-satunya memberikan perhatian dan paling mengerti diriku untuk saat ini seperti Santi dulu. Sekarang Santi lebih sibuk belajar karena memang anak unggulan bahkan kelas unggulan jam pelajarannya di mulai dari jam 00.00 alias jam 06.00 pagi sudah belajar.

“Woi Tiwi, sini lah kita sarapan bareng kakak-kakak ini mau traktir kita sarapan nih,” ajak Sulis sedikit berteriak sambil melambaikan tangan kirinya, karena jarak tempat Tiwi berdiri lumayan jauh dari tempat duduk kami.

“Eh Re, mami kamu nyariin tuh di kelas,” kata Tiwi sesampainya menghampiri tempat kami.

“Yaelah tuh anak nempelin kamu mulu sih Re, memang ya tuh nggak ada temennya aku rasa, iya sih dia sekalinya punya teman di kintilin terus macam Reana ini,” cerocos Sulis memanyunkan bibirnya.

“Denger ya Re, kamu itu di manfaatin doang sama tuh mami kamu mending kamu mesti jauh-jauh deh, cari teman yang lain. Atau nggak main sama kita berdua,“ sambungnya dengan ber api-api sambil menggerakkan jari telunjuknya menunjuk ke arah mukaku agar memperhatikan peringatannya itu. 

“Sudah nanti pulangnya kita yang antar kamu ya, Tiwi kita bersepeda bertiga sama Rea ya?” ajaknya lagi dengan antusias.

“Lho memangnya Rea bersepeda ke sini?” Tanya Tiwi tak percaya

“Kamu sudah di belikan sepeda Re?” imbuhnya

“Bukan, itu sepeda mbakku, aku pinjam,” jawabku singkat

Apa benar ya? yang di katakan Sulis padaku kalau si Nova ini berteman denganku hanya manfaatin aku saja? apa tak sebaliknya kah? aku yang manfaatin dia karena Nova tahu kalau uang jajanku tak seberapa di bandingkan dengan teman-teman seusiaku, jadi ia lebih sering membelikan ku jajanan bila aku bersamanya. Berbagai macam-macam pertanyaan pun mulai mengisi kepalaku saat ini.

“Sudah nggak perlu di pikirkan tuh anak, kita sarapan saja,” ajak Sulis padaku setelah dua mangkok bakso pesanan kami di sajikan cak Wan ke meja tempat kami berenam duduk.

“Aku sih setuju sama pendapatnya Sulis sih Re, aku rasa juga begitu mending kamu jauh-jauh dari mami kamu itu,” ujar Tiwi sambil mencomot bakso Sulis bulat-bulat

“Eh... ini baksoku tauuu, pesen lagi lah sono kau main comot saja,” gerutu Sulis kesal Tiwi memakan bakso miliknya.

“Cak, bakso lagi 1,“ Sulis memesankan bakso untuk Tiwi

“Bukannya Nova ini dulu ketika di SD kamu Re, di jauhi teman-teman di kelas ya?” tanya Tiwi sembari merapikan alat makan di meja.

“Oh iya itu Re, Santi pernah cerita pada kami saat kamu sudah pulang bareng sama Nova,” sahut Sulis sambil menyantap bakso bulatnya,

“Katanya juga kamu ya Re, yang bikin teman-teman kelas kamu mau berteman dengan Nova,” lanjut Sulis sambil menyeruput es teh yang baru saja di sajikan cak Wan bersamaan dengan bakso Tiwi.

“Sudah makan saja jangan ngomong Lis, nanti tersedak,” ucapku sambil mengelus punggung Sulis, agar mereda rasa penasarannya tentang hal itu.

“Ngobrolin siapa sih kalian ini? maaf ya kalau aku tidak sopan menyela kalian,” kata kating aku yang pernah mengerjaiku ketika Masa Orientasi Siswa baru.

Ia bernama Dicky Maulana Aradhana dan panggilan akrabnya adalah kak Dicky. Kejadian itu bermula ketika aku Sulis, Tiwi dan tak lupa Nova mendapatkan tugas mengumpulkan tanda tangan anggota OSIS sebanyak-banyaknya, yang mendapatkan tanda tangan yang paling sedikit akan mendapatkan hukuman dari kakak panitia.

Saat itu Sulis menarik tanganku untuk ke koperasi siswa untuk membeli minum dan tanpa sengaja bertemulah kami dengan kak Dicky bersama dengan kedua temannya ini sedang duduk di ruangan sebelah koperasi sekolah yang ternyata itu ruangan, untuk istirahatnya mbak Mila penjaga koperasi sekolah. Dan di depan ruangan itu kami, lebih tepatnya aku di minta untuk menyanyikan lagu jadul Dewa-19 Arjuna mencari cinta menggunakan microphone yang di gunakan oleh pak guru olahraga yang baru saja membubarkan kelasnya karena memang sudah waktunya jam ketiga alias jam istirahat pertama, yang otomatis banyak siswa-siswi yang berdatangan ke koperasi sekolah.

Kak Dicky adalah salah satu siswa kelas unggulan di kelas 9 yang sangat populer di kalangan siswi SMP Mentari Indonesia, salah satunya karena banyak menyumbang trofi dan medali olimpiade di SMP Mentari Indonesia ini.

 Dicky Maulana Aradhana terkenal sebagai anak yang berprestasi dari berbagai bidang, bidang akademik maupun non akademik. Sejak kak Dicky kelas 7, kak Dicky sudah menyumbang koleksi trofi sekolah dalam perlombaan olahraga pertandingan basket, dan memang dia memiliki tengkuk badan yang cukup atletis untuk anak laki-laki seusianya dan juga ia juara olimpiade Fisika, Kimia bahkan dalam debat bahasa Inggris di festival Bahasa di Surabaya mengalahkan mbak Kartika. Ketika kelas 8 dia terpilih sebagai ketua OSIS tahun ajaran 2006-2007, ketika aku masih kelas 6 SD yang sibuk dengan belajar untuk Ebtanas dan persidangan ibu dan bapak. 

Aku cukup mengenalnya karena memang mbak Kartika pernah membicarakannya ketika aku bilang ingin masuk SMP Mentari Indonesia dan kak Dicky pun menjadi buah bibir di kalangan kami siswi-siswi SMP Mentari Indonesia karena ke pintarannya, sekalipun aku tak pernah bertegur sapa bila tak sengaja bertemu dengan kak Dicky sebab bagiku itu tak penting, karena aku tak mengenalnya dan aku yakin dia pun juga tak mengenalku sekalipun pernah mengerjaiku saat itu.

Hal itu lah yang menjadi salah satu faktor yang membuat kak Dicky menjadi anak lak-laki yang di idolakan para gadis ABG dari kelas 7 sampai dengan kelas 9. Sulis bilang kak Dicky sangat ingin berkenalan padaku, katanya Reana ini anaknya manis, dan memiliki suara indah itulah kalimat pujian untukku, akan tetapi kak Dicky tak memiliki keberanian untuk menegurku karena malu katanya.

Lihat selengkapnya