Aozora

Rokho W
Chapter #22

Penutup

Pasuruan, 2012.

Setelah kejadian penjelasan kak Nizam di kelas itu, sudah 3 bulan lamanya tak ada sama sekali yang merundungku lagi, bahkan sejak itu aku bersahabat dengan kak Nizam kapten basket sekolahku. Walau pun aku tetap tak bisa beradaptasi pada teman-teman sekolah tapi, aku bisa belajar dengan tenang tanpa gangguan lagi dan juga teman-teman kelasku yang dulu hanya mengabaikanku sekarang mereka menyapaku yang artinya menganggap kehadiranku di tengah-tengah mereka. Nova sudah pindah sekolah sejak seminggu setelah kejadian hari itu, entah ia pergi kemana teman-temannya tak ada yang tau bahkan mereka terkesan sudah tidak peduli dengan keadaan Nova. Sebelum pergi Nova sempat datang ke rumahku akan tetapi ia tak ada niatan untuk bertamu ke rumahku, saat itu aku sedang berada di ruang tamu bersama Nana membantunya mengerjakan PR menggambar bertema cita-citaku, cukup lama ku lihat ia berdiri di depan pintuku tanpa mengetuk pintu.

“Nova,” panggilku membukakan pintu untuknya, sebab sedari tadi aku menunggunya mengetuk pintu rumahku akan tetapi tak ia lakukan juga.

“Ayo masuk dan duduk di dalam,” ucapku menarik tangan kanannya untuk tak melangkahkan kakinya pergi. Kami berdua pun duduk di sofa ruang tamu dengan suasana muram dan keheningan. Hingga akhirnya ...

“Reana, aku datang ke sini bukan untuk meminta maaf padamu, hal ini juga terjadi akibat kamu mengabaikanku dan tak mau berteman denganku saja. Aku ke sini hanya ingin berterima kasih, berkat kamu jalan salah yang aku ambil tak semakin jauh dan aku ingin bilang padamu kalau kamu adalah temanku yang baik Reana,” ucapnya yang ku dengar setengah terisak, ia menyesali perbuatannya ternyata ucapku dalam hati.

“Semuanya sudah ku sampaikan, aku pamit Reana, semoga bila nanti kita bisa berjumpa lagi kita bisa berteman dengan baik,” pamitnya dan melangkah pergi dari ruang tamuku, meninggalkanku yang masih cukup terluka dengan sikapnya yang membuatku jadi anak buangan di SMA sebab aku tak mau berteman dengannya katanya. Aku berteman dengannya meskipun teman-temanku tak ada yang suka dengannya bahkan ia di jadikan dompet berjalannya Zul pun, aku tetap berteman tulus dengannya. Hingga aku tahu bahwa dia suka bercerita yang tidak-tidak tentangku, aku pun tak membencinya tetapi menghindarinya agar aku dapat menata hatiku yang terluka akibat berita yang ia sebarkan tentang keluargaku yang hancur itu.

***

“Reana, kamu mau ke perpustakaan, apakah aku boleh ikut?” tanya Rahayu dan Arum yang menghampiriku ketika aku akan pergi menuju perpustakaan untuk mengembalikan beberapa buku yang ku pinjam sebab tak lama lagi ujian akhir sekolah untuk kelas sepuluh dan sebelas, sekarang ujian akhir sekolah untuk kakak-kakak kelas dua belas. Kami bertiga pun melangkahkan kaki menuju perpustakaan.

“Eh, Nilam,” panggilku yang tengah melihat Nilam berjalan menuju perpustakaan, Nilam adik kak Nizam aku menjadi dekat dengannya akibat kejadian dia membantuku bersembunyi dari kejaran Sherly dan Indra kala itu.

“Reana, hai,” ucapnya merangkul pundakku, sedang Rahayu dan Arum mengekori kami berdua. Rahayu pun mencolek lenganku.

“Kami duduk di pojok sana ya,” ucapnya padaku ketika aku antri mengembalikan buku yang ku pinjam pada petugas perpustakaan yang cukup ku kenal dengan baik namanya mbak Titis. 

“Mbak, ada novel teenlit gitu nggak? Aku pusing baca buku pembelajaran terus hehe,” ujarku pada mbak Titis, kami sudah terbiasa mengobrol layaknya seorang teman ke teman lamanya. Mbak Titis adalah mahasiswi akhir fakultas ekonomi yang bekerja di perpustakaan membantu budhenya bu Tari petugas perpustakaan sekolah sesungguhnya yang sedang cuti melahirkan anak pertama sekaligus keduanya karena beliau melahirkan anak kembar. 

“Perpustakaan nggak ada novel begitu Reana, mbak juga pusing revisi mau sidang skripsi do’ain ya,” ucapnya padaku.

“Amin mbak, Reana do’ain mbak lulus menjadi sarjana yang membanggakan kedua orang tua mbak Titis,” ucapku sambil menengadahkan kedua tanganku.

“Terima kasih Reana, semoga kamu juga tercapai semua cita-citanya, Amin ...,” do’a mbak Titis.

“Oh ya, ini mbak Titis ada novel sewa di dekat kampus mbak ndak apa-apa kalau kamu mau pinjam dulu, itu habis sampai minggu depan tapi mbak sudah selesai bacanya,” ucapnya sembari menyodorkanku sebuah novel remaja yang ku sukai jalan ceritanya untuk menghibur hidupku yang pelik.

 ***

 Saat ini aku berada di tengah-tengah riuhnya penonton melihat pertandingan basket dari SMAN 5 melawan SMAN 2, aku bersama Tiwi dan Nilam menjadi salah satu penoton pertandingan basket tahun ini. Nilam menjadi anak kelas sebelas, sedang aku dan Tiwi akan naik ke kelas dua belas dan kak Nizam lulus menjadi alumni sekolah ini.

“Reana,” panggil mbak Titis yang sudah tak lagi menggantikan budhenya menjadi petugas perpustakaan.

“Mbak duduk sini nih ada yang kosong,” teriakku sembari melambaikan tangannya.

“Siapa Rea?” tanya Tiwi.

Lihat selengkapnya