Pasuruan, 2011.
“Eh, kamu masuk kelas apa Wat?” tanya teman sekelasku kepada Wati yang kursinya berada di depan tempat dudukku, hari ini adalah pembagian kelas jurusan sesuai minat yang di inginkan oleh siswa-siswi SMAN 5 sekolahku.
Sedang aku duduk di kursiku, dengan mengamati segala keriuhan isi kelas yang menemaniku belajar dalam setahun ini menjadi anak kelas sepuluh,
“Reana bengong saja, nggak ikutan lihat papan pengumuman kamu masuk kelas mana?” tanya Yayuk yang tempat duduknya berada di sebelah kiriku, aku mengenalnya akan tetapi aku tak begitu akrab dengannya.
Teman-teman sekelasku tidak begitu mudah untuk ku mengakrabinya, berbeda ketika aku SMP dulu yang selalu mendapatkan perlakuan yang ramah bahkan tanpa membuat tembok pembatas bila ingin kenal dan akrab dengan mereka, apakah karena SMA adalah anak remaja yang sudah selesai masa pubertasnya jadi harus memilih dalam berteman atau hanya aku saja yang kurang aktif mengekspresikan diriku bila aku ingin lebih akrab dengan mereka saat satu kelas? Entah lah, yang pasti saat ini aku butuh ke tempat papan pengumuman berada untuk melihat namaku masuk di kelas sebelas apa.
Ku lihat tempat papan pengumuman pembagian kelas yang di tempelkan di mading sekolah, wow luar biasa masih segitu banyaknya yang berkumpul di situ gumamku sembari terus melangkahkan kaki ini menuju papan pengumuman di tempel.
“Hai Rea, kamu sekolah SMA di sini juga?” tanya seorang anak laki-laki yang ku taksir seusia denganku sebab badge yang ia pakai pun warnanya sama denganku, berwarna hijau bertuliskan angka romawi X yang artinya ia berasal dari kelas 10 seangkatan denganku tetapi aku tak pernah melihatnya di kelasku mungkin ia anak kelas 10 dari kelas sebelah jadi mengenalku.
“Hai juga, iya nih ...,” jawabku sembari mengamati nama yang tertulis di dadanya M. Robbi Bayu S.
“Robi? tau nama aku darimana ya?” tanyaku, karena saat ini aku merasa bertanya-tanya sebab aku sama sekali tak familiar dengan wajahnya sama sekali.
“Aku teman SMP kamu dulu Re, satu kelas sama Santi,” ungkapnya, mungkin ia melihatku kebingungan dengannya yang tiba-tiba menegurku. Lama ku amati si Robi ini, aku mengingat-ingat ketika SMP apa pernah berpapasan dengannya ketika aku masuk ke kelas Santi, tingginya yang ku taksir 172cm dan kulitnya yang hitam kecokelatan apakah dia anak basket ketika SMP dulu? Tanyaku dalam hati.
“Oh, teman Santi, masuk kelas jurusan apa kamu Robi?” tanyaku padanya sambil terus melangkahkan kaki ini untuk mendekat ke papan pengumuman, karena sudah lumayan renggang sekarang.
“Aku masuk kelas IPA, kalau kamu Re?” ucapnya yang sudah tak begitu ku hiraukan sebab banyak suara obrolan di sini, ah sudahlah lihat dulu aku masuk kelas apa baru bisa pulang segera dan istirahat. Aku merasakan perutku yang mulai kram akibat bulananku yang menghampiri hari ini.
Sembari sedikit meringis, ku lihat dengan seksama nama-nama siswa-siswi satu persatu hingga ada yang menarik tangan kiriku.
“Reana,” panggil laki-laki yang masih memakai seragam basketnya. Sepertinya ia baru akan melaksanakan latihan basket di lapangan sekolah karena, tak ku lihat keringat membasahi tubuh atletisnya.
“Iya siapa ya? Sshh,” jawabku dengan sedikit meringis kesakitan akibat kram perut ini makin semangat untuk membuatku tak dapat menahan rasa sakitnya.
“Kamu kenapa Re? Sakit?” tanya nya dengan nada mencemaskan keadaanku, ku paksakan mataku melebarkan kelopaknya untuk lebih fokus dengan siapa yang menarikku dari keramaian papan pengumuman pembagian kelas.
Saat aku akan melihat wajah itu, anak laki-laki pemakai seragam basket mengangkat tubuhku dan menggendongku menuju UKS yang lokasinya tak terlalu jauh dari tempat kami berdiri. Membuatku mendengarkan irama jantungku yang menggebu seakan sedang menaiki kendaraan yang akan berperang, di tambah dengan suara riuh teriakan teman-teman yang kelasnya berada di koridor yang aku lewati untuk menuju ruang UKS berada, hingga membuat tubuh ini tak dapat merasakan sakit perut lagi akibat malu dengan hal yang sedang menimpa diriku saat ini. Aku sengaja menutup kedua mataku agar orang lain melihatnya aku sedang pingsan dan aku tak terlalu malu-malu sangat bila ia menurunkanku nanti, sebab yang laki-laki ini perbuat padaku tanpa memberiku waktu untuk berpikir sedikit. Siapakah laki-laki yang menggendongku ini? Apakah teman Robi? Aku sungguh tak mengenalnya tuhan gerutuku dalam hati. Akibat ulahnya padaku ini akan membawaku ke dalam dunia yang sama sekali tak pernah aku mimpikan.
***
“Reana Khoirunnisa anak sosial dua kan?” tanya salah seorang gadis anak kelas sepuluh yang baru saja masuk ruang multimedia, saat ini aku tengah duduk di kursi ruang multimedia mengikuti mata pelajaran desain grafis kelas sepuluh, untuk bersembunyi dari jahilan teman sekelasku yang menamainya geng Nero.
Geng Nero terdiri dari 5 anggota gadis, gadis pertama bernama Fita, Fita adalah gadis cantik berkulit putih berasal dari keluarga kelas menengah atas semua keinginannya selalu ia dapatkan selama hidupnya. Gadis kedua bernama Lita, Lita adalah gadis cantik kedua berkulit putih di geng Nero memiliki bulu mata yang lentik hingga bila ia memandang seseorang membuatnya tak dapat berkutik melawan pandangannya. Gadis ketiga bernama Indra, berbadan besar seperti Nova berkulit hitam kecokelatan. Gadis ke empat bernama Sheryl, memiliki tubuh tinggi yang menjulang bak model terkenal dan gadis kelima adalah Nova, Nova yang dulu ketika SD di rundung oleh teman-temanku sekarang menjadi anggota perundungku. Nova yang dulu ketika SMP menempeliku ketika aku akan bermain dengan teman-temanku, Nova yang dulu ku anggap adalah gadis yang bisa ku percayai sebagai temanku menjadi musuh yang harus ku lawan saat ini.
“Shuuttt ...” ujarku sembari menutup bibirku dengan jari telunjukku berdiri dari tempatku duduk.